Kisah Yabesh-Gilead bisa menjadi contoh yang menarik bagi kita untuk belajar tentang arti kesetiaan. Penduduk kota Yabesh-Gilead pernah dibantai habis oleh orang Israel pada zaman Hakim-Hakim, karena tidak mau ikutan menghabisi suku Benyamin terkait peristiwa perbuatan noda di Gibea (Hak. 19-21). Orang Israel kemudian hanya menyisakan 400 perawan dari Yabesh-Gilead, itu pun untuk dinikahkan dengan para lelaki suku Benyamin yang tersisa.
Kisah nahas berikutnya, Yabesh-Gilead dikepung orang Amon di bawah pimpinan Nahas. Nahas menuntut mata kanan tiap orang Yabesh-Gilead dicungkil sebagai tanda takluk untuk mempermalukan orang Israel. Namun kali ini mereka terluput dari celaka besar tersebut, karena Tuhan memakai Saul yang baru diurapi menjadi raja untuk melepaskan mereka dari tangan orang Amon.
Sekitar 40 tahun kemudian, raja yang pernah menyelamatkan mereka, mati bersama ketiga putranya di medan perang melawan orang Filistin. Orang Filistin kemudian memakukan mayat Saul dan ketiga anaknya di tembok kota Bet-Sean sebagai sebuah penghinaan terhadap Israel. Apa yang dilakukan penduduk Yabesh-Gilead ketika mendengar hal itu? Mengadakan perkabungan di kota mereka untuk mengenang jasa Saul di masa lampau? Menganggap Saul layak menerima semua itu karena Tuhan sudah menolak Saul? Di akhir Kitab 1 Samuel dicatat bahwa segenap orang gagah perkasa Yabesh-Gilead berjalan terus semalam-malaman, hanya untuk mengambil mayat Saul dan anak-anaknya! Mereka mempertaruhkan hidup mereka untuk mengambil mayat-mayat itu! Untuk apa? Untuk memberikan penguburan yang layak, bahkan berpuasa tujuh hari lamanya. Mengapa? Sebagai tanda loyalitas mereka terhadap seorang Saul yang pernah menyelamatkan mereka 40 tahun yang lalu!
Mengesankan, bukan? Daud sendiri, yang baru saja dilantik menjadi raja Yehuda, pun terkesan. Ia bahkan sampai mengutus orang kepada penduduk Yabesh-Gilead untuk menyampaikan pesan, “Diberkatilah kamu oleh YAHWEH, dalam hal ini kamu telah melakukan kebaikan kepada Saul, tuanmu, bahwa kamu telah menguburkannya. Dan sekarang, kiranya YAHWEH ada bersamamu dalam kebaikan dan kebenaran. Dan aku pun akan berbuat baik kepadamu karena kamu telah melakukan hal itu” (2Sam. 2:5b-6, ILT). Menarik jika kita simak pesan Daud ini. Satu kebaikan yang menggiring pada kebaikan Tuhan dan raja baru, yang menggantikan Saul.
Yabesh-Gilead tidak pernah melupakan satu perbuatan baik Saul, yaitu keselamatan mereka, meskipun itu terjadi 40 tahun yang lalu. Apa buktinya mereka tidak lupa? Mereka berani merisikokan hidup mereka hanya untuk mengambil mayat Saul dan ketiga putranya. Bagaimana dengan kita? Apakah kita sering mudah lupa? Lupa akan kebaikan yang pernah kita terima, bukan hanya dari sesama, bahkan dari Tuhan yang sudah melepaskan kita dari perbudakan dosa. Jika orang-orang Yabesh-Gilead berani bertaruh nyawa untuk mayat Saul, apakah kita juga akan melakukan hal yang sama untuk Yesus yang bangkit? Soli Deo gloria.
Vik. Maya Sianturi Huang
Wakil Koordinator Bidang Pendidikan Sekolah Kristen Calvin