Mahakarya

Nama Leonardo da Vinci biasanya mengingatkan kita akan beberapa karyanya, dan salah
satunya adalah The Last Supper. Lukisan tersebut adalah sebuah mural yang dilukis
pada abad ke-15 di dinding ruang makan sebuah biara di Milan, Italia. Meski banyak yang
membuat duplikatnya untuk dipajang di berbagai gereja, museum, galeri, dan tempat lainnya,
mural yang dianggap sebagai mahakarya Leonardo da Vinci ini telah mengalami kerusakan
dimakan oleh waktu dan cuaca. Dua perang dunia di abad ke-20 memperparah keadaannya.

Usaha untuk merestorasi mahakarya tersebut pertama kali dilakukan pada abad ke-18. Lalu,
sepanjang keberadaannya, mural tersebut bertahan melalui lebih dari lima kali restorasi.
Sampai akhirnya, pada paruh kedua abad ke-20, restorasi besar-besaran dikerjakan dengan
berbagai cara dari melukis ulang bagian yang sudah rusak sampai menggunakan berbagai
teknologi canggih mempertahankan mahakarya tersebut.

Bicara mahakarya, ketika Allah mencipta, Ia pun mencipta sebuah mahakarya di antara
seluruh ciptaan. Mahakarya-Nya dicipta di dalam gambar-Nya. Tidak hanya itu, Ia
menempatkan mahakarya-Nya itu di tempat yang tertinggi untuk menaklukkan dan berkuasa
atas seluruh ciptaan, sebuah tanggung jawab yang sangat besar. Allah pun memerintahkan
manusia, mahakarya-Nya itu, untuk menyatakan kemuliaan Allah dengan memenuhi seluruh
bumi dengan gambar-Nya.

Namun, sama seperti mahakarya Leonardo, manusia pun rusak, bahkan lebih parah dari The
Last Supper
. Kerusakan tidak terjadi perlahan, tetapi tidak lebih dari 2 pasal dalam
kitab pertama Alkitab, dosa sudah menggerogoti hidup manusia yang mengakibatkan kerusakan
total–total depravity di dalam bagian pertama lima poin Calvinisme. Tidak ada
kemungkinan bagi manusia untuk memperbaiki kerusakan ini.

Berbeda dengan usaha manusia, Allah langsung merencanakan sebuah “restorasi” total di
dalam sejarah bagi manusia. Tidak seperti mural The Last Supper yang harus direstorasi
berkali-kali, rencana ini hanya cukup satu kali, yaitu janji keselamatan melalui Tuhan Yesus
Kristus. Kematian dan kebangkitan-Nya memungkinkan manusia untuk dipulihkan kembali.

Lalu, apa artinya menjadi mahakarya Allah? Harusnya kesadaran akan diri kita sebagai
mahakarya Allah membuat kita bertanya banyak pertanyaan dan juga pengenalan akan diri
kita sendiri di hadapan Allah. Paling tidak, kita menyadari bahwa kehadiran kita memiliki
tujuan yang penting di dalam rencana Allah. Kehadiran kita juga seharusnya menunjukkan
kehadiran Allah di mana pun kita berada. Tentunya, mahakarya yang sudah rusak ini, tetap
diselamatkan Tuhan melalui cinta dan anugerah-Nya yang begitu besar sehingga Ia rela
mengorbankan Anak-Nya di atas kayu salib.

Jadi, apa yang kini Anda sadari sebagai mahakarya Allah? Kiranya kita terus belajar untuk
bertumbuh dan makin mengenal siapa diri kita sebagai mahakarya Allah. Soli Deo gloria.