Film blockbuster yang sedang hit, Captain Marvel, mengisahkan perjuangan seorang jagoan perempuan untuk menyelamatkan bumi. Meski berangkat dari pendekatan yang cukup baru—yaitu perempuan menjadi jagoan utama—yang mengusung feminisme, film Hollywood ini tetap memakai plot klasik. Ada konflik antargalaksi yang dapat membawa kiamat, kecuali ada seorang superhero yang mampu menjadi juruselamat. Film ini menjadi “unik” karena sang juruselamat adalah seorang perempuan yang tak terkalahkan, Captain Marvel. Begitu plot amat ringkasnya. Saya sendiri belum sempat menonton filmnya, hanya membaca beberapa review mengenai film ini dan melihat trailer-nya di YouTube.
Berhubung saya baru mengkhotbahkan tentang Debora, nabi dan hakim Perjanjian Lama, maka mau tak mau pikiran saya menghubungkan kedua tokoh ini. Yang satu tokoh fiksi karya MCU, yang satunya lagi tokoh sejarah yang Tuhan tampilkan di buku-Nya.
Selama ini saya berpikir Debora adalah semacam Captain Marvel, karena ketika itu tidak ada pria kompeten yang menjadi pemimpin politik dan militer di antara suku-suku Israel. Tetapi kisahnya ternyata tidak tepat seperti itu. Debora sendiri mengklaim dirinya adalah seorang ibu di Israel, a mother in Israel (Hak. 5:7). Ia bahkan tidak menyebut diri sebagai ibu dari Israel, the mother of Israel. Jadi, Debora itu ibu. Ia bukan Captain Marvel yang memimpin pasukan Israel di medan perang. Barak yang menjadi kapten yang memimpin pasukan suku Naftali dan Zebulon berperang melawan si penindas, yaitu raja Kanaan dan jenderalnya yang terkenal, Sisera. Betul, Barak mensyaratkan keikutsertaan Debora untuk maju bersama dengan dia. Tetapi bukan untuk berperan sebagai sang kapten. Debora lebih mirip seorang ibu yang menyertai putranya berjuang untuk memberi dukungan. Saya percaya Debora mendampingi Barak ke medan perang tidak dengan memakai pakaian perang, apalagi memegang senjata dan ikut bertempur. Bisa jadi Debora ada di tempat yang “tergolong aman”, agar leluasa berdoa bagi Barak. Layaknya seorang ibu yang mendoakan putranya yang sedang berjuang bagi kebebasan bangsanya, demi menjalankan mandat Tuhan.
Menjadi ibu adalah kebanggaan seorang perempuan. Mungkin di sinilah sisi kepahlawanan seorang perempuan. Musa, yang menjadi “juruselamat” bangsa Israel, lahir dari seorang perempuan yang beriman. Demikian juga Samuel, Obed yang menjadi kakek dari Raja Daud, dan Yesus Kristus, sang Juruselamat dunia, lahir dari seorang perempuan sederhana yang menyerahkan diri kepada Tuhan. Seorang perempuan bertarung nyawa untuk melahirkan anak manusia. Sebuah kemungkinan yang hanya dimiliki kaum perempuan. Selain itu, meski perempuan tidak dimaksudkan untuk menjadi petarung di medan laga, namun lewat merekalah para pahlawan iman dilahirkan. Betapa bersukacitanya para perempuan yang melahirkan mereka!
Keistimewaan perempuan yang saya gambarkan di atas tidak dimaksudkan untuk mendiskreditkan para lelaki. Namun lebih untuk mengingatkan kita semua, betapa mulianya panggilan menjadi ibu. Sayang panggilan ini mulai dianggap kurang penting atau kurang menarik. Lewat kisah yang mereka jual, Hollywood mulai mempropagandakan keyakinan mereka bahwa perempuan tidak ada bedanya dengan laki-laki. Mereka bisa menjadi Captain Marvel. Perhatikan sebagian film-film Hollywood sejak tahun 1990-an mulai menampilkan para jagoan perempuan yang ikut bertempur di medan perang. Saya mulai sedikit paranoid. Meski film Captain Marvel dan film-film lainnya yang dibuat masih menuansakan nilai moral yang bisa dianggap baik, namun mereka mulai menggeser sisi feminitas seorang perempuan sebagai seorang ibu. Pertanyaan yang mungkin timbul dari hal ini adalah untuk apa? Apa yang menjadi agenda mereka?
Kitab Suci sudah memaparkan kemungkinan terbaik yang bisa digapai seseorang, baik laki-laki maupun perempuan yang beriman yaitu menjadi “juruselamat-juruselamat” kecil yang membawa shalom. Lewat menjadi ibu, Debora menampilkan peran Tuhan yang mengutamakan keselamatan umat-Nya. Lewat Barak, sang kapten yang berperang karena iman, kita melihat kilasan wajah Tuhan yang menjadi Juruselamat Israel. Pada akhirnya, laki-laki dan perempuan yang beriman, dipanggil untuk menyatakan keselamatan yang dari Tuhan dalam keunikan karakter mereka masing-masing.
MCU menyuguhkan kisah mereka dengan penuh pesona. Namun hanya Kitab Suci yang dapat menyatakan kisah yang paling agung. Kisah mana yang paling memengaruhi Anda? Kedua kisah tersebut memiliki plot yang mirip, perlunya juruselamat. Bedanya, penyelamat MCU memerlukan special superpower, sedangkan Juruselamat yang ditampilkan Kitab Suci adalah Allah yang merendahkan diri dan tanpa pesona (Yes. 53:2-3).
Kita sedang memasuki bulan peringatan Jumat Agung dan Paskah. Mungkin inilah waktu yang tepat untuk merenungkan ulang panggilan kita sebagai laki-laki dan perempuan yang mengaku beriman. Hidup seperti apa yang sebenarnya kita inginkan? Seperti Captain Marvel atau seperti Tuhan kita? Soli Deo gloria.
Vik. Maya Sianturi Huang
Kepala SMAK Calvin