Mazmur ini memberikan kesan yang mendalam bagi pembacanya. Mazmur ini diakhiri
dengan kalimat, “Alihkanlah pandangan-Mu daripadaku, supaya aku bersukacita sebelum aku
pergi dan tidak ada lagi!” Sangat kontras dengan pergumulan pemazmur yang biasanya selalu
ingin mencari wajah TUHAN dan juga dengan doa berkat imam yang mengatakan, “kiranya
Allah menghadapkan wajah-Nya kepadamu”. Pergumulan pemazmur ini lebih mirip
pergumulan Ayub yang menginginkan agar Allah pergi ke tempat lain dan jangan terus
menekan dia. Apa yang menyebabkan pemazmur ini bergumul sedemikian?
Pertama, karena dia sedang berhadapan dengan orang fasik. Terkadang di dalam kehidupan
ini kita, ketika berhadapan dengan orang yang tidak takut kepada Tuhan, apa pun yang kita
lakukan di hadapan mereka akan serba salah. Kita diam salah, kita bicara salah. Kita tidak
mengerjakan salah, kita mengerjakan pun salah. Karena itu pemazmur mengatakan, “aku kelu
di hadapan orang fasik.” Bisa jadi orang-orang fasik tersebut adalah bos kita, kolega kita,
keluarga kita, atau bahkan diri kita sendiri dengan suara hati dan pikiran yang saling
menuduh dan membela. Menghadapi tekanan yang sedemikian berat, pemazmur sadar betapa
fana, sebentar, dan sia-sia dirinya dan hidup ini, dia ingin segera bertemu dengan Tuhan.
Kedua, karena dia menanti-nantikan Tuhan dan berharap kepada Tuhan. Sesungguhnya tidak
ada yang tidak berdosa di hadapan Tuhan. Karena itu ketika kita berharap dan menanti-
nantikan Tuhan, sedangkan lingkungan kita semua melawan kita, maka kita akan segera sadar
bahwa memang tangan Tuhanlah yang melakukan ini semua dan penghakiman-Nya adalah
adil. Daud ingin agar pelanggaran-pelanggarannya dilepaskan oleh Tuhan dan tidak
diperhitungkan lagi. Satu hal yang kita boleh belajar dari Daud adalah dia selalu melihat
segala sesuatu dari perspektif Tuhan dan memiliki hubungan erat dengan Tuhannya. Bahkan
di dalam masa-masa “ketidakhadiran” Tuhan seperti ini, yang sebenarnya adalah
“kehadiran”-Nya yang mengikat Daud karena pelanggaran-pelanggaran Daud, Daud tetap
berdoa, berseru, berteriak, menangis, dan minta tolong kepada Tuhannya. Karena dia tahu dia
tidak memiliki jalan lain selain kembali kepada Tuhan. Jika Tuhan tidak bisa menolong, siapa
lagi yang bisa menolong? Jika Tuhan terasa jauh, maka teringatlah kita akan nenek moyang
kita yang lebih dahulu sudah memelihara iman dan memenangkan pertandingan iman;
bagaimana mereka bisa bertahan sampai akhir? Demikianlah Daud mengingat Abraham,
Ishak, dan Yakub yang hanyalah pendatang di muka bumi ini. Dan di tengah-tengah itu
semua, Daud berkata, mohon Tuhan berbelaskasihan dengan memberikan kelegaan barang
sebentar kepadanya karena dia tidak kuat lagi.
Kita bersyukur apabila kita hidup di dalam zaman Perjanjian Baru, kita memiliki Imam Besar
yang telah melintasi segala langit dan itu menjadi keyakinan kita bahwa dosa kita sudah
diampuni dan Dia menerima kita sepenuhnya. Di dalam berbagai pergumulan hidup ini yang
mirip dengan pergumulan Daud, kita bisa memohon Tuhan memberikan kelegaan kepada kita
karena kita tidak kuat, dan karena kita tahu persis hati-Nya untuk kita dan Dia mengerti
secara sempurna segala kelemahan dan pelanggaran-pelanggaran kita. Dia dijadikan berdosa
karena kita dan Dia menebus segala dosa kita. Amin.