Buletin PILLAR
  • Transkrip
  • Alkitab & Theologi
  • Iman Kristen & Pekerjaan
  • Kehidupan Kristen
  • Renungan
  • Isu Terkini
  • Seni & Budaya
  • 3P
  • Seputar GRII
  • Resensi
Renungan

Mengabdi pada Tuan yang Jahat

3 Juni 2025 | Imelda Manampiring 3 min read

“Money can’t buy happiness”, sebuah slogan terkenal yang sudah dianggap cliché. Oleh orang-orang yang kreatif dan iseng kemudian diperpanjang menjadi sebuah pemeo: “Money can’t buy happiness, tetapi lebih baik menangis di jok belakang BMW daripada di boncengan abang ojek.”

Di belakang lelucon tersebut sebenarnya tersirat sebuah pandangan dunia bahwa karena kesedihan menimpa baik orang kaya maupun orang miskin, mari kita menjadi kaya saja. Tetapi bagaimana firman Tuhan mengajarkan kepada kita mengenai penting tidaknya uang atau kekayaan?

Di dalam kisah orang kaya yang bodoh di dalam Injil Lukas, kita menemukan perkataan Tuhan Yesus kepada orang yang sedang berseteru dengan saudaranya perkara pembagian warisan, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu” (Luk. 12:15).

Sesungguhnya uang dan kekayaan bukanlah sesuatu yang jahat, melainkan ketamakan. Ketamakan menyebabkan kita cinta uang. Cinta uang membuat kita menjadikan uang dan kekayaan tuan kita. Kita menggeser otoritas Tuhan dalam hidup kita dan memberikan kuasa itu pada kekayaan. Dan firman Tuhan memberi peringatan akan hal ini: “Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka” (1Tim. 6:10). Uang dan kekayaan adalah tuan yang jahat.

Kita mungkin pernah membaca di media kisah para pemenang lotre bernilai puluhan bahkan ratusan juta dolar. Tidak sedikit kisah bagaimana kekayaan yang tiba-tiba mereka dapat itu menguap dalam satu sampai lima tahun saja. Sangat ironis membaca bahwa tidak sedikit mereka yang tiba-tiba jadi kaya ini kemudian bercerai, terlibat narkoba, bangkrut, dan bahkan bunuh diri.

Saya menyaksikan sendiri segala kemalangan yang datang pada mereka yang tamak. Di masa lalu sebagai seorang bankir, saya memimpin departemen collections yang tugasnya menagih utang pinjaman dan kartu kredit. Tentunya ada banyak kesulitan keuangan yang bisa dimengerti seperti yang diakibatkan karena sakit dan berbagai musibah. Tetapi lebih banyak lagi yang dikarenakan gaya hidup “besar pasak daripada tiang” dan “keeping up with the Joneses” alias iri hati pada orang yang tampak lebih makmur dan berlomba ingin pamer kekayaan juga.

Saya melihat bagaimana sifat manusia yang tidak pernah puas. Orang yang bergaji ratusan juta rupiah per bulan pun berutang di kartu kreditnya dan akhirnya menunggak. Mengapa banyak orang terpelajar yang paham keuangan tetap bisa terjerat utang?   

Di ekstrem yang lain, saya mengetahui bahwa peredaran uang judi online di negara ini ada di level triliunan rupiah. Per HARI! Bayangkan. Dan itu terdiri dari nominal yang kecil-kecil jumlahnya, yang berarti jutaan orang yang sehari-hari belum bisa mencukupi kebutuhan pokoknya malah menaruh harap pada judi.

Masalah keuangan selalu menempati posisi tinggi alasan perceraian di berbagai survei. Hubungan orang tua dan anak rusak karenanya, hubungan pertemanan rusak karena pinjaman uang yang tidak dikembalikan, hubungan antar kakak adik rusak karena warisan, hubungan antar partner bisnis rusak karena pembagian keuntungan, tingkat bunuh diri meningkat kala krisis ekonomi berkepanjangan.

Tuhan kita memberi peringatan lanjutan dalam cerita orang kaya yang bodoh. “… Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu. … Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau Ia tidak kaya di hadapan Allah” (Luk. 12:20-21).

C. S. Lewis dalam esainya “The Weight of Glory” mengatakan, “He who has God and everything else has no more than he who has God only.” Memiliki Tuhan dan keselamatan dalam Kristus adalah cukup, bahkan lebih berharga daripada memiliki seisi dunia tetapi kehilangan kemuliaan sorga. Sementara kita masih hidup di dunia, mari kita mencukupkan diri dengan pemberian-Nya sambil mengejar kekayaan pengenalan akan Tuhan dan bersukacita menikmati Dia sekarang dan selama-lamanya.

Imelda Manampiring
Mahasiswi STTRII

Tag: cinta uang, harta di dunia, ketamakan, uang dan iman, wealth on earth

Langganan nawala Buletin PILLAR

Berlangganan untuk mendapatkan e-mail ketika edisi PILLAR terbaru telah meluncur serta renungan harian bagi Anda.

Periksa kotak masuk (inbox) atau folder spam Anda untuk mengonfirmasi langganan Anda. Terima kasih.

logo grii
Buletin Pemuda Gereja Reformed Injili Indonesia

Membawa pemuda untuk menghidupkan signifikansi gerakan Reformed Injili di dalam segala bidang; berperan sebagai wadah edukasi & informasi yang menjawab kebutuhan pemuda.

Temukan Kami di

  facebook   instagram

  • Home
  • GRII
  • Tentang PILLAR
  • Hubungi kami
  • PDF
  • Donasi

© 2010 - 2025 GRII