Tuhan Yesus menjadi Manusia
Sesudah berbulan-bulan melewati pandemi dan merenung di tempat kita masing-masing,
mari kita melihat apa saja yang sudah kita renungkan seputar virus corona:
1. Melihat Tuhan (dan rencana-Nya) di balik semua yang kelihatan. [1]
2. Menghadapi ketakutan dengan mengasihi dan mengucap syukur. [2]
3. Melihat Tuhan (dalam kemurahan-keagungan-Nya) di dalam kerapuhan manusia pada
masa karantina. [3]
4. Mengabarkan Injil sambil menantikan kedatangan Tuhan Yesus. [4]
5. Mengenal kedaulatan Allah: hati penuh kasih sayang di balik murka yang menyala. [5]
6. Memiliki ketakjuban: menyembah Allah dan mengucap syukur. [6]
Poin 1 diambil dari refleksi kisah tulah pada sensus Daud. Poin 2 diambil dari refleksi
prinsip respons orang kusta yang disembuhkan. Poin 3 diambil dari refleksi kisah karantina
pengepungan Israel di zaman Elisa. Poin 4 diambil dari refleksi sejarah pandemi di dunia.
Poin 5 memperdalam refleksi poin 1 yang merupakan kisah tulah pada sensus Daud. Dan
poin 6 memperdalam refleksi poin 2.
Dan pada seri yang ketujuh ini, kita akan memperdalam refleksi melihat Tuhan di dalam
kisah Elisa. Bila di dalam poin 3, kita disentuh oleh kemurahan dan keagungan pemeliharaan
Tuhan pada masa karantina (2Raj. 6:8-7:20), di dalam poin 7 ini kita akan melihat Tuhan di
dalam masa selanjutnya. Apabila di dalam poin 3 kita belajar “melihat kemurahan dan
keagungan Tuhan”, maka di dalam poin 7 ini kita akan belajar “mengenal hati Tuhan: Tuhan
Yesus menjadi manusia”.
Peperangan dan Rencana Allah
Sebelum masa karantina, bangsa Israel sudah mengalami peperangan dengan Aram. Dan
pada waktu itu, yang terjadi hanyalah perang dingin dan pengepungan. Elisa memiliki hikmat
dari Allah yang melebihi hikmat dari agen rahasia mana pun. Elisa mampu mendamaikan
kedua negara yang sedang berperang pada waktu itu dengan kuasa dari Allah. Kemudian
Aram masih terus menerus menyerang dengan pengepungan dan membuat bangsa Israel memasuki
masa karantina (lockdown), ini yang kita bahas di artikel ke-3. Dan sesudah masa
karantina lewat, peperangan akhirnya terjadi dan itu tidak dapat dihindarkan lagi. Perempuan
Sunem yang mengasihi Tuhan diungsikan ke Filistin di masa peperangan dan Elisa ke
Damsyik masuk ke Kerajaan Aram.
Di sana, Elisa bertemu dengan Hazael yang diutus oleh Raja Benhadad untuk menanyakan
perihal sakitnya. Dan Hazael akhirnya mengetahui dari Elisa bahwa dia akan menggantikan
Benhadad dan bahkan menyerang Israel, baik kotanya, terunanya, perempuannya yang
mengandung, dan sebagainya. Bukankah ini suatu keadaan yang mengerikan?
Apabila kita melihat peristiwa Elisa bertemu dengan Hazael ini adalah mandat dari Tuhan
sendiri yang diberikan kepada Elia untuk mengurapi Hazael, Yehu, dan Elisa. Di dalam
pertemuan Elisa dan Hazael, dicatat bahwa Elisa menangis karena kehancuran yang akan tiba
kepada Kerajaan Israel. Dia menangis dan berubah dari nabi yang memberitakan keselamatan
menjadi nabi yang memberitakan penghakiman. Di sini kita melihat bahwa kisah Elisa tidak
akan banyak tercatat lagi sesudah ini selain mengutus nabi muda mengurapi Yehu dan kisah
akhir kematiannya yang menakjubkan. Selanjutnya adalah kisah Yehu yang menyingkirkan
keluarga Ahab dan nabi-nabi Baalnya. Elisa hanya akan berperan terhadap mereka yang
terluput dari pedang Yehu.
Dan akhirnya kita melihat bahwa peperangan tidak dapat dihindarkan dan bangsa Israel harus
mengalami kesulitan dari tekanan bangsa Aram pada waktu itu. Tujuan utama dari rencana
Allah sebenarnya adalah untuk menyingkirkan penyembahan berhala yang dibawa oleh Ahab
dan Izebel dengan Baal dan Asyeranya. Baal adalah dewa kesuburan, cuaca, dan perang,
sedangkan Asyera adalah dewi kesuburan dan keibuan. Baal itu sendiri arti literalnya adalah
tuan atau pemilik yang sangat bisa rancu dengan istilah Tuhan yang juga berarti tuan. Karena
itu, Baal sangat sulit dibedakan dengan Tuhan di dalam zaman bangsa Israel sehingga banyak
yang jatuh ke dalam penyembahan berhala. Bahkan, ada istilah Baal-berith di zaman Gideon
yang berarti lord of the covenant (= tuan atau tuhan perjanjian). Dan berhala Baal ini
sangat kuat dan membuat kita harus berperang dari zaman ke zaman, karena kita melihat dari
zaman ke zaman sampai zaman Tuhan Yesus, ada Beelzebul dan di dalam budaya Romawi dan Yunani
ada Jupiter dan Zeus yang adalah ekuivalen dari Baal. Bahkan di zaman Elisa, ekuivalen dari
Baal adalah Hadad di dalam bahasa Aram sehingga raja Aram itu memiliki gelar anak dari
tuan/tuhan yang adalah anak dari dewa Baal atau Hadad itu. Demikian pula, di Filistin juga
ada Baal-Zebub yang dicari oleh raja Israel Ahazia untuk bertanya mengenai kesembuhannya.
Baal-Zebub adalah lord of the flies yang dipercaya bangsa Filistin memberikan tulah
penyakit dari lalat atau tahi dan ada yang bilang bahwa itu adalah kata-kata ejekan dari
bangsa Israel dari Baal-Zebul yang berarti tuan yang diam di langit/sorga (lord of the
heavenly dwelling). Jadi, kita melihat, peperangan yang sesungguhnya adalah peperangan
rohani melawan sinkretisme dan penyembahan berhala.
Apa yang dapat kita pelajari dari kisah ini?
1. Peperangan dari zaman ke zaman
Kita yang hidup di dalam zaman Perjanjian Baru ini menyadari bahwa kita tidak dipanggil
untuk perang secara aktif seperti di zaman Perjanjian Lama untuk memunahkan bangsa-bangsa
karena Tuhan Yesus sendiri berkata bahwa Kerajaan-Nya bukan berasal dari dunia ini
dan malaikat serdadu-Nya bukan di dunia ini. Kita hanya dapat melakukan just war
(self-defense war) dari serangan seperti ketika Petrus diminta menyandang pedang sebelum
Tuhan Yesus naik ke atas kayu salib. Dan kita melawan penguasa kerajaan angkasa yang ada di
dunia ini untuk hidup benar, suci, adil, beriman, bijak, berhikmat, penuh penguasaan diri,
tekun, saleh, dan penuh kasih. Kita berperang menggunakan pedang Roh yaitu firman Allah,
doa, dan segenap perlengkapan senjata Allah. Untuk mengetahui kisah peperangan dari
zaman ke zaman ini, Anda juga bisa membaca
https://www.buletinpillar.org/transkrip/the-battle-of-the-ages-bagian-1.
2. Mengerti rencana Allah: keselamatan dan penghakiman
Di dalam dunia ini orang melihat naik turunnya kehidupan. Ada yang melihat hidup itu
seperti roda yang terkadang di atas dan terkadang di bawah. Tetapi apabila kita
menelusurinya lebih lanjut, sebenarnya ada tangan Tuhan yang merajut setiap peristiwa di
dalam kehidupan kita. Terkadang Tuhan menunjukkan kebaikan-Nya sebagai mata air
kehidupan kita, terkadang Tuhan menunjukkan murka-Nya agar kita belajar takut, gentar,
disipin, hormat, dan saleh di hadapan-Nya, yang adalah sempurna dan tak bercacat di
hadapan-Nya. Ini adalah peristiwa pengudusan. Kita sudah belajar mengenai Tuhan yang
pemurah-agung (artikel 3) dan berhati kasih sayang di balik murka (artikel 5), maka di
kesempatan kali ini kita melihat bahwa Allah yang berdaulat itu mengizinkan peperangan.
Sesudah Elisa menjalankan misi keselamatan melalui mendamaikan Israel dan Aram, lalu
Elisa menyelamatkan Samaria dari pengepungan (lockdown), berikutnya Elisa dengan
sedih menangis melihat misi penghakiman Tuhan. Elia sesuai dengan namanya “bergiat dan
semangat menyatakan bahwa Eli adalah Jah” (Elijah: My God is Jahweh; Allahku
adalah TUHAN; dan bukan yang lain). Sedangkan Elisa sesuai dengan namanya “bergiat dan
semangat menyatakan misi keselamatan Allah” karena Eli adalah Sa (Elisha: Allahku adalah
keselamatan) dan bersedih ketika melihat misi penghakiman dinyatakan, meskipun dari Allah
juga. Dan kita melihat betapa baiknya Tuhan yang mengasihi nabi-Nya. Elisa sampai akhir
hidupnya tidak diizinkan untuk melakukan penghakiman atas bangsanya sendiri dengan
tangannya sendiri. Dan bahkan di akhir hidupnya Elisa dipakai oleh Tuhan untuk memukul
mundur bangsa Aram dari Israel. Oh, betapa sulitnya pergumulan setiap nabi, tetapi Tuhan
tidak pernah memberikan misi melampaui kekuatan nabi tersebut. Dan Tuhan akan
menguatkan tiap nabi tersebut melakukan misinya meskipun sulit.
3. Mengenal hati Tuhan: keselamatan di tengah-tengah peperangan
Bruce Waltke di dalam Old Testament Theology menafsirkan paralelisme antara angin-gempa-api
dengan penghakiman Tuhan melalui Hazael-Yehu-Elisa. Dan puncaknya adalah suara Tuhan di dalam
angin sepoi-sepoi basa yang paralel dengan 7.000 remnant orang Israel.
Di tengah-tengah peperangan yang terjadi antara bangsa Israel dan Aram, bahkan di
tengah-tengah perang sipil yang terjadi antara penyembah Yahweh dan Baal, Tuhan memberikan
remnant: orang yang tetap setia menyembah Allah yang hidup satu-satunya dan benar.
Tujuh ribu orang tersebut tidak mencium Baal dan berkenan di hati Tuhan. Tuhan (Yahweh)
berkenan memberikan keselamatan kepada mereka. Remnant inilah yang dikasihi oleh Tuhan
dan berharga di mata Tuhan. Remnant inilah yang menjadi penghiburan bagi Elia dan Elisa
mengerti betul sehingga Elisa melanjutkan pelayanan Elia dengan bersahabat dengan para
remnant. Dan bagaimana remnant ini diselamatkan? Karena mereka mengenal hati
Tuhan, Tuhan sendiri yang menyisakan mereka. Dan bagaimana kita belajar mengenal Tuhan?
Dengan memohon pengertian dari Roh Kudus untuk membedakan antara ajaran asli dan
ajaran palsu agar terhindar dari sinkretisme. Antara Roh Allah yang sejati dengan roh
antikristus. Roh Allah yang sejati adalah roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah
datang sebagai manusia, berasal dari Allah; dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak
berasal dari Allah (1Yoh. 4:2-3). Misi keselamatan Elisa akan memuncak kepada misi
keselamatan Yesus. Allahku adalah keselamatan (Elisa) akan memuncak pada Juruselamat
(Yesus) yang berakar dari Yahweh itu keselamatanku (Yosua).
Bagaimana dengan Anda dan saya?
Sesudah masa karantina (lockdown atau PSBB), kita memasuki new normal. Ketegangan
juga terjadi di berbagai belahan dunia dan semoga tidak terjadi perang. Ada ancaman perang di
berbagai tempat. Bagaimana respons kita?
Apakah kita akan melihat bahwa ada peperangan yang lebih besar daripada sekadar
peperangan fisik? Apakah kita belajar bertumbuh melihat naik turunnya kehidupan di dalam
rangka Tuhan mau menguduskan kita dan menyatakan Injil keselamatan-Nya di dalam nama
Yesus Kristus? Allah sejati telah mengirimkan Yesus Kristus ke dalam dunia menjadi
manusia.
Haruskah perang terjadi di zaman yang maju dan modern sesudah Perang Dunia I dan II?
Kita harap tidak. Bagaimana sikap kita di tengah-tengah new normal? Tetap mencari
Tuhan, firman-Nya, dan hamba-Nya yang dipakai oleh-Nya untuk mengerti rencana-Nya. Dan
apabila akhirnya peperangan fisik harus terjadi, bagaimana respons kita? Kita menyadari
bahwa Tuhan akan memelihara remnant-nya yang mengenal hati-Nya untuk menuntaskan
misi keselamatan-Nya. Amin.
Endnotes:
[1] http://buletinpillar.org/renungan/wabah-virus-corona (Feb 2020)
[2] http://buletinpillar.org/renungan/ketakutan-kasih-dan-mengucap-syukur (Mar 2020)
[3] http://buletinpillar.org/renungan/melihat-allah (Apr 2020)
[4] http://buletinpillar.org/renungan/pandemi-dan-kedatangan-tuhan-yesus (Awal Mei 2020)
[5] http://buletinpillar.org/renungan/kedaulatan-allah (Akhir Mei 2020)
[6] http://buletinpillar.org/renungan/ketakjuban-menyembah-dan-mengucap-syukur (Awal Juni 2020)