Mengenal Kehendak-Nya

Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke
sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia
naik ke sorga. (Kis. 1:11)

Ditinggalkan orang yang kita kasihi tentu saja akan membuat kita terhenyak. Terkadang kita
merasa waktu berlalu begitu cepat. Terkadang kita merasa kuat dan sepertinya tidak merasa
apa-apa, tetapi beberapa jam atau hari kemudian baru kita sadar atau syok bahwa orang yang
kita kasihi itu sudah tiada. Tidak sedikit orang yang merespons dengan termangu-mangu dan
menatap dunia dengan pandangan kosong. Terkadang kita tidak siap memproses hal ini dan
dengan pikiran yang kosong, hanya bisa menengadah ke langit. Baru-baru ini, seorang rekan
kami juga harus kehilangan anak bungsunya yang baru berumur 3,5 bulan dan disusul oleh
kehilangan ayahnya sekaligus empat minggu kemudian. Kepergian seorang terkasih juga
menimbulkan reaksi yang berbeda-beda dari orang-orang terdekat orang terkasih tersebut. Di
Singapura sendiri, terjadi perbedaan pandangan yang cukup tajam di antara anak-anak Lee
Kuan Yew terhadap peringatan satu tahun meninggalnya Lee Kuan Yew. Kiranya kita boleh
berdoa agar Tuhan mengaruniakan keamanan dan kestabilan bagi negara ini yang menjadi
negara tetangga yang dekat dengan kita dan dapat dicontoh dalam banyak hal.

Dua ribu tahun lebih sudah berlalu sejak kenaikan Tuhan Yesus, apakah yang dapat kita
renungkan untuk kita resapi dan kita kerjakan? Apakah kita mengerti apa yang Tuhan
rindukan atau kita hanya melewati hari demi hari tanpa arah? Para rasul sendiri juga tidak
mengerti apa yang menjadi rencana Tuhan beberapa bulan kemudian sejak Yesus naik ke
sorga atau bahkan beberapa hari kemudian sejak Yesus naik ke sorga. Tetapi dua hal yang
mereka tahu dan mereka pegang:
    1.  Berdoa dan Menanti
    2.  Akan Menerima Kuasa dan Bersaksi

Itu sebabnya mereka berkumpul di ruang atas untuk berdoa. Bagaimana dengan kita? Apakah
kita melewati hari-hari kita dengan doa dan penantian? Ataukah kita melewati hari-hari kita
dengan keinginan untuk mengontrol situasi kita dan bahkan ingin mengetahui kehendak
Tuhan secara spesifik supaya bisa kita mengontrol dan mengantisipasi juga? Padahal
mungkin sesungguhnya, ironisnya, ketika kita benar-benar ingin mengetahui kehendak
Tuhan, justru kehendak Tuhan bagi kita saat-saat ini adalah hanya untuk berdoa dan menanti.
Jangan-jangan kita tidak merindukan kedatangan Tuhan kedua kali sesudah kenaikan-Nya
karena kita tidak pernah merasa kehilangan Tuhan? Dan bagaimana mungkin kita bisa
kehilangan Tuhan kalau kita tidak pernah mendapatkan Tuhan di dalam saat-saat doa yang
paling indah? Jangan sampai kita lebih menginginkan kehendak Tuhan daripada Tuhan
sendiri. Dan justru kehendak Tuhan yang paling dalam bagi kita adalah agar kita
mendapatkan diri-Nya sendiri, yaitu agar kita bergaul akrab dengan Dia.

Dan inilah rahasianya mengapa Tuhan ingin kita berdoa dan menanti. Karena Dia telah
menetapkan bahwa melalui doa dan penantian, hati kita dikuduskan dan diarahkan secara
benar untuk bergantung kepada-Nya dan menantikan kedatangan-Nya kedua kali. Untuk
merindukan Tuhan lebih dari apa pun juga di dunia ini, itulah yang menjadi kehendak-Nya
bagi kita. Amin.