,

Merayakan Kematian

Kematian itu menakutkan, terlepas dari apakah Anda di dalam Tuhan atau tidak. Mengapa? Karena kematian adalah sesuatu yang tidak diketahui, an unknown. Tidak ada orang yang bisa menceritakan kepada kita pengalamannya atas kematian. Lazarus sudah lama mati dan Alkitab tidak menuliskan perasaan Lazarus menjelang kematian dan apa yang dialaminya selama 4 hari dalam kubur. Satu-satunya hal yang dapat memberi keyakinan dan kelegaan dalam menghadapi kematian adalah fakta bahwa Tuhan kita, Yesus Kristus, pernah mati dan telah bangkit dari kubur, mengalahkan maut untuk selamanya. Namun, fakta itu tetap tidak menghilangkan kenyataan bahwa orang percaya akan berhadapan dengan kematian, bukan? Lalu, bagaimana?

Belakangan saya merenungkan kembali soal kematian karena kehilangan teman baik semasa kuliah, Victor Silaen. Kepergiannya yang cukup mendadak bagi saya, membuat saya berpikir ulang, apakah saya siap jika Tuhan sewaktu-waktu memanggil saya pulang? Lalu, apakah saya siap untuk menghadapi kematian? Seperti apa rasanya mati? Pemikiran ini membuat saya agak takut. Tetapi Tuhan terlalu baik, Ia menjawab kekhawatiran saya melalui sebuah video yang diunggah di YouTube. Video itu berjudul Bobbie Wolgemuth Celebration.

Awalnya saya sedikit bingung melihat video tersebut. Setting-nya di gereja yang dipenuhi jemaat yang menurut pengamatan saya dihadiri sekitar 500 orang. Ada sejumlah karangan bunga dukacita dan sebuah peti jenazah ditaruh di depan tepat di bawah mimbar. Berarti itu adalah ibadah pemakaman (funeral service). Tetapi suasananya seperti tidak sedang berduka. Seperti judul videonya, ibadah tersebut adalah sebuah perayaan,
a celebration! Pernahkah Anda berpikir bahwa kematian adalah sebuah perayaan? Lihatlah kematian Yesus Kristus!

Ada 2 perkara yang semakin membukakan mata hati saat menonton video di atas. Pertama, ibadah pemakaman tersebut merupakan sebuah proklamasi bahwa Kristus telah mengalahkan maut. Kuasa maut telah dihancurkan, sengatnya telah dipatahkan (1Kor. 15:5). Jika demikian, tidakkah selayaknya orang percaya merayakan kematian karena Kristus telah menang atas maut? Kedua, ibadah pemakaman di atas juga merupakan sebuah perayaan atas orang beriman yang sudah menyelesaikan pertandingan iman. Seperti ucapan Rasul Paulus, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman” (2Tim. 4:7). Bayangkan seorang pelari maraton seperti John Stephen Akhwari dari Tanzania, dengan lutut yang cedera berat dan bahu terluka, berhasil menyelesaikan garis akhir di Stadion Olimpiade Kota Meksiko tahun 1968. Tidakkah penonton akan bersorak gembira dan penuh haru waktu ia akhirnya menyelesaikan garis akhir? Demikian pula waktu seorang percaya menyelesaikan pertandingan iman, tidakkah kita bersukacita atas kemenangannya dalam Tuhan?

Sebentar lagi tahun 2015 akan berakhir. Saatnya kembali dengan serius memikirkan seluruh perjalanan iman kita. Adakah hidup kita merupakan sebuah tontonan dari pertandingan iman yang baik? Suatu saat, jika pertandingan iman kita selesai, patutkah dirayakan sebagai sebuah kemenangan atau justru sebaliknya?

Ev. Maya Sianturi Huang
Kepala SMAK Calvin