,

Patience

Kata patient (bahasa Inggris) tidak hanya berarti sabar, tetapi juga bisa berarti pasien atau penderita. Berasal dari bahasa Latin, pati, yang artinya adalah menghadapi, menanggung, atau menderita. Jadi secara tidak langsung kesabaran menuntut sebuah kapasitas untuk menanggung penderitaan.

Wikipedia memberikan uraian yang menarik tentang virtue alias kebajikan yang satu ini. Kesabaran adalah sebuah kemampuan untuk menerima masalah, penderitaan, atau penundaan tanpa menjadi marah dan kecewa. Karakter yang menakjubkan, bukan? Sebuah sifat yang diturunkan oleh Tuhan kepada gambar-Nya. Semua sifat Tuhan memang sangat menawan dan menakjubkan.

Sebagai makhluk moral, manusia diberikan kemampuan untuk membuat pilihan. Menimbang-nimbang keputusan yang lebih tepat pasti memerlukan waktu. Menurut Hud McWilliams manusia cenderung untuk memilih tawaran jangka pendek. Dengan kata lain, kita menyukai ganjaran yang instan. Tidak perlu menunggu lama. Kesabaran dalam hal ini akan menolong kita membuat keputusan yang lebih tepat, yaitu keputusan yang mendatangkan ganjaran yang lebih berharga namun mensyaratkan jangka waktu yang panjang untuk mendapatkannya. Mirisnya, Wikipedia mencatat studi tahun 2012 yang melibatkan jutaan pemirsa penonton video via internet menunjukkan bahwa mereka yang memiliki koneksi internet yang lebih cepat kurang sabar dibanding yang memiliki koneksi internet yang lebih lambat. Artinya, seiring dengan percepatan teknologi, terjadi penurunan tingkat kesabaran. Hal ini tentunya semakin menyulitkan kebanyakan manusia karena kesabaran adalah salah satu kebajikan yang dituntut.

Sebuah artikel daring di Psychology Today yang ditulis oleh Judith Orloff, M.D. berjudul The Power of Patience mungkin bisa menjadi tambahan pokok doa kita. Orloff mengatakan bahwa keajaiban dunia digital telah mempropagandakan sebuah emotional zeitgeist dengan toleransi yang sangat rendah untuk rasa frustrasi. Dan rasa frustrasi hampir selalu terjadi, padahal frustrasi bukan kunci pada pintu apa pun. Selanjutnya Orloff menjelaskan bahwa sabar tidak berarti pasif atau menarik diri karena sabar itu aktif dan merupakan sebuah kekuatan. Sebuah kekuatan emosi yang membuat bebas untuk menanti, memperhatikan, dan mengetahui apa yang harus dilakukan. Kesabaran memberi kekuatan untuk menarik napas dengan lega, suatu hal yang selalu kita rindukan. Namun, Orloff juga mengingatkan bahwa kesabaran adalah sebuah praktik rohani seumur hidup. Kalimat terakhir ini harusnya membuat kita berhenti dan merenung. Apakah kita terdorong untuk serius mengusahakan hal ini atau sekadar terhibur mengetahui lebih banyak tentang kesabaran?

Lalu bagaimana dengan iman Kristen sendiri? Lebih jauh lagi, Alkitab dipenuhi kisah-kisah yang menunjukkan kesabaran Allah yang luar biasa. Sebagai gambar-Nya, sejak awal pun Tuhan menghendaki manusia untuk bersabar mengikuti rencana Tuhan. Menikmati apa yang disediakan-Nya. Namun Adam, wakil kita semua, memilih untuk mengikuti kata hatinya sendiri. Di tengah-tengah pemberontakan manusia, Allah tetap bersabar. Dan puncak kesabaran-Nya adalah dengan meremukkan Anak-Nya yang Tunggal. Salib adalah puncak murka Allah tetapi sekaligus puncak kesabaran Yesus Kristus, Anak Allah.

Kontemplasi tentang Yesus yang disalibkan dan tidak membalas tetapi mengampuni, seharusnya menyadarkan kita. Allah adalah satu-satunya Ahli “mereka-reka yang jahat menjadi kebaikan” karena Ia bekerja dalam segala peristiwa yang dialami anak-anak-Nya. Mungkin kalimat Yusuf berikut ini perlu kita camkan dalam-dalam:

Aku inikah pengganti Allah? Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan…” (Kej. 50:19b-20a). Pahamkah Anda bahwa kita sering tidak sabar karena merasa diri layak, bahkan lebih dari Tuhan? Tuhan sendiri pun penuh kesabaran. Kita? Soli Deo gloria.

Ev. Maya Sianturi Huang
Kepala SMAK Calvin