Hari-hari ini kita merasakan kehidupan yang makin individualistis. Masing-masing sibuk dengan kehidupannya, karirnya dan keluarganya. Dalam 24 jam, terlalu banyak kegiatan yang digunakan dan waktu yang tersita untuk melakukan berbagai hal. Banyak orang menyebutnya sebagai perjuangan hidup.
Apalagi, belakangan ini kondisi ekonomi sedang tidak baik. Banyak orang kehilangan pekerjaan dan kesempatan untuk hidup lebih baik. Dan ini terjadi secara gobal. Di beberapa survei, ketakutan kehilangan pekerjaan dan kekhawatiran menjadi pengangguran, sementara tanggung jawab begitu besar, membuat banyak pihak memilih berjuang lebih keras. Manusia makin merasa bahwa ia hanya akan bertanggung jawab pada diri sendiri.
Siapa yang tidak ingat akan kisah dalam Lukas 16:19-31. Seorang yang ditulis sebagai orang “kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan”, dikisahkan berhadapan dengan “seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok”. Kontras. Mereka bukan hanya dikisahkan berbeda tampilan dan perilaku sejak dalam dunia, tetapi juga ketika tiba di Hades. Orang kaya itu di dalam tempat penghukuman yang begitu panas, sementara Lazarus di pangkuan Abraham. Dan dikisahkan, di sana, orang kaya itu memohon supaya Abraham mengirimkan Lazarus ke rumah ayahnya, untuk memberikan peringatan kepada kelima saudaranya, “agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini”.
Permintaan itu mustahil. Tak mungkin Lazarus datang lagi ke alam yang telah berbeda. Tetapi Abraham menyampaikan sebuah penjelasan bahwa peringatan itu sebenarnya begitu mudah dilakukan. Kelima saudaranya telah memiliki kesaksian Musa dan para nabi. Itulah yang harusnya didengarkan oleh kelima saudara orang kaya itu.
Kita patut merenungkan sesuatu yang penting di situ. Jika mengirimkan Lazarus adalah sesuatu yang mustahil, lalu apa makna jawaban Abraham bahwa kesaksian Musa dan para nabi dapat digunakan untuk memberitahu mereka yang masih ada di dunia ini?
Di sinilah kita melihat sebuah fakta di balik kemustahilan permintaan orang kaya tadi. Benar bahwa Lazarus tidak mungkin kembali ke dunia. Namun di dunia ini, ada orang lain yang bisa menyampaikan firman Tuhan (baca: kesaksian Musa dan para nabi). Benar bahwa dunia yang terpisah tidak memungkinkan mereka yang telah berada di Hades untuk turun ke dunia ini. Tetapi di dunia ini, kata Abraham, masih ada yang belum berpindah ke Hades, yang masih bisa berbicara dan menyampaikan peringatan.
Siapa itu? Kita. Manusia yang bisa membacakan dan menyaksikan isi Alkitab kepada semua orang yang kita anggap saudara-saudara kita sendiri. Kitalah “kesaksian Musa dan para nabi” yang berbicara mengenai Tuhan, penebusan-Nya, dan jaminan keselamatan yang ditawarkan-Nya. Kitalah para pembawa peringatan itu.
Terlalu sibukkah kita untuk urusan kehidupan, sehingga kita tak pernah ambil bagian dalam upaya memperingatkan saudara-saudara kita yang masih di dunia ini agar mereka melihat ancaman hukuman Allah? Terlalu sibukkah kita menyelamatkan hidup sendiri, sampai tak ada waktu membagi traktat, berbagi injil, atau sekadar menyampaikan kesaksian mengenai hukuman Tuhan, dan membiarkan saudara-saudara kita melangkahkan kaki menuju Hades tanpa iman? Jika ya, jika kita mengatakan bahwa urusan kehidupan kita begitu rumit dan membutuhkan kita, jika kita mengatakan bahwa diri kita harus berjuang untuk menjalani kehidupan sementara urusan orang lain adalah urusan mereka, nurani kita perlu diperbaiki. Berdoalah agar kita dipulihkan, kembali kepada panggilan untuk menjadi pembawa peringatan kepada sesama kita.
Fotarisman Zaluchu
Jemaat GRII Medan