Apa yang menjadi pertaruhan terbesar Saudara dalam hidup ini? Investasi saham? Bisnis? Pernikahan? Oh iya, kalau salah investasi, salah berbisnis, salah menikah, tentu dapat menimbulkan kesulitan yang tidak hanya seberapa. Satu lagi yang sering ditambahkan orang percaya adalah salah memilih Tuhan, meski pada dasarnya Tuhan yang terlebih dahulu memilih kita. Keputusan yang salah terhadap hal ini bisa fatal, ya tentu saja! Namun ternyata pertaruhan yang terbesar yang pernah ada dalam sejarah adalah ketika salah mengikuti perintah. Alih-alih mengikuti perintah Allah untuk tidak memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat, sepasang manusia pertama memilih mengikuti perintah ular dan keinginan hati yang menyimpang. Akibatnya? Kita semua harusnya tahu, manusia hidup bergelimang sengsara karena dosa. Sejak itu sejarah manusia banyak dipenuhi kisah-kisah duka. Lalu apa yang menjadi pengharapan untuk menjalani kehidupan tanpa kehilangan arah?
Lukisan yang digunakan Pdt. Jadi S. Lima di foto profilnya menarik perhatian saya. Ternyata itu adalah lukisan yang dibuat oleh Sister Grace Remington, berjudul “Mary and Eve”. Dua perempuan yang menjadi “penentu” sejarah. Yang seorang mengarahkannya kepada kejahatan, yang lain kepada kebenaran. Namun yang sangat menyentuh dari lukisan itu adalah berita Injil! Silakan melihat lukisan itu di internet dan menghayati pesan yang ingin disampaikan oleh Sister Remington. Lalu mengapa menyimpang ke cerita tentang lukisan itu?
Sebentar lagi kita akan merayakan salah satu dari beberapa hari penentu dalam sejarah, yaitu Jumat Agung yang mengingat peristiwa penyaliban Kristus. Mengapa Yesus disalib? Karena melakukan seluruh kehendak Bapa. Mengapa Yesus rela disalib? Karena itu adalah kehendak Bapa-Nya. Jadi? Jadi, salib menunjukkan kepada kita sebuah kehidupan yang utuh dipersembahkan kepada Allah. Hidup yang hanya untuk melakukan kehendak Allah dan tidak untuk yang lain. Inilah hidup yang utuh, hidup yang sempurna, hidup yang diperkenan Allah.
Sebelum naik ke salib, Yesus bergumul di Taman Getsemani. Kehendak siapa yang harus dilaksanakan? Itu adalah sebuah pertaruhan yang terlalu besar! Pertaruhan yang menentukan seluruh arah sejarah manusia. Ini adalah detik-detik paling penting dalam kehidupan umat manusia. “Ya, Bapa, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” Apa pun yang Bapa mau, entah mengambil cawan atau harus meminumnya, Yesus ingin melakukan HANYA apa yang menjadi kehendak Bapa!
Wajar jika Yesus kemudian memakai ukuran yang sama terhadap manusia. Bukan mereka yang sekadar berseru, “Tuhan, Tuhan,” tetapi mereka yang melakukan kehendak Bapa yang dapat masuk Kerajaan Sorga. Adam pertama menolak melakukan kehendak Bapa. Adam kedua, hidup untuk menjalankan kehendak Allah. Lalu, dapatkah kita berkata, saya ada di dalam Adam kedua, maka saya diperhitungkan telah menjalankan seluruh kehendak Allah? Itu benar! Namun pertanyaannya, apakah hal itu terlihat dalam hidup sehari-hari kita?
Setiap hari kita sering gagal melakukan kehendak Allah, dan hal itu seharusnya membuat kita susah seperti ekspresi Hawa dalam lukisan di atas. Saat yang sama, Injil Yesus Kristus memberi sukacita dan pengharapan karena dosa sudah diremukkan, seperti yang ditunjukkan lewat figur anak dara. Jadi, apakah melakukan kehendak Allah menjadi pertaruhan terbesar hidup kita? Pertaruhan tidak melakukan kehendak Allah terlalu besar, sampai membawa Allah turun menjadi manusia dan mati di salib. Pertaruhan tidak melakukan kehendak Allah juga terlalu riskan, karena kita bisa terhilang selamanya.
Vik. Maya Sianturi Huang
Wakil Koordinator Bidang Pendidikan Sekolah Kristen Calvin