Pohon Berjalan-jalan

“Belum jugakah kamu faham dan mengerti? Telah degilkah hatimu? Kamu mempunyai mata,
tidakkah kamu melihat dan kamu mempunyai telinga, tidakkah kamu mendengar? Tidakkah kamu
ingat … ” Markus 8:17-18

Wah, bayangkan kalau seseorang berkata demikian kepada kita. Apakah kita akan tertunduk
malu atau biasa saja?

Perkataan itu keluar dari mulut Tuhan Yesus dan ditujukan kepada kedua belas murid yang
selalu bersama-sama dengan Dia. Para murid lingkar dalam yang selalu ada di dekat Tuhan
Yesus, setiap hari mendengar semua ajaran Tuhan Yesus dan melihat semua mujizat yang
dilakukan-Nya. Mengapa Tuhan Yesus menegur para murid sedemikian keras? Perkataan
ini dikatakan pada saat Tuhan memberi makan 4.000 orang. Kejadian ini hampir sama
dengan kejadian sebelumnya saat Tuhan memberi makan 5.000 orang. Jadi, seharusnya
dari pengalaman pertama, para murid dapat memberikan jawaban yang tepat ketika Tuhan
Yesus ingin memberikan makanan kepada 4.000 orang yang telah mengikuti Dia selama 3
hari untuk mendengarkan ajaran-Nya. Tetapi, para murid sebaliknya dengan kesal menjawab
bahwa hal itu tidak mungkin, mana mungkin cukup mencari makan di tempat yang terpencil
ini. Kemudian, Tuhan Yesus membuat mujizat dengan memberi makan 4.000 orang dari
7 roti. Orang-orang Farisi kemudian ingin bersoal jawab dengan-Nya, tetapi Tuhan tidak
meladeni mereka dan pergi meninggalkan mereka. Lalu Ia memerintahkan para murid untuk
waspada terhadap ragi orang Farisi dan Herodes, tetapi para murid malah berpikir bahwa
Tuhan Yesus menegur mereka karena mereka lupa membawa roti.

Inilah yang dilihat para murid, yakni apa yang dilihat oleh mata jasmani, roti yang kelihatan.
Ketika dihadapkan pada situasi harus memberi makan 4.000 orang di tempat terpencil,
mereka juga hanya melihat pada diri sendiri sebagai manusia yang sedemikian terbatas, mana
mungkin memberi makan 4.000 orang, uang sebanyak apa pun yang mereka miliki tidak
mungkin cukup untuk membeli makanan, dan seandainya ada uang, tidak ada orang yang
menjual makanan sedemikian banyak, apalagi di tempat yang terpencil! Mereka tidak ingat
pengalaman sebelumnya di mana Tuhan Yesus memberi makan 5.000 orang. Mereka tidak
melihat siapakah Tuhan Yesus. Mereka tidak belajar dari pengalaman pertama, karena itulah
mereka ditegur.

Setelah teguran itu, Tuhan Yesus menyembuhkan orang buta dengan cara yang unik, yaitu
dengan meludah ke matanya lalu menaruh tangan-Nya di atas mata orang itu. Namun orang
itu hanya dapat melihat dengan samar-samar, ia melihat orang seperti pohon berjalan. Lalu
Tuhan Yesus meletakkan tangan-Nya sekali lagi di atas matanya, dan kemudian ia melihat
dengan sikap yang berbeda. Sekarang ia melihat dengan saksama (looked intently), maka ia
dapat melihat segalanya dengan lebih jelas.

Mengapa Tuhan Yesus menyembuhkan dengan cara dua kali meletakkan tangan-Nya ke
atas mata orang buta seperti itu? Bukankah cukup dengan berkata-kata pun orang buta itu
bisa langsung sembuh? Kenapa harus repot-repot dan memakai waktu yang lama untuk
meludahi mata orang itu dan menaruh tangan-Nya di atas mata itu? Terlebih dengan
kemudian menanyakan kepadanya apakah ia melihat sesuatu? Apakah Tuhan Yesus ragu
akan kehebatan-Nya sehingga harus dikonfirmasi oleh si pasien? Herannya, kenapa orang
buta itu mengatakan bahwa ia melihat, padahal yang seharusnya berbentuk orang dilihatnya berbentuk pohon berjalan? Apakah Tuhan Yesus harus meludahi mata orang buta setengah
itu sekali lagi? Apakah tadi ludah-Nya kurang banyak? Ataukah cara itu tidak berhasil?
Tuhan Yesus sekali lagi meletakkan tangan-Nya di atas mata orang setengah buta itu agar ia
sadar bagaimana seharusnya ia melihat, dengan sikap seperti apa. Ini dicatat di Alkitab bahwa
kini ia melihat dengan saksama dan menjadi sembuh (looked intently and was restored)
sehingga ia dapat melihat segala sesuatu, bukan hanya orang saja, dengan jelas.

Mengapa setelah Tuhan Yesus menegur para murid karena mereka memiliki mata tetapi tidak
melihat, ia menyembuhkan orang buta dengan cara demikian? Apakah ada arti tersendiri
yang ingin Tuhan ajarkan kepada para murid? Tuhan Yesus sudah “meludahi” mata rohani
kita untuk mencelikkannya dan “menaruh tangan-Nya” ke atas mata rohani kita dan secara
samar-samar kita mulai melihat hal-hal yang rohani yang selama ini gelap bagi kita. Tetapi
yang samar-samar itu bukanlah yang Tuhan inginkan kita untuk melihat; Tuhan ingin kita
melihat dengan jelas. Maka dari itu Tuhan Yesus perlu mengatakan hal sedemikian keras,
Ia perlu “meletakkan tangan-Nya” atas mata rohani kita sekali lagi, agar kita sadar, “ngeh”,
bahwa kita harus melihat dengan saksama, kita harus rajin menyelidiki Alkitab, mengenal
Tuhan bukan hanya dari “kata pendeta gereja saya begini begitu”. Tidak lagi asal lalu, tidak
lagi puas dengan hanya mengenal sedikit tetapi kita harus menuntut diri untuk melihat
dengan sesungguh-sungguhnya, berjumpa dengan Kristus ketika kita menelaah Alkitab secara
pribadi, mengenal-Nya dalam doa-doa kita, dalam setiap langkah hidup kita sehari-hari.

Jangan puas dengan melihat Tuhan Yesus sebagai Juruselamat saja, tetapi hendaklah kita
juga melihat-Nya sebagai Tuhan atas seluruh hidup kita. Sudah berapa lama kita menjadi
orang Kristen? Lima tahun, sepuluh tahun, dua puluh tahun, atau bahkan sampai lima puluh
tahun, apakah kita masih melihat Tuhan Yesus seperti super hero saja, cerita indah masa lalu
ketika kebutuhan kita dipenuhi-Nya, permintaan kita dikabulkan-Nya? Ataukah kita melihat
seluruh kepenuhan Allah Bapa di dalam diri Tuhan Yesus, cerita ini di masa kini dan masa
kekekalan nanti, di mana Dialah Tuhan atas hidupku dan matiku? Ataukah Tuhan Yesus
harus mengulang perkataan yang dicatat dalam Markus 8:17-18 kepada kita untuk kedua atau
ketiga kalinya agar kita sadar?