Renaisans atau kelahiran kembali (rebirth) adalah sebuah periode yang membawa Eropa pada kebangkitan kebudayaan setelah mengalami masa stagnasi. Sebuah pendapat mengaitkan kemunculan Renaisans dengan kejatuhan Konstantinopel pada tahun 1453. Sejak keruntuhan Romawi Barat, Konstantinopel menjadi pusat kebudayaan Kristen. Tetapi sewaktu Turki Ottoman merebut kota ini, banyak ilmuwan dan ahli-ahli Gerika yang mengungsi ke Eropa khususnya Italia. Mereka melarikan diri karena ingin menyelamatkan manuskrip klasik mereka yang berharga.
Untuk bertahan hidup dalam pengungsian, mereka mengajarkan teori-teori klasik kepada ilmuwan Eropa sekaligus membagikan kemampuan berbahasa Yunani. Hal inilah yang mendorong para ilmuwan Eropa untuk kemudian kembali pada teks-teks kuno tersebut.
Tentu saja peristiwa di atas tidak cukup untuk mendorong munculnya gerakan kebudayaan Renaisans. Kejenuhan pada konteks Abad Pertengahan menjadi pendorong utama masyarakat Eropa masuk ke dalam Renaisans. Apa yang menjadi penyebab kejenuhan masa itu? Penekanan sisi kehidupan hanya pada satu aspek. Yesus Kristus menjanjikan hidup yang berkelimpahan (Yoh.10:10b). Gereja Abad Pertengahan membatasi hidup kekristenan dan masyarakat umum pada satu aspek yang sempit, yaitu nasib di akhirat. Itu pun dalam pengajaran dan pengertian yang tidak sesuai dengan kebenaran firman Tuhan. Manusia Abad Pertengahan ditarik untuk mengabaikan kemanusiaan mereka.
Tidaklah mengherankan jika kehadiran Renaisans mendapat sambutan luar biasa. Karena salah satu esensi dari semangat Renaisans adalah pandangan bahwa manusia tidak hanya memikirkan hidup di dunia yang akan datang, tetapi juga harus memikirkan hidup di dunia yang sekarang ini. Renaisans menjadi titik awal kemunculan peradaban Eropa yang modern.
Semangat humanisme menjadi dasar gerakan Renaisans. Hal ini terlihat dalam pengajaran filsafat masa ini, dalam karya literatur yang diterbitkan, dalam karya seni dan arsitektur yang dibuat, bahkan dalam sistem sosial-politik yang dibangun. Manusia seperti menemukan kembali dirinya dalam semangat Renaisans. Benarkah demikian?
Bapa Gereja, Agustinus mengatakan bahwa manusia diciptakan untuk sang Pencipta. Jika tidak kembali kepada tujuan sang Pencipta, maka jiwa manusia akan terus berada dalam kegelisahan yang tak berkeputusan. Reformator, John Calvin, melontarkan satu prinsip hidup yang penting: Duplex Cognito Dei. Mengenal Allah, mengenal diri. Dengan mengenal Allah, kita mengenal diri kita. Inilah hidup yang utuh. Hidup yang sesungguhnya.
Sejarah Abad Pertengahan menunjukkan kegagalan memanusiakan manusia. Sejarah Renaisans yang membuat manusia menemukan kemampuan dirinya, gagal membuat manusia mengenali sang Pencipta yang telah menjadikannya. Kembali kepada Kitab Suci, Sola Scriptura, salah satu slogan Reformasi, membawa manusia menjadi manusia sejati ketika kembali kepada sang Pencipta.
Ke mana orientasi hidup yang sekarang sedang pembaca jalani? Seperti semangat Abad Pertengahan? Renaisans? Atau Reformasi?
Ev. Maya Sianturi
Pembina Remaja GRII Pusat
Kepala SMAK Calvin