Di dalam artikel bulan Januari, kita sudah membahas bagaimana melalui mujizat Allah menyatakan diri-Nya. Sering kali karya mujizat Allah ini dimengerti sebagai extraordinary act of God. Pengertian ini cukup tepat dan sering digunakan oleh banyak theolog. Namun, pengertian ini perlu berimbang dengan pengertian mengenai providence atau pemeliharaan Allah yang sering kali dimengerti sebagai ordinary act of God. Walaupun beberapa theolog menilai definisi tersebut tidak cukup tepat untuk membedakan miracle dengan providence, tetapi pengertian inilah yang cukup banyak digunakan oleh para theolog. Di dalam artikel ini, kita akan melihat bagaimana providence Allah merupakan karya Allah yang bukan hanya menunjukkan kuasa Allah saja tetapi juga pernyataan diri Allah kepada ciptaan-Nya. Kita akan melihat bagaimana Allah mengatur mulai dari hal yang bersifat umum hingga ke hal-hal kecil di dalam hidup setiap individu manusia, karena Ia adalah Allah atas seluruh alam semesta ini.
Providence and Miracle
Di dalam Westminster Shorter Catechism, providence didefinisikan sebagai berikut: “God’s work of providence are, His most holy, wise, and powerful preserving and governing all His creatures, and all their actions.” Melalui definisi ini, secara sederhana kita bisa melihat bahwa di balik pemeliharaan Allah ini, kita dapat melihat hikmat dan kebesaran-Nya. Namun karena hal ini bersifat reguler atau sesuatu yang secara umum terjadi di sekitar kita, maka sering kali kita tidak menyadarinya. Kita menganggap hal-hal ini begitu biasa dan tidak menarik perhatian kita. Berbeda dengan miracle atau mujizat yang secara fenomena saja begitu menarik perhatian.
Namun, Alkitab tidak memberikan perbedaan yang begitu tajam antara providence dan miracle tersebut. Keduanya dijelaskan bergantian di dalam Alkitab. Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan providence bisa digunakan untuk menjelaskan miracle. Begitu juga sebaliknya, ketika menjelaskan providence, Alkitab juga menggunakan bahasa untuk menjelaskan miracle. Misalnya di dalam Mazmur 107, ini merupakan mazmur yang menceritakan kebesaran dan keagungan Tuhan. Pasal ini dimulai dengan menjelaskan Allah yang menyatakan kebesaran-Nya di masa Israel berada di padang gurun. Namun di bagian tengah hingga akhir pasal ini, pemazmur menceritakan kebesaran Tuhan di dalam hal yang umum seperti memberikan orang air dan makanan. Lalu di Mazmur 136, yang juga menuliskan mengenai kebesaran Tuhan, dituliskan mengenai karya-karya Allah yang agung baik di dalam penciptaan, peristiwa Keluaran, hingga Allah yang memberikan makanan kepada semua. Sehingga baik pemeliharaan Allah maupun pekerjaan mujizat Allah, keduanya sama-sama menggambarkan kebesaran Allah.
Jikalau kita memikirkan hal ini dengan lebih saksama, kita pasti menyadari bahwa pemeliharaan Allah itu pun adalah sebuah mujizat. Apakah menciptakan lebih memerlukan kuasa dan kebijaksanaan daripada memelihara, memberi makan makhluk hidup berikut dengan menopang seluruh ciptaan? Tentu saja kita akan menyadari bahwa kedua pekerjaan ini adalah pekerjaan yang sama-sama berat dan tidak mudah dilakukan. Bahkan pekerjaan Allah yang memelihara bermiliar-miliar orang di dalam dunia ini, termasuk memelihara seluruh ciptaan lainnya, adalah pekerjaan yang begitu kompleks dan mustahil dapat dikerjakan oleh manusia. Sehingga pekerjaan pemeliharaan Allah adalah sebuah mujizat juga di dalam pengertian tertentu. Oleh karena itu, respons yang tepat dari orang-orang yang mengalami atau menyaksikan mujizat Allah adalah dengan melihat dan mencari kebesaran Allah di dalam hal-hal yang “ordinary”, di dalam pemeliharaan Allah atas kehidupan seluruh umat manusia atau bahkan alam semesta. John Frame menjelaskan bahwa perbedaan miracle dan providence hanya di dalam masalah spectrum, bukan perbedaan yang jelas atau tajam. Di dalam konteks inilah kita bisa mengerti bahwa mujizat memiliki spectrum yang “more extraordinary”, tetapi keduanya sama-sama adalah pekerjaan Allah yang agung.
Selanjutnya, kita akan melihat hal-hal atau pengenalan akan Allah apa saja yang kita peroleh dari merenungkan pemeliharaan Allah tersebut.
Efficacy
Alkitab berulang kali menyatakan bahwa Allah tidak pernah gagal untuk mencapai atau menyelesaikan apa yang sudah Ia mulai atau rencanakan. Walaupun ciptaan-Nya menolak bahkan memberontak kepada-Nya, mereka tidak dapat bertahan menghadapi kuasa Allah. Inilah yang dimaksud dengan efficacy. Kuasa pemeliharaan Allah selalu berhasil di dalam mencapai atau menyelesaikan yang Ia inginkan. Salah satu analogi yang digunakan Alkitab untuk menggambarkan hal ini adalah gambaran seorang tukang periuk dan tanah liat. Roma 9:19-24 menyatakan sebuah pertanyaan kepada manusia, “Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’” Pertanyaan ini bukan hanya menunjukkan bahwa Allah berhak atas hidup kita, tetapi juga Ia berkuasa untuk mengatur dan membentuk hidup kita. Tujuan apa pun yang Ia berikan kepada kita sebagai tanah liat-Nya, kita tidak berhak untuk komplain apalagi memberontak kepada-Nya.
Konsep inilah yang mendasari doktrin irresistible grace. Alkitab mencatat bahwa orang-orang berdosa menolak dan memberontak kepada Allah, tetapi mereka tidak pernah berhasil di dalam usahanya tersebut. Ketika Allah ingin mempertobatkan seseorang, maka orang yang paling keras melawan Allah pun akhirnya harus tunduk bahkan akhirnya menjadi seorang pemberita Injil yang paling tekun. Seorang penganiaya jemaat Allah seperti Saulus, dapat takluk dan akhirnya menjadi seorang rasul yang memberitakan Injil kepada berbagai bangsa. Sehingga baik di dalam hal yang sifatnya umum maupun di dalam kaitan dengan keselamatan, kita bisa melihat bahwa pemeliharaan Allah menyatakan Allah yang berkuasa untuk mencapai apa pun yang Ia kehendaki di dalam dunia ciptaan tersebut. “TUHAN melakukan apa yang dikehendaki-Nya, di langit dan di bumi, di laut dan di segenap samudera raya” (Mzm. 135:6).
Universality
Pemeliharaan Allah bukan hanya menunjukkan bahwa Allah berkuasa dan berhak untuk menyatakan apa yang Ia kehendaki, tetapi juga menyatakan bahwa Ia berkuasa atas setiap bagian di dalam alam semesta ini. Allah mengontrol segala sesuatu yang terjadi di dalam alam semesta ini berdasarkan His universal covenant.
Ia berkuasa atas alam. Ia mengatur seluruh detail alam semesta ini berdasarkan kebijaksanaan-Nya. Ia mengatur segala sesuatunya ini secara aktif. Hal ini perlu kita garis bawahi. Segala sesuatu yang terjadi di dalam dunia ini terjadi karena Allah yang secara aktif menjadikan hal tersebut, bukan hanya membiarkan hal itu terjadi. Allah yang membuat matahari bersinar. Allah juga yang menjadikan awan terbentuk hingga akhirnya menurunkan hujan. Sebagaimana Ia menjadikan dunia ini dengan firman-Nya, begitu juga Ia menyatakan perintah-Nya, firman-Nya untuk mengatur seluruh peristiwa yang terjadi di dalam alam. Bahkan fenomena alam yang terjadi secara random pun berada di bawah kedaulatan Allah yang mengontrol (Ams. 16:33). Hal-hal yang kita sebut sebagai “kebetulan” atau “kecelakaan” itu semua datang dari Allah yang mengatur segala sesuatu. Hal ini jelas terlihat ketika Allah mendatangkan tulah kepada bangsa Mesir yang enggan untuk membebaskan Israel. Ia bisa mengatur sedemikian rupa sehingga tulah itu terjadi di seluruh Mesir, kecuali di tempat bangsa Israel berada saja yang tidak terjadi apa-apa. Bahkan Yesus menekankan bahwa Allah mengontrol hingga ke hal yang paling kecil (Mat. 10:29-30). Seekor burung pipit yang kecil Allah pelihara, sehingga tidak ada seekor pun yang jatuh, yang di luar kehendak Allah. Bahkan rambut kepala kita saja terhitung.
Ia berkuasa atas sejarah manusia. Mazmur 33:10-11 mengatakan, “TUHAN menggagalkan rencana bangsa-bangsa; Ia meniadakan rancangan suku-suku bangsa; tetapi rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hati-Nya turun-temurun.” Allah memelihara alam ini bukan hanya untuk memuaskan kebutuhan kita sebagai manusia, tetapi juga membentuk kita sebagai umat manusia melalui “lower creation” tersebut. Tanpa adanya alam, manusia tidak mungkin tetap berada di dalam sejarah. Segala sesuatu yang kita alami, Allah atur secara aktif untuk membentuk diri kita. Kita bisa melihat hal ini di dalam kehidupan Yusuf yang dikhianati oleh saudara-saudaranya, dijual menjadi budak di Mesir, hingga akhirnya diangkat menjadi seorang yang berkedudukan tinggi dan penting di Mesir. Dengan posisinya tersebut, ia membebaskan keluarganya dari ancaman kelaparan. Alkitab dengan jelas menyatakan di dalam Kitab Kejadian bahwa Allah yang menetapkan saudara-saudara Yusuf untuk mengkhianatinya. Allah juga yang memberikan Yusuf kemampuan untuk menafsirkan mimpi hingga akhirnya ia diangkat menjadi tangan kanan Firaun. Hal ini dengan jelas menyatakan bahwa Allahlah yang mendatangkan setiap peristiwa, yang baik dan yang buruk, ke dalam sejarah kehidupan Yusuf untuk menggenapkan rencana kekal-Nya. Allah yang berkuasa mengatur seluruh pergerakan sejarah umat manusia, khususnya sejarah keselamatan, menunjukkan bahwa Ia adalah Allah atas alam semesta.
Allah juga berkuasa atas setiap detail kehidupan manusia. Suka tidak suka, kita harus menerima sebuah kenyataan atau fakta bahwa Allah mengatur setiap keputusan hidup kita. Setiap keputusan yang kita ambil bukanlah keputusan yang independen dari Allah. Allahlah yang menjadikan setiap detail hidup kita. Untuk menjadikan diri kita saat ini, ia harus mengatur hereditas kita. Allah pun pasti mengatur orang tua kita, termasuk nenek moyang kita. Ia bukan hanya menetapkan apa yang akan terjadi kepada kita, tetapi Ia juga menetapkan apa yang menjadi keputusan kita. Amsal 16:9 menyatakan, “Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi TUHANlah yang menentukan arah langkahnya.” Hati yang merupakan pusat kehidupan manusia berada di dalam kontrol Allah sehingga Ialah yang mengatur arah hati dan setiap langkah yang kita ambil di dalam kehidupan. Hal ini berkali-kali dicatatkan di dalam kisah Alkitab. Orang-orang kafir Allah atur hati dan akal budinya, agar mereka tidak menimbulkan masalah bagi bangsa Israel. Namun di lain waktu, Allah juga yang menggerakkan hati orang-orang kafir ini untuk menyerang bangsa Israel, sebagai hukuman atas ketidaktaatan Israel kepada Allah. Bahkan Allah jugalah yang mengeraskan hati Firaun sehingga ia makin berdosa dan melawan Allah. Ini adalah salah satu cara Allah di dalam berhadapan dengan manusia berdosa, yaitu dengan mengeraskan hatinya sehingga mereka makin berdosa.
Allah juga yang memberikan iman dan keselamatan kepada umat pilihan-Nya. Seperti yang kita sering pelajari ketika membahas mengenai doktrin pilihan, keselamatan manusia diperoleh bukan karena hasil usaha manusia itu sendiri, tetapi karena Allah yang telah terlebih dahulu menetapkan pilihan-Nya. Ia menjadikan sebagian manusia untuk menjadi umat pilihan-Nya bukan karena kualitas dari manusia itu sendiri, bukan juga karena pilihan mereka, tetapi karena Allah yang memilihnya berdasarkan kehendak-Nya. Allah juga yang mengirimkan Anak-Nya untuk menggenapkan rencana keselamatan yang ditetapkan-Nya. Ia juga yang mengirimkan Roh Kudus untuk bekerja di dalam hati manusia, sehingga mereka bisa beriman dan berespons terhadap pemberitaan Injil di dalam pertobatan. Bukan hanya itu, Allah juga yang memimpin dan membentuk manusia di dalam kekudusan hingga akhirnya bertemu dengan Tuhan di dalam kekekalan. Seluruh karya keselamatan dikerjakan oleh karena Allah yang berkuasa mengatur dan memelihara seluruh ciptaan-Nya.
Penutup
Setiap hal yang kita alami di dalam hidup ini, setiap detail kehidupan kita semuanya menyatakan siapa Allah. Kita sering kali tidak menyadari bahwa seluruh hidup kita berada di bawah kontrol Allah. Jikalau kita masih bisa berada, beraktivitas hingga saat ini, semuanya adalah karena Allah yang tidak berhenti di dalam memelihara kita. Baik segala keberhasilan maupun kegagalan yang kita alami, semua itu berada di dalam kehendak aktif Allah yang menjadikan semuanya itu untuk membentuk kita sebagai manusia. Semua ini Ia lakukan untuk menggenapkan rencana kekal-Nya di dunia ini. Jikalau kita menyadari akan hal ini, sudah seharusnya kita berespons dengan tepat terhadap seluruh pernyataan Allah ini dengan tunduk kepada-Nya, memuji, dan dengan rela hati mengerjakan setiap panggilan-Nya. Karena Ia adalah Allah atas seluruh alam semesta yang layak menerima segala sembah sujud kita.
Lukman H. W.
Jemaat GRII Pusat