,

Sense of Wonder

Virus SARS-CoV-2 membawa banyak perubahan bagi hidup manusia. Salah satu yang menurut saya paling penting adalah urusan takjub. Sudah lama umat manusia modern kehilangan rasa takjub, terutama setelah kecanggihan media hiburan merajalela dalam beragam format. Bahkan jika orang tua tidak berhati-hati, anak-anak mereka yang balita pun, yang seharusnya senantiasa dipenuhi rasa takjub, bisa kehilangan rasa takjub, digantikan dengan kebosanan. Mengapa? Terimbas pengaruh orang tua mereka yang kecanduan hiburan. Ironis. Mengapa?

Kehadiran seorang bayi sesungguhnya dapat memberikan rasa takjub. The power of baby, kata seorang teman. Mengamati perkembangan fisik bayi saja sudah menumbuhkan kekaguman melihat cara Tuhan bekerja dalam tubuh manusia. Belum lagi melihat rasa takjub seorang anak terhadap satu hal yang sama/rutin. Anak kami yang berusia 19 bulan tidak pernah bosan mendengarkan gubahan Franz von Suppé berjudul Light Cavalry Overture yang dipentaskan di Aula Simfonia Jakarta dengan Bapak Stephen Tong sebagai konduktornya. Bahkan ia selalu menantikan menit ke 3:25 dari lagu tersebut dan pengulangannya. Hal itu mengingatkan saya pada satu peristiwa di tahun 2000. Ketika itu keponakan saya masih balita dan kami sedang berlibur ke Yogyakarta dari Jakarta dengan mengendarai mobil. Sepanjang perjalanan yang memakan waktu sekitar 10 jam, ia terus menyanyikan lagu anak-anak dari kaset seorang penyanyi cilik. Ia hanya berhenti waktu mobil berhenti untuk makan, mengisi bensin, atau ke toilet. Kedua orang tuanya sampai bosan karena saat di rumah pun lagu tersebut sering diputar. Mungkin di antara pembaca ada yang memiliki pengalaman serupa karena secara umum demikianlah adanya anak-anak kecil.

Mungkin itu salah satu alasan mengapa anak-anak mudah menjadi bahagia. Mereka memiliki “sense of wonder” yang besar, sedang orang dewasa mulai kehilangan hal itu. Anak-anak kecil mudah takjub dan kagum dengan keseharian hidup. Orang dewasa mudah bosan. Kasihan, bukan? Apalagi di masa PSBB ini. Mungkin ada yang merindukan mal, kafe, bioskop, berpesiar, dan seterusnya. Sekarang hampir semua tempat hiburan tutup kecuali lewat media internet.

Bisa jadi mengapa Tuhan Yesus berkata bahwa hendaklah kamu seperti anak-anak (Mrk. 10:14-15) ada kaitannya juga dengan hal di atas. Di situ dicatat Yesus berkata bahwa orang-orang seperti itulah (maksudnya seperti anak-anak) yang empunya Kerajaan Allah. Anak-anak sangat bergantung kepada orang tua mereka. Demikian pula seharusnya anak-anak Bapa Sorgawi. Anak-anak juga sangat mudah merasa kagum dan gampang menampik rasa bosan. Mereka tetap terpesona dengan hal-hal yang sudah berulang kali mereka lihat, dengar, dan rasakan. Anak-anak mudah menemukan “kebaruan” dalam suatu hal. Mereka mudah terkesima. Bagaimana dengan kita? Apakah betul kasih karunia Tuhan selalu baru setiap pagi (Rat. 3:22-23) untuk kita? Apakah kita masih merasa takjub saat bangun di pagi hari karena Tuhan masih memberi napas kehidupan untuk kita?

Izinkan saya memberikan PR (Pekerjaan Rumah) bagi pembaca. Cobalah untuk membuat daftar hal-hal yang menakjubkan yang selama ini kita abaikan karena kita anggap biasa. Setelah itu, naikkanlah doa ucapan syukur kita. Soli Deo gloria.

Vik. Maya Sianturi Huang

Wakil Koordinator Bidang Pendidikan Sekolah Kristen Calvin