Silau

Apa yang kamu cintai? Apa yang membuat hatimu rasanya sakit? Apa yang berharga
bagimu? Apa yang tidak akan kamu lewatkan walaupun kondisimu kelihatannya tidak
memungkinkan? Apa yang kamu “bela-belain” walaupun sedang dalam kondisi takut, letih,
dan sebagainya?

Kita adalah manusia yang sangat mencintai diri. Diri adalah pusat dari segala sesuatu, bahkan
perbuatan baik yang kita lakukan adalah karena diri kita sering kali hendak dicap sebagai
“orang baik”. Kita akan marah jika dicap “orang yang kurang baik” atau “jahat”. Segala
sesuatu kita lakukan, segala sesuatu hendak kita peroleh sebanyak-banyaknya, adalah untuk
diri. Ketika kita memberi adalah juga untuk diri, memberi dalam batasan di mana saya masih
mau memberi. Kita adalah tuan atas hidup kita sendiri. Demi memuaskan keinginan kita, kita
tidak hitung-hitungan. Semahal apa pun itu, kita tetap rela membelinya dan merasa sukacita
dan puas ketika menerimanya. Tetapi untuk pekerjaan Tuhan, kita sering kali hitung-
hitungan, kita tidak rela memberikan sebanyak yang kita berikan untuk kesukaan kita. Demi
yang kita cintai, diri atau pun pacar, kita tidak segan-segan berkorban. Tetapi untuk Kerajaan
Tuhan, kita memiliki segudang alasan yang siap kita gunakan dengan mahir.

Apa yang seharusnya kita, anak Tuhan, cintai? Apa yang seharusnya membuat hati rasanya
sakit? Apa yang seharusnya berharga bagi kita? Apa yang seharusnya tidak akan kita
lewatkan walaupun kondisi sepertinya tidak memungkinkan? Apa yang kita “bela-belain
walaupun takut, letih, dan sebagainya?

Raja Daud mengatakan bahwa ia mencintai Tuhan (Mzm. 116:1), menikmati titah-titah
Tuhan (Mzm. 119:16), berbahagia di dalam menjalankan perintah-perintah- Nya. Mengapa
dia bisa mengatakan demikian? Karena dia sudah mengalami bahwa Tuhan itu baik, penuh
kasih sayang, penuh pengampunan, dia adalah Tuhan yang mendengar. Tuhan memelihara
orang yang mencintai Dia (Mzm. 145:20). Daud mengatakan bahwa berbahagialah orang
yang Tuhannya adalah TUHAN (Mzm. 144:15). Dia adalah raja, dan bagi seorang raja,
adalah sangat mudah untuk memperoleh semua yang dia inginkan, kenikmatan dunia,
kebanggaan dunia, dan sebagainya. Tetapi bukan itu yang menjadi hikmat Daud. Bukan alam
ciptaan, bukan dunia, tetapi Sang Pencipta, Allah sendiri, yang menciptakan dunia dan segala
isinya. Raja Daud menjadikan Tuhan sebagai hartanya, ia mencari Tuhan seperti mencari
harta terpendam, dan ia menemukan-Nya. Kita tidak bisa mencintai Tuhan dan Uang. Seperti
tantangan Yosua kepada bangsa Israel “Pilihlah pada hari ini siapa yang hendak kaulayani?”
Apakah kita sudah menyadari apa yang sesungguhnya adalah HARTA – Yang Dicipta atau
Sang Pencipta? Seperti lirik pujian “Isi dunia menjadi suram oleh sinar kemulian-Nya”,
sudahkah kemuliaan Tuhan menyuramkan isi dunia di mata kita atau kita masih disilaukan
oleh keindahan dunia sehingga tidak melihat kemuliaan Sang Pencipta?