Tarzan Tidak Perlu Hukum

Tarzan tidak perlu hukum ketika dia hidup di pulau terpencil hanya dengan binatang, bahkan
dia juga tidak perlu penutup aurat. Tetapi ketika Tarzan dibawa ke kota, maka dia harus
belajar berpakaian, berjalan tegak, dan menaati hukum yang berlaku di kota itu. Jika tidak,
maka orang-orang di kota akan melihatnya seperti seekor binatang yang menarik untuk
dipertontonkan.

Pertama kali bangsa Israel memiliki hukum tertulis bagi diri mereka sendiri adalah di
Gunung Sinai, dan penulisnya adalah Allah sendiri (Kel. 24:12). Empat hukum pertama dari
Sepuluh Hukum Taurat mengatur relasi manusia dengan Tuhan, sedangkan enam hukum selanjutnya
mengatur relasi manusia dengan sesamanya. Relasi antarmanusia dimulai ketika seorang anak
dilahirkan, ia harus menghormati orang tuanya. Setelah itu barulah hukum mengatur tentang
pemeliharaan nyawa manusia: jangan membunuh, jangan berzinah; dan kemudian tentang
harta kepemilikan: jangan mencuri; jangan berbohong; jangan mengingini milik sesamamu.

Jika kita melihat hukum sebagai peraturan yang berupa perintah atau larangan, yang
mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat[1] , maka Tarzan tidak perlu hukum karena tidak
ada masyarakat di pulau itu. Tetapi jika kita melihat Hukum Taurat yang dialaskan pada
prinsip: (i) Kasihilah Tuhan, Allahmu; dan (ii) Kasihilah sesamamu manusia, maka Tarzan
perlu Hukum Taurat. Hati nuraninya memberikan kesadaran bahwa dia berbeda dari semua
binatang yang ada di pulau itu dan dia tidak boleh “tidur” dengan binatang.[2]

Di dalam perumpamaan “Orang Samaria yang Baik Hati”, Tuhan Yesus menekankan bahwa
memiliki belas kasihan lebih penting daripada tata cara keagamaan. Tuhan memandang
sangat tinggi nilai satu jiwa manusia. Karena itu, Tarzan perlu Injil. Oleh karena itu juga,
“pergilah dan dan jadikanlah semua bangsa murid-Ku” lebih baik daripada “di rumah aja”.
Dua hal yang dikatakan indah dalam Alkitab adalah: (i) Betapa indahnya kedatangan
pembawa berita damai, kabar baik, berita selamat (Yes. 52:7); dan (ii) Alangkah indahnya
jika saudara-saudara diam bersama dengan rukun (Mzm. 133:1). Manusia hanya bisa rukun
jika mereka mengenal Allah secara pribadi, mengalami kehadiran-Nya setiap hari, dan
senantiasa bersyukur atas belas kasihan-Nya.

Marilah mulai belajar mengasihi sesama kita dengan mendoakan mereka dengan tekun. Roh
Kudus akan menyatakan pimpinan-Nya ketika hati kita sudah bersiap untuk menaati-Nya.
Kiranya kita menjadi bejana yang diisi penuh oleh minyak sorgawi dan dipakai untuk hal-hal
yang mulia.

[1] Ernest Utrecht, ahli hukum dari Belanda, mengatakan bahwa hukum adalah himpunan peraturan
yang mengatur kehidupan. Peraturan tersebut dapat berupa perintah atau larangan yang mengatur tata
tertib dalam suatu masyarakat dan harus ditaati oleh seluruh anggota masyarakat.
[2] Keluaran 22:19.