Membaca Alkitab memang seperti membaca kisah bersambung. Akhir dari setiap episode (baca: kitab) sering digantung, membuat kita penasaran untuk mencari tahu tentang cerita berikutnya. Saya harap itu yang terjadi pada Anda dan saya saat membaca Kitab Suci.
Di episode yang pertama (yang digambarkan dengan gamblang oleh The Bible Project) tidak hanya disajikan kisah menakjubkan tentang penciptaan, tetapi juga tragedi yang membawa kerusakan dalam setiap aspek kehidupan. Namun Sang Pencipta tidak duduk termangu atau terkejut dan menjadi panik. Segera dikeluarkan-Nya sebuah rencana keselamatan yang sudah dirancang sejak kekekalan, sebuah rencana yang begitu teliti namun penuh misteri. Singkatnya, rencana itu mulai jelas terungkap dengan penetapan Abraham sebagai leluhur dari Sang Pemenang yang Terluka.
Untuk melanjutkan proyek terbesar sepanjang sejarah tersebut, satu per satu keturunan Abraham ditampilkan di pentas sejarah. Ishak, lalu Yakub, dan kemudian ke-12 anak-anak Yakub. Jika kita teliti membaca kisah mereka, kita akan terheran-heran. Benarkah keluarga yang berantakan ini adalah orang-orang yang dipakai Tuhan untuk mengerjakan proyek besar-Nya itu?
Cerita terus bergulir sampai di ujung episode yang pertama ketika seluruh keturunan Abraham bermigrasi ke Mesir. Meninggalkan Tanah Kanaan, Tanah Perjanjian, demi keselamatan jiwa mereka. Ironis, bukan? Tetapi kisahnya tidak berhenti sampai di situ. Kita harus melangkah masuk ke episode kedua, lewat Kitab Keluaran.
Beberapa ratus tahun berlalu setelah peristiwa bedol desa keluarga Yakub ke Mesir. Selama itu tidak banyak yang kita ketahui tentang keberadaan orang Israel di sana. Apa yang kita ketahui adalah bahwa Tuhan terus memberkati orang Israel sehingga tak henti beranak cucu, dan bertambah amat banyak. Berkat Tuhan ini kemudian menjadi tragedi bagi umat Israel saat seorang Firaun lain – yang tidak mengenal Yusuf – bangkit. Mengapa? Tontonlah The Bible Project, episode Exodus!
Tragedi tidak dapat menggagalkan proyek keselamatan Allah. Semua kejahatan Firaun dibalikkan melalui 10 tulah. Firaun bahkan kalah telak saat seluruh pasukannya disapu bersih di tengah Laut Merah. Firaun yang menenggelamkan ribuan(?) anak-anak sulung orang Israel, lelap ke dasar lautan bersama pasukannya.
Umat Israel pun dipastikan keluar dari Mesir dengan langkah pasti sambil membawa harta orang Mesir sebagai upah perbudakan mereka. Tidak hanya itu, mereka kemudian mengibarkan panji-panji kemenangan, beria-ria memuji Sang Pembebas setelah melintasi Laut Merah. Semua musuh, semua penindas, sudah ditumpas. Wow, bukan? Kita pun mungkin tak dapat menahan diri untuk ikut bersorak: Tuhan adalah Pemenang. Lalu layar diturunkan dan muncul tulisan: The End.
Kisahnya ternyata belum selesai. Hal itu barulah sebuah permulaan. Permulaan dari sebuah perjalanan yang menyebalkan bagi kedua belah pihak yaitu para mantan budak (baca: Israel) dan Tuhan, Sang Pembebas. Umat Israel menyesal dilepas dari perbudakan. Tuhan Sang Penyelamat, menyesal membebaskan mereka! Jadi bagaimana? Di tengah situasi genting ini, Musa tampil melakukan peran yang ditetapkan Tuhan baginya, menjadi pengantara Israel. Dengan penuh keberanian Musa mempertanyakan keputusan Tuhan. Namun hukuman Tuhan tetap tidak terhindarkan, meski Ia telah bersumpah setia pada umat pilihan-Nya. Lalu bagaimana Tuhan menyelesaikan masalah ini? Lanjutkanlah dengan membaca Kitab Imamat. Soli Deo Gloria.
Ev. Maya Sianturi Huang
Kepala SMAK Calvin