Benarkah titik lemah seseorang akan menghancurkannya? Jika seseorang mengetahui titik lemahnya, tidakkah ia akan berusaha mewaspadainya dan menjaganya? Apakah seseorang akan lebih menjaga titik lemahnya lebih dari titik kekuatannya? Sebetulnya yang akan menjatuhkan seseorang itu titik lemahnya atau justru titik terkuatnya?
Pemikiran di atas muncul saat merenungkan tentang kejatuhan Hawa dalam dosa saat berada di Firdaus. Kita memang tidak tahu mengapa si ular tua menargetkan titik kejatuhan manusia dalam dosa melalui perempuan. Tetapi yang menarik adalah sebelum kehadiran perempuan, Tuhan menyebutkan untuk pertama kalinya tentang sebuah kondisi yang tidak baik. Tidak baik bahwa manusia itu seorang diri (Kej. 2:18). Keadaan tidak baik ini kemudian ditutupi dengan kehadiran perempuan. Dan kita tahu, perempuanlah yang kemudian menjadi titik awal sasaran ular tua untuk merusak pekerjaan Allah.
Poin berikutnya, seperti kita ketahui, kejatuhan perempuan terjadi melalui percakapan yang menyelewengkan perintah Tuhan (Kej. 3:1-5). Perintah Tuhan. Firman Tuhan. Sebagai orang percaya, apakah kita makin ngeh dan mudeng, bahwa Tuhan mencipta dan berkarya melalui firman-Nya? Bahwa melalui firman-Nya segala keberadaan dinyatakan dan ditopang? Bahwa segala sesuatu di alam semesta ini bergantung sepenuhnya pada firman-Nya? Apa artinya? Bukankah ini adalah titik kekuatan semua ciptaan?
Si ular tua menipu perempuan yang keberadaannya membuat semua menjadi baik di mata Tuhan. Si ular tua menipu perempuan dengan menyelewengkan perintah Allah yang menjadi titik kekuatan seluruh keberadaan dirinya bahkan umat manusia. Lalu dengan kerelaannya sendiri, perempuan mengambil keputusan yang tepat pada titik yang menghancurkan kekuatannya karena diikuti pula oleh respons yang sama dari suaminya, Adam. Alih-alih mempertahankan dan membela titik terkuat kehidupan mereka, yakni perintah Tuhan, keduanya malah dengan sadar merusaknya dan membawa akibat yang fatal bukan hanya untuk mereka berdua, tetapi juga bagi seluruh umat manusia bahkan ciptaan lainnya.
Ingatkah Saudara akan kisah Yesus dicobai di padang gurun? Dia digoda saat lapar, saat lemah secara jasmani. Tetapi jika disimak, bukan titik lemah itu yang sebenarnya disasar, tetapi titik terkuat Yesus, yakni identitas-Nya sebagai Anak Allah. Titik lemah (rasa lapar) itu hanyalah akses masuk untuk menghancurkan jati diri-Nya, identitas-Nya. Berbeda dengan Adam, Yesus berbalik memadamkan serangan itu dengan sepotong firman, Roti Kehidupan. Apalah artinya roti, tanpa Roti Hidup.
Apakah kita juga menyadari bahwa titik terkuat hidup ini adalah firman-Nya? Bahwa semua kelemahan kita sesungguhnya tidak perlu menjatuhkan kita jika firman-Nya menjadi sandaran kita? Dalam buku Screwtape Letter karya C. S. Lewis, diceritakan bagaimana setan senior sedang memuridkan setan junior untuk mengecoh orang percaya. Caranya? Buat dia sibuk, bahkan sibuk pelayanan sampai tidak memiliki waktu untuk persekutuan pribadi dengan Sang Firman, sumber kekuatan hidupnya yang telah menyelamatkannya dari dosa. Jika si jahat mengetahui bahwa titik terkuat kita adalah saat kita bersekutu dengan-Nya, bukankah kita perlu terus mendisiplin diri untuk itu? Kiranya Roh-Nya yang sudah dicurahkan menolong kita bertekun.
Soli Deo Gloria
Vik. Maya Sianturi Huang
Wakil Koordinator Bidang Pendidikan Sekolah Kristen Calvin