,

Transformasi

Catatan Pinggir dari Goenawan Mohamad di Tempo edisi 17 Juli 2011 bercerita tentang dua Juli yang penting dalam sejarah yaitu Juli 1776 (Revolusi Amerika) dan Juli 1789 (Revolusi Perancis). Disebutkan di situ bahwa lewat kedua revolusi tersebut dan revolusi lainnya, manusia ingin mengubah sejarah, melakukan perubahan. Tapi masalahnya transformasi yang dikehendaki ternyata hanya seperti sebuah pose, sebuah adegan.

Pertanyaan yang kemudian muncul di kepala saya adalah bagaimana dengan sebuah revolusi lain? Misalnya apa yang dikenal sebagai the Glorious Revolution. Revolusi ini adalah sebuah puncak dari sejumlah transformasi yang sebelumnya berlangsung di dalam sejarah Inggris. Saya menyarankan Anda untuk membaca sejarah Inggris agar dapat melihat dengan lebih jelas perubahan yang terjadi dalam perjalanan sejarah bangsa Inggris.

Di dalam sejarah Inggris ada beberapa titik penting pendorong terjadinya transformasi. Salah satu titik awal yang penting adalah saat Henry II, seorang keturunan William the Conqueror, menjadi raja Inggris. Ia membuat sebuah English common law, bahkan ia kemudian melembagakan sistem trial by jury (saya persilakan Anda untuk mencari tahu tentang kedua istilah penting ini di internet).  

Saat putra bungsu Henry II yaitu John menjadi raja, ia menjadi raja paling dibenci dalam sejarah Inggris. Anehnya justru pada zamannya, tepatnya tanggal 15 Juni 1215, Magna Carta yang sangat terkenal itu ditandatangani. Setelah itu sejarah Inggris tak pernah berhenti mengalami transformasi. Setelah Magna Carta, Parlemen yang pertama mulai terbentuk. Kemunculan gerakan Reformasi Protestan di Inggris terus mendorong guliran transformasi tersebut.

Sistem monarki sempat terhenti di Inggris, ketika keluarga Stuart yang menggantikan keluarga Tudor, digeser oleh pemerintahan republik (Commonwealth) dari Oliver Cromwell. Namun Inggris kembali lagi menjadi monarki ketika Parlemen membawa kembali keluarga Stuart duduk di takhta Inggris. Di dalam saat-saat seperti inilah terjadi peralihan kekuasaan melalui sebuah peristiwa sangat penting di dalam sejarah Inggris yaitu Glorious Revolution yang melahirkan Bill of Rights. Sejak itu sejarah Inggris berlangsung cukup stabil dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. 

Inggris memang merupakan salah satu dari sedikit bangsa yang memiliki catatan transformasi sejarah yang mengagumkan. Tapi sekarang ini? Masih ingatkah Anda dengan peristiwa kerusuhan di Inggris beberapa waktu yang lalu?

Martyn Llyod-Jones, theolog asal Inggris, mengatakan bahwa hidup Kristen harus dilihat di dalam posisinya yang baru. Lahir baru. Hidup baru. Katanya lagi, ini adalah sesuatu yang besar dan mulia. Mengapa? Karena memberikan sebuah kemungkinan yang sangat luar biasa yaitu melakukan transformasi. Hal ini terkait dengan apa yang ditulis rasul Paulus dalam Roma 12:1-2. Kita diminta untuk berubah alias mengalami transformasi karena sekarang hal itu menjadi sebuah kemungkinan. Kenapa mungkin?

Sejarah menunjukkan bahwa transformasi adalah suatu hal yang sangat sulit bahkan hampir tidak mungkin. Transformasi yang dimaksudkan tentu saja terkait dengan suatu kondisi yang lebih baik, tidak sekadar berubah. Saat seorang mengalami lahir baru, hidup baru, menjadi ciptaan baru di dalam Kristus, orang tersebut memiliki sebuah kemampuan melakukan transformasi. Ini sebuah kemungkinan yang mustahil saat seseorang masih berada di luar Kristus.

Artikel Azyumardi Azra di Kompas 11 Agustus 2011 mengatakan kebijakan multikulturalisme di Jerman telah gagal total dan kemungkinan juga gagal di Inggris. Orang Inggris harusnya berkaca kembali pada sejarah mereka: mengapa dulu transformasi Inggris berjalan demikian anggun. Dan kita sebagai orang Kristen harus merefleksikan kembali seluruh hidup kita di dalam sejarah keselamatan: sejauh mana kuasa transformasi Allah Roh Kudus bekerja di dalam kehidupan kita? Selamat merenung…

Ev. Maya Sianturi
Pembina Remaja GRII Pusat
Kepala SMAK Calvin