Seseorang sedang melukis gambar koral di bawah gambar penyu, tetapi dia tidak puas dengan gambar koralnya. Dia menghapusnya lalu melukis koral yang berbeda, terus berulang-ulang sampai akhirnya gambarnya berubah menjadi lava. Guru berkata, “Kasihan penyunya nanti mateng karena panas.” Lalu ia mengubah gambar lava menjadi batu merah. “Seandainya gambar koral tidak dihapus, maka tidak akan ada batu mahal ini”. Alhasil lukisannya menjadi distingtif.
Ketika bangsa Israel hendak memasuki Tanah Kanaan, Musa mengingatkan agar mereka tetap berpegang kepada perintah Allah. Mereka adalah umat yang kudus bagi Tuhan, dipilih dari segala bangsa di atas muka bumi untuk menjadi umat kesayangan-Nya. Tuhan akan mengasihi, memberkati, dan membuat mereka menjadi banyak. Mereka akan diberkati lebih dari segala bangsa, dan mereka dijauhkan dari segala penyakit (Ul. 7:6, 13-15). Apa jadinya jika dahulu mereka kembali ke Mesir demi segala daging dan bawangnya? Tuhan sanggup memberikan kepada mereka lebih dari apa yang dapat mereka usahakan dan mimpikan. Namun Musa juga memperingatkan apabila nanti mereka menjadi tinggi hati dan melupakan Tuhan, maka mereka pasti binasa seperti bangsa-bangsa yang dibinasakan Tuhan (Ul. 8:19-20). Tuhan memberikan berkat, tetapi Tuhan juga menuntut tanggung jawab.
Bangsa Israel adalah bangsa yang paling kecil dari segala bangsa, dan mereka ditindas oleh bangsa Mesir yang sebegitu maju. Kecil kemungkinan mereka menjadi bangsa yang merdeka dan makmur jika bukan karena tangan Tuhan yang membebaskan dan memberkati mereka. Berkat Tuhan tidak dapat digunakan sesuka hati, apalagi dengan natur manusia yang berdosa. Berkat Tuhan harus dinikmati dan digunakan dalam batasan ketetapan-Nya. Kisah bangsa Israel penuh dengan berbagai kesalahan dan pemberontakan dari sisi manusia, tetapi juga penuh dengan pengampunan dan mukjizat dari sisi Tuhan. Dari sisi manusia, bangsa Israel tidak mungkin menjadi besar. Tetapi dari sisi Tuhan, rencana-Nya terbukti tergenapi: keturunan Abraham menjadi bangsa yang besar, dia diberkati, namanya menjadi masyhur, dan olehnya semua kaum di muka bumi mendapatkan berkat.
Berkat Tuhan tidak dapat digunakan sesuka hati, apalagi dengan natur manusia yang berdosa. Berkat Tuhan harus dinikmati dan digunakan dalam batasan ketetapan-Nya.
Kita memiliki ambisi dan idealisme untuk mengisi waktu dan momen hidup kita. Tidak sedikit impian dan harapan kita yang ternyata jatuh terhempas. Namun di balik segala kegagalan, itulah momen untuk kita menyerahkan ‘kuas’ kita kepada Tuhan, rela mengikuti ambisi dan idealisme yang Dia tetapkan, rela ‘dilukis’ oleh Tuhan, menurut rencana-Nya yang kekal dan bukan rencana kita yang rapuh.
Kita telah melihat bagaimana Tuhan melukis kehidupan bangsa Israel. Marilah dengan iman kita berjalan bersama Tuhan: Laut Merah terseberangi, 40 tahun hidup berkecukupan makanan dan pakaian, tembok Yerikho diruntuhkan. Kiranya kita memelihara iman sampai akhir hidup kita, menyelesaikan pertandingan, dan akhirnya memperoleh mahkota kebenaran dari Tuhan, Hakim yang adil, Kekasih jiwa kita.