Judul : Basic Christian Leadership
Pengarang : John Stott
Penerbit : InterVarsity Press (IVP)
Tahun : 2002
Tebal : 127 halaman
Tema kepemimpinan merupakan salah satu tema pembahasan yang tidak pernah usang dalam kehidupan berkelompok dan bermasyarakat. Buku Basic Christian Leadership adalah sebuah buku yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan kepemimpinan seorang hamba Tuhan di dalam gereja. Pembahasan dijabarkan berdasarkan surat pertama Paulus kepada jemaat Korintus, mulai dari pasal pertama sampai pasal yang keempat. Di dalam buku ini, penulis membagi pembahasannya ke dalam lima bab.
Bab pertama membahas tentang ambiguitas gereja yang diambil dari 1 Korintus 1:1-17. Paulus membuka suratnya dengan pernyataan bahwa dia adalah rasul Kristus. Seseorang dapat dikatakan sebagai rasul Kristus jika dia ditunjuk secara pribadi oleh Yesus Kristus, pernah melihat Kristus selama tiga tahun pelayanan-Nya atau setidaknya dalam peristiwa kebangkitan-Nya, dan dia mendapatkan inspirasi dari Roh Kudus yang membawanya kepada pengertian tentang kebenaran secara menyeluruh. Seorang rasul seperti Paulus memiliki wewenang dan kualifikasi yang dianugerahkan oleh Allah, sehingga pengajarannya dapat dijadikan bagian dari Alkitab.
Dalam bagian selanjutnya dari surat Paulus, ia menyebut jemaat Korintus sebagai gereja Allah. Ini merupakan hal yang cukup mengejutkan jika di Korintus terdapat gereja. Korintus adalah sebuah kota yang sangat padat dengan hiruk-pikuk aktivitas perdagangan. Tidak hanya itu, Korintus juga menjadi kota yang dipenuhi dengan kuil penyembahan dewa-dewi, serta Korintus juga dikenal sebagai kota yang dipenuhi dengan tindakan asusila. Itulah alasannya mengapa keberadaan gereja di tengah-tengah Korintus menjadi hal yang luar biasa.
Terdapat tiga sifat ambiguitas gereja yang dapat dilihat dalam bagian surat ini. Pertama, gereja telah kudus namun juga masih berdosa dan terus dikuduskan. Gereja disebut kudus karena gereja telah dipisahkan bagi Allah lewat karya keselamatan Kristus. Namun, gereja juga belum sepenuhnya kudus sehingga dipanggil untuk menjadi kudus. Kedua, Allah telah memberikan anugerah-Nya kepada gereja di Korintus dan memperkaya mereka dalam segala aspek. Namun gereja Korintus masih belum sempurna, masih ada perselisihan di antara jemaat Korintus. Inilah yang membuat gereja menanti untuk disempurnakan ketika Kristus datang kembali. Ketiga, gereja pada hakikatnya adalah satu karena hanya memiliki satu kepala yaitu Kristus. Namun masih ada perpecahan di antara gereja Korintus. Ada yang menyebut dirinya golongan Paulus, golongan Apolos, dan lain-lain. Sekali lagi, terlihat ambiguitas antara apa yang dituju dan kondisi sebenarnya dari gereja.
Bab kedua membahas dari 1 Korintus 1:18-2:5. Bagian ini awalnya akan terlihat membahas tentang kekuatan karena di sana disebutkan kekuatan Allah, kekuatan Kristus, dan kekuatan Roh. Pencarian kekuatan atau kekuasaan adalah dosa yang mendorong begitu banyak dosa-dosa lainnya bahkan Adam dan Hawa pun jatuh karena ingin memiliki kuasa seperti Allah. Sayangnya gereja juga tidak terlepas dari dosa haus akan kekuasaan ini. Selain di dalam gereja Katolik, kita juga bisa melihat hal tersebut di dalam gereja Karismatik dan Pentakosta yang begitu haus meminta jamahan kuasa dari Roh Kudus. Namun, jika kita kembali kepada ayat-ayat sebelumnya, bagian ini tidak hanya membahas tentang kekuatan, namun kekuatan melalui kelemahan.
Bagian ini membahas tiga macam kelemahan yang justru membawa kekuatan, yaitu kelemahan berita Injil, yang diinjili, dan penginjil. Berita Injil adalah berita yang penuh kelemahan bagi dunia. Berita yang berpusat pada Kristus yang tersalib adalah batu sandungan bagi orang Yahudi karena bagi mereka Mesias tidak mungkin mati. Berita ini juga adalah kebodohan bagi orang bukan Yahudi karena salib adalah simbol penghinaan dan kengerian. Namun bagi mereka yang dipanggil oleh Allah, berita Injil adalah kekuatan Allah dan kebijaksanaan Allah yang menyelamatkan orang-orang yang berdosa. Orang-orang yang menerima berita Injil juga adalah orang-orang yang memiliki kelemahan. Kelemahan yang dimaksud adalah bahwa kita menyadari sebagai orang-orang yang berdosa, kita patut menerima maut sebagai upah dosa yang kita miliki dan kita tidak sanggup menyelamatkan diri dan lepas dari maut. Kelemahan inilah yang membuat kita percaya berita Injil sebagai kekuatan Allah yang akan menyelamatkan kita. Pemberita Injil juga adalah orang yang dipenuhi dengan kelemahan. Paulus sendiri mengakui bahwa dia datang kepada jemaat Korintus dengan kelemahan dan ketakutan. Dia tidak bersandar pada kata-kata bijak yang meyakinkan. Namun, justru lewat kelemahannya inilah, dia menampilkan kekuatan Roh yang menyertainya, sehingga para jemaat tidak bersandar pada kekuatan manusia tetapi pada kekuatan Allah.
Bab tiga membahas dari 1 Korintus 2:6-16. Di dalam bagian ini, Paulus membicarakan tentang peran Roh Kudus dalam pewahyuan. Terdapat empat pekerjaan Roh Kudus yang berkaitan dengan pewahyuan dan juga berkait dengan Alkitab. Pertama, Roh Kudus adalah Roh yang menyelidiki. Hal ini menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah pribadi yang memiliki pikiran-Nya sendiri karena hanya pribadi yang dapat menyelidiki sesuatu. Roh Kudus menyelidiki hal yang terdalam dari Allah dan mengerti pikiran Allah. Kedua, Roh Kudus adalah Roh yang mewahyukan. Setelah menyelidiki pikiran Allah, Roh Kudus mewahyukan kebenaran ini kepada para rasul. Paulus bukanlah salah satu dari dua belas murid Yesus. Namun dia sangat mengerti tentang karya keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus. Ini adalah bukti bahwa dia telah menerima wahyu dari Roh Kudus. Ketiga, Roh Kudus adalah Roh yang menginspirasi. Seperti Roh Kudus yang telah mengetahui pikiran Allah dan meneruskannya kepada para rasul, demikian juga para rasul yang telah diwahyukan oleh Roh Kudus harus memberitakan kebenaran ini kepada semua orang. Namun mengerti kebenaran adalah satu hal dan menyampaikannya adalah hal yang lain. Para rasul tidak dapat memberitakan kebenaran ini hanya dengan kemampuan mereka sendiri. Roh Kudus tetap membantu mereka dengan memberikan mereka inspirasi. Terakhir, Roh Kudus adalah Roh yang menerangkan. Ketika Alkitab dibaca atau didengar, Roh Kudus tidak membiarkan kita menafsirkan firman sendiri. Dia akan membantu kita mengerti dan menafsirkan setiap bagian dengan benar sesuai dengan maksud penulis. Hanya Roh Kudus yang dapat melakukan ini karena Dialah yang dari awal memimpin para nabi, para rasul, dan penulis lainnya untuk menulis Alkitab.
Bab empat membahas dari 1 Korintus 3, tempat Paulus menyebut jemaat Korintus dengan sebutan bayi. Alasan pertamanya adalah Paulus masih memberikan susu atau dasar-dasar Injil kepada mereka. Paulus ingin memberikan mereka makanan berat namun mereka masih belum siap karena mereka masih hidup dalam kedagingan. Kedagingan mereka terlihat dari tindakan mereka yang saling cemburu dan berselisih mengenai pemimpin yang mereka ikuti. Mereka masih salah dalam menilai gereja.
Paulus memberikan tiga analogi mengenai gereja yang berkatian dengan tiga pribadi Allah Tritunggal. Pertama, gereja adalah ladang Allah. Baik Paulus, Apolos, maupun pemimpin gereja lainnya hanyalah hamba yang dipekerjakan Allah di ladang-Nya untuk mengerjakan tugas yang telah disediakan. Tugas menanam dan menyiram yang dilakukan oleh manusia bukanlah hal yang terutama, namun pekerjaan Allah dalam menumbuhkan bibit tersebutlah yang terpenting. Para pekerja memiliki tujuan yang sama, yaitu menjamin panen yang baik. Oleh karena itu, memperselisihkan para pemimpin gereja adalah hal yang bodoh. Kedua, gereja adalah bangunan Allah. Bagian ini menekankan peran pribadi Allah kedua yaitu Yesus Kristus. Pauluslah yang pertama kali meletakkan dasar di gereja Korintus, yaitu Yesus Kristus. Mereka yang datang selanjutnya untuk membangun tidak boleh mengganti dasar ini. Mereka dapat membangun dengan bahan yang kuat (ajaran yang benar) ataupun yang mudah rusak (ajaran yang salah). Apa yang diajarkan kepada gereja akan diuji di hari penghakiman dengan api sehingga sebuah ajaran dapat memberkati atau merugikan jemaat bukan hanya selama waktu tertentu saja tetapi sampai kekekalan. Ketiga, gereja adalah Bait Allah. Paulus mengingatkan bahwa gereja adalah Bait Allah dan Roh Allah tinggal di dalamnya. Dalam Perjanjian Lama, Allah berjanji bahwa kemuliaan-Nya akan tinggal di tengah-tengah umat-Nya. Di dalam Perjanjian Baru, janji ini tergenapi ketika Roh Kudus tinggal di dalam setiap orang percaya. Namun, perselisihan dan kecemburuan di dalam gereja dapat merusak Bait Allah, dan Allah akan merusak mereka yang merusak Bait-Nya. Oleh karena itu, kita harus hidup suci selayaknya Bait Allah yang suci yang memancarkan kemuliaan Allah.
Pada bab terakhir ini, pembahasan di ambil dari 1 Korintus 4, tempat Paulus memberikan empat gambaran posisi pemimpin Kristen. Pertama, pendeta adalah hamba Kristus. Sebagai hamba Kristus, seorang pendeta harus mengekspresikan kesetiaannya dalam bentuk doa sehari-hari dan kasihnya dalam bentuk ketaatan setiap hari. Seorang pendeta bertanggung jawab langsung kepada Kristus. Menjadi hamba Kristus juga memberikan suatu kenyamanan karena sekalipun apa yang kita kerjakan tidak terlihat oleh manusia, namun Kristus selalu melihatnya. Kedua, pendeta adalah mandataris wahyu. Paulus menyatakan para rasul adalah orang-orang yang dipercayakan hal-hal rahasia dari Allah. Maka pendeta juga adalah seorang mandataris wahyu walaupun dalam pengertian yang agak berbeda. Menjadi mandataris wahyu pada dasarnya menjadi pengajar yang menjelaskan firman Tuhan yang telah tertulis di dalam Alkitab sehingga pendeta tidak boleh mengarang sendiri pesan yang ingin disampaikan. Seorang pendeta juga harus setia dan dapat dipercaya. Yang harus diingat adalah bahwa kita setia kepada Allah bukan kepada manusia. Oleh karena itu, firman yang disampaikan harus sesuai dengan konteks dan pesan yang ingin disampaikan oleh Allah bukan sesuai dengan apa yang ingin didengar oleh jemaat. Ketiga, pendeta adalah sampah dunia. Paulus menggambarkan bagaimana para rasul menjadi tontonan dunia layaknya seseorang yang dipertandingan di arena untuk mati. Mereka sungguh menderita, sangat berkebalikan dengan jemaat Korintus yang telah mendapatkan segala kepuasan hidup. Hal-hal ini mungkin sesuatu yang sangat asing dari kehidupan kita saat ini, namun kita bukanlah pengecualian. Semakin sedikit kita berkompromi dengan dunia ini, semakin banyak kita akan menderita. Dunia akan menolak Injil yang kita imani dan melawannya. Terakhir, pendeta adalah bapa dari keluarga gereja. Jemaat Korintus hidup dalam budaya yang sangat mementingkan pandangan dari orang lain. Mendengar teguran Paulus yang begitu keras sangat mungkin membuat mereka malu dan sakit hati. Oleh karena itu, Paulus ingin menegaskan bahwa apa yang dia lakukan adalah untuk menegur mereka seperti seorang bapa yang menegur anaknya. Menjadi pemimpin di dalam gereja berarti menjadi bapa dan ibu yang penuh cinta kasih atas sebuah keluarga gereja ketimbang menjadi disipliner yang ketat. Sekalipun hal ini tidak menutup adanya tindakan disiplin di dalam gereja.
Deddy Welsan
Pemuda GRII Bandung