Iman, Penderitaan, dan Hak Asasi Manusia

Judul : Iman, Penderitaan, dan Hak Asasi Manusia
Pengarang : Pdt. Dr. Stephen Tong
Penerbit : Momentum
Tahun terbit : 1999 (cetakan pertama)
Tebal : 104 hal.

Sebagian dari kita mungkin merasa bahwa penderitaan adalah sesuatu yang “alien” atau sesuatu yang seharusnya “alien” – asing dan jauh – dari pengalaman hidup kita. Mungkin juga kita sering mendengar pendeta-pendeta tertentu menyampaikan bahwa orang Kristen tidak mungkin menderita. Tetapi melalui buku ini, Pdt. Dr. Stephen Tong hendak menyampaikan bahwa penderitaan adalah anugerah dari Allah dan penderitaan adalah hak asasi bagi manusia.

Dalam abad terakhir ini, demokrasi dan hak asasi manusia menjadi suatu paham global yang sangat ditekankan oleh para pemimpin dunia. Alkitab menyatakan bahwa dasar dari hak asasi manusia adalah manusia diciptakan menurut peta teladan Allah. Namun hak selalu menuntut tanggung jawab yang harus dikerjakan dan diemban. Pembahasan inilah yang menjadi bagian pembuka dari buku ini.

Kemudian, Pdt. Dr. Stephen Tong membahas tentang demokrasi dalam beberapa aspeknya terutama prinsip penggunaannya di beberapa negara. Dimulai dengan demokrasi yang pertama kali muncul di Yunani kuno ternyata tidak begitu demokratis, karena hanya sedikit orang dari golongan yang lebih tinggi dalam masyarakat yang diizinkan untuk memilih pemerintahnya. Demokrasi yang dijalankan seenaknya bisa salah kaprah dan menjadi pisau bagi negara itu sendiri. Pdt. Dr. Stephen Tong di dalam khotbahnya pernah mengatakan, “Politikus tidak boleh memperalat jenius untuk kejayaan negaranya sendiri karena jenius adalah milik seluruh dunia. Yunani kuno yang menghasilkan demokrasi, dengan demokrasi pula membunuh salah satu jenius terbesar dalam sejarah manusia, yaitu Socrates.”

Selain itu, di dalam Alkitab, demokrasi dan hak manusia untuk mengeluarkan pendapat menjadi celah iblis untuk melawan Tuhan. Bangsa Israel memaksa Tuhan untuk memberikan raja karena iri dengan pemerintahan lain yang mempunyai raja sendiri. Akhirnya Tuhan mengabulkan dan mengizinkan mereka untuk memilih. Namun kita semua tahu apa yang terjadi, Saul yang dipilih oleh manusia bukanlah yang dipilih oleh Tuhan. Bahkan Tuhan Yesus sendiri pernah menjadi korban demokrasi ketika Pilatus mendengarkan perkataan orang banyak dan menyerahkan Yesus untuk disalibkan. Jadi, sebaik apapun paham di dunia ini, tidak ada yang bisa menyamai prinsip pemerintahan dalam firman Allah.

Melangkah dari demokrasi, Pdt. Dr. Stephen Tong mulai menjelaskan prinsip-prinsip dari penderitaan manusia dan orang Kristen secara khusus. Penderitaan ada yang merupakan akibat dosa dan ada yang bukan akibat dosa. Penderitaan yang bukan akibat dosa banyak dialami oleh orang Kristen yang sungguh-sungguh taat untuk menguji dan menumbuhkan iman mereka. Salah satu contoh yang dibahas adalah Ayub. Ayub yang menderita menerima saja hujatan teman-temannya yang berkata bahwa penderitaannya berasal dari dosanya, padahal Ayub sendiri tahu dan yakin bahwa dia tidak berbuat dosa. Dalam menghadapi kesengsaraannya, Ayub adalah orang yang begitu tegar, tabah, dan agung. Dia mampu berespons dengan tepat terhadap kondisinya itu kepada Tuhan dengan berkata, “Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan.” Mengutip pernyataan Pdt. Dr. Stephen Tong dalam buku ini, “Nilai manusia (adalah) sebanding dengan bagaimana ia bereaksi kepada Tuhan… dalam theologi Reformed, manusia adalah bagaimana ia bereaksi kepada Allah.

Responsnya yang luar biasa itu membuat Tuhan membenarkan dia dan mencela ketiga temannya yang lain. Respons Ayub itu juga menandakan bahwa penderitaan yang dia alami tidak akan menghilangkan imannya, malah menggali potensi iman dia sampai kepada titik kulminasi dari iman yang mungkin dicapai oleh dia. Penderitaan mungkin sekali menjatuhkan iman seseorang, tapi juga sangat mungkin dipakai Tuhan untuk menggali potensi manusia yang terpendam jauh di dalam.

Mazmur 119:67, 71, 75 merupakan prinsip dari theologi penderitaan yang tercantum di dalam Alkitab. Ayat 67 berkata, “Sebelum aku ditindas, aku menyimpang…”. Dilanjutkan ayat 71, “Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu”. Ayat 75 ditutup dengan, “Aku tahu, ya Tuhan, bahwa hukum-hukum-Mu adil, dan bahwa Engkau telah menindas aku dalam kesetiaan”. Saat kita tidak menderita, kita berada dalam dosa dan penyelewengan diri. Kemudian Tuhan mengizinkan penderitaan terjadi supaya kita bisa makin bertumbuh dan makin mengenal Tuhan dan ketetapan-Nya. Dan pada akhirnya, Tuhan yang akan memberi kekuatan supaya kita bisa lulus ujian dan semakin bertumbuh, bahkan menjadi berkat bagi orang lain yang mungkin juga mengalami penderitaan yang pernah kita alami.

Kiranya dengan membaca buku ini bisa menjadi berkat bagi kita supaya kita semakin mengerti tentang kaitan antara iman, penderitaan, dan hak asasi manusia, serta menguatkan kita yang sedang mengalami berbagai macam penderitaan supaya terus bersandar dan mengharapkan Tuhan saja.

Indra Kurniawan
Pemuda GRII Singapura