Judul Asli: Evangelism and the Sovereignty of God
Pengarang: J. I. Packer
Penerbit: Momentum (Momentum Christian Literature)
Halaman: viii + 103 Halaman
Ketika kita berbicara mengenai kedaulatan Allah dan penginjilan, sering kali terdapat dua kelompok pandangan. Kelompok yang pertama menganggap bahwa doktrin kedaulatan Allah membuat kita tidak perlu melakukan penginjilan, tetapi kelompok yang kedua justru melihat kedaulatan Allah sebagai pendorong utama untuk terus memberitakan Injil. Buku ini tidak membahas mengenai orang-orang di kelompok pertama yang merasa tidak perlu melakukan penginjilan, juga tidak membahas tentang sisa orang yang mengira bahwa penginjilan merupakan makanan asing dari planet lain yang tidak perlu dipikirkan. Di dalam buku ini, J. I. Packer mengajak kita untuk melihat bahwa hanya melalui doktrin kedaulatan Allah kita akan terhindar dari sikap dan cara yang salah dalam pemberitaan Injil.
Mungkin kita sering mendengar khotbah mengenai penginjilan. Mungkin tidak jarang kita mendengar pendeta atau hamba Tuhan di gereja mendorong kita untuk memberitakan Injil. Mungkin pula, kita diajak oleh teman-teman kita untuk bersama-sama pergi penginjilan. It could be that the problem is not that we don’t want to, but we don’t know how to evangelize. Maka, kita mulai memilih buku-buku tentang penginjilan, dan jika kita mengambil buku ini dengan harapan bahwa penulis akan memaparkan cara atau langkah-langkah praktis dalam penginjilan, maka kita akan sangat dikecewakan.
Buku ini adalah pembahasan alkitabiah dan theologis yang dirancang untuk menjelaskan hubungan antara tiga realitas: kedaulatan Allah, tanggung jawab manusia, dan tugas penginjilan Kristen. Pokok bahasan utama adalah tentang penginjilan Kristen, sementara kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia dibahas hanya sejauh menyangkut penginjilan. Jadi, buku ini tidak akan memperdebatkan cara dan sarana bagi penginjilan. Penulis membahas faktor-faktor rohani yang tercakup dalam penginjilan, dan faktor-faktor inilah yang akan mengatasi perdebatan-perdebatan yang ada mengenai penginjilan.
J. I. Packer memulai dengan suatu pernyataan keyakinan bahwa orang Kristen pasti memercayai dua hal: pertama, Allah berdaulat, dan kedua, Allah berdaulat dalam keselamatan. Percaya bahwa Allah berdaulat berarti sadar bahwa Allahlah Pemberi dan Sumber dari segala hal. Kepercayaan inilah yang mendorong orang Kristen untuk berdoa. Berdoa mengucap syukur atas segala hal yang kita terima, termasuk keselamatan kita. Juga, kita berdoa untuk orang-orang yang belum bertobat, supaya Allah yang berdaulat membuka pengertian mereka, melembutkan hati mereka, memperbarui batin mereka, dan menggerakkan kehendak mereka untuk menerima Juruselamat. Tetapi, bukankah sering kali di dalam doa, kita menganggap bahwa kita pun ada andil di dalam hal-hal yang kita dapatkan di hidup kita, termasuk keselamatan kita? Jangan-jangan kita pun sama dengan orang Farisi yang bersyukur bahwa kita tidak seperti pemungut cukai (orang lain) yang berdosa. “Ya ya, saya bersyukur Tuhan menyelamatkan saya, tetapi bukankah saya yang memang mau datang ke kebaktian kebangunan rohani yang diselenggarakan? Saya yang mengangkat tangan dan maju ke altar untuk berespons terhadap panggilan pertobatan yang diajukan oleh hamba Tuhan. Saya yang sudah rela menghabiskan uang dan waktu untuk pergi menginjili orang-orang lain yang belum bertobat.” J. I. Packer benar di dalam kalimat awalnya pada bab satu, bahwa ia tidak akan menghabiskan waktu untuk membuktikan bahwa semua orang Kristen percaya pada kedaulatan Allah. Hanya di dalam enam halaman, penulis menjelaskan dengan baik argumennya tentang kedaulatan Allah ini.
Pada bab dua, J. I. Packer membahas mengenai kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia. Mendengar dua istilah ini dalam satu kalimat, kita pasti langsung mengira bahwa kedua hal ini merupakan paradoks. Kita pasti sudah sangat familier dengan istilah paradoks. Banyak hal yang diajarkan di dalam Alkitab merupakan paradoks. Misalnya saja sewaktu kita membaca surat Paulus kepada jemaat di Korintus. Paulus menulis tentang berdukacita, namun senantiasa bersukacita, dan sebagainya. Akan tetapi, perihal kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia, penulis tidak mengatakan hal ini sebagai paradoks, tetapi sebagai antinomi. Paradoks adalah gaya bahasa atau permainan kata-kata yang seolah-olah menyatukan dua ide yang bertentangan. Sedangkan antinomi artinya dua kebenaran yang tampaknya berkontradiksi atau tidak sesuai (penekanan ada di kata “tampaknya”). Di dalam bab ini, J. I. Packer menjelaskan kepada kita bagaimana bisa menerima dan menghidupi antinomi ini tanpa menekan, mengurangi, melumpuhkan, atau mengabaikan salah satu kebenaran demi menonjolkan yang lain.
Seperti dikatakan di atas, J. I. Packer tidak menulis buku ini untuk menjelaskan cara atau langkah-langkah praktis dalam penginjilan. Buku ini ditulis untuk melawan orang-orang yang berpikir bahwa kedaulatan mutlak Allah akan melemahkan tanggung jawab manusia yang seharusnya dalam penginjilan. Di dalam bab tiga, J. I. Packer menjawab empat pertanyaan berkenaan dengan tanggung jawab manusia dalam penginjilan berdasarkan apa yang dikatakan oleh Alkitab. Empat pertanyaannya adalah:
1. Apakah penginjilan?
2. Apa yang menjadi berita Injil?
3. Apa motif penginjilan?
4. Dengan cara dan metode apakah penginjilan seharusnya dilaksanakan?
J. I. Packer benar-benar menyajikan jawaban yang mungkin kebanyakan dari kita akan dikejutkan olehnya karena selama ini kita sesungguhnya tidak benar-benar bisa menjawab keempat pertanyaan di atas sesuai dengan kebenaran firman Tuhan.
Pada bab yang terakhir, bab empat, J. I. Packer meringkaskan apa yang sudah dibahas dari bab satu sampai tiga mengenai kedaulatan Allah dan penginjilan. Di dalam bab ini, penulis makin memperjelas bagaimana kepercayaan kita akan kedaulatan Allah memengaruhi penginjilan. Bab ini juga memberikan penjelasan mengenai pertanyaan yang menyulitkan banyak orang Kristen tentang apa yang dicatat dalam Efesus 1:5, “Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya.” Jika memang Allah telah menentukan siapa yang akan Ia selamatkan dan siapa yang tidak, lantas bagaimana hal ini dikaitkan dengan tugas penginjilan kita? J. I. Packer mengajak kita untuk melihat bagaimana Alkitab menjawab pertanyaan ini.
Pada bagian akhir dari buku ini, J. I. Packer kembali mengajak kita untuk tekun berdoa bagi penginjilan. Kita tidak boleh bersandar kepada metode penginjilan kita, baik dalam kebaktian penginjilan maupun penginjilan pribadi, betapa pun hebatnya metode tersebut. Ketika menginjili, kita harus bersandar kepada Allah yang Mahakuasa, yang akan mengubah hati manusia dan akan mempertobatkan umat-Nya pada waktu-Nya. Penginjilan dan doa harus berjalan bersama; jika tidak, penginjilan yang kita lakukan tidak akan diberkati Tuhan.
Kita tahu bahwa penginjilan adalah tugas semua orang Kristen tanpa terkecuali. Entah apa yang menjadi alasan kita untuk tidak menginjili selama kita hidup menjadi seorang Kristen. This book is highly recommended for us to read. Dengan penjelasannya yang sederhana, J. I. Packer berhasil memaparkan inti dari penginjilan dan bagaimana kita seharusnya menaati Amanat Agung dari Tuhan Yesus ini. Pada akhirnya, J. I. Packer mengajak kita untuk melihat penginjilan bukan dari keberhasilannya, tetapi dari kesetiaan kita dalam menginjili dan kebergantungan kita kepada Tuhan di dalam doa-doa kita supaya Injil terus disebarkan oleh anak-anak Tuhan. Selamat menginjili!
Widya Sheena
Pemudi FIRES