Judul: Supremasi Kristus
Judul Asli: the Supremacy of Christ
Penulis: Ajith Fernando
Penerbit Asli: Crossway books
Penerbit terjemahan Bahasa Indonesia: Momentum
Tebal: 263 halaman (bahasa asli)
Cetakan: Pertama 1995 (bahasa asli)
Biasanya buku-buku tentang doktrin-doktrin dasar seperti Kristologi selalu dibahas oleh penulis-penulis negara Barat. Tetapi ada seorang penulis Asia, berasal dari Srilanka, bernama Ajith Fernando yang menulis satu buku tentang keutamaan Kristus dengan ciri khas Asia yang kental dan mempresentasikan doktrin Kristus dalam bentuk yang berbeda. Ajith Fernando pernah menjabat sebagai National Director Youth for Christ di Srilanka sejak tahun 1976, dan sekarang memimpin jemaat yang umumnya adalah petobat-petobat dari agama Budha. Fernando juga adalah pembicara di universitas dan profesor tamu untuk beberapa seminari di USA termasuk Trinity Evangelical Divinity School.
Buku ini bisa dikategorikan ringan untuk dibaca dan menariknya, di samping pengajaran tentang Kristus dan implikasinya, walaupun yang disampaikan bukanlah hal yang baru, buku ini juga memberikan kesegaran karena penulis sering menyisipkan kesaksian dari orang-orang berlatarbelakang agama Budha dan Hindu yang telah bertobat, di dalam pengajaran tentang diri Kristus. Karena penulis berasal dari Srilanka dan melayani orang-orang di belahan bumi ini, kita dapat belajar dan mengetahui bagaimana Kristus sangat relevan bagi orang-orang yang dilayani penulis. Penulis menjelaskan mengenai Kristus sebagai Kebenaran yang absolut, berpribadi, dan keutamaan Kristus di dunia pluralis, keotentikan perkataan Kristus, sukacita dalam Salib Kristus. Juga bagaimana salib menantang pandangan humanistik yang mengira bisa mencukupkan diri sendiri, serta bagaimana Kristus yang merupakan Sang Hidup memberikan arti baru bagi kemanusiaan dan masalah penderitaan melalui kebangkitanNya.
Penulis menekankan bahwa di dalam jaman sekarang ini, mematok kebenaran mutlak itu sangat ganjil dan akan dirasakan sebagai sesuatu yang radikal dan memaksa. Tetapi, penulis bisa mengemukakan, bagaimana untuk melakukan pendekatan tetapi tidak mengkompromikan iman. Dan salah satunyayang diserang cukup banyak, mungkin dari jaman dahulu sampai sekarang, adalah finalitas pribadi Kristus sebagai inti yang utama yang membedakan kekristenan dengan agama lain. Tetapi sesungguhnya keunikan kekristenan terletak pada pribadi Kristus. Menghilangkan pribadi Kristus justru akan menghilangkan keunikan kekristenan.
“At the time of the death of the Buddha, his followers asked him how it would be best to remember him. But he ‘simply urged them not to trouble themselves about such question. It did not matter much whether they remember him or not. The essential thing was the teaching. Jesus, on the other hand, shortly after His death, instituting the Lord’s Supper, said, ‘This is my body given for you, do this in remembrance of me.’ (Luke 22:19). Clearly, the way that Jesus taught depended on His person.”
Buku ini sangat baik untuk orang Kristen yang mau menginjili orang-orang dengan latar belakang agama Budha dan Hindu. Juga bagi kita yang mau mengerti lebih jauh, bagaimana Kristus sangat relevan dengan pergumulan-pergumulan orang-orang Asia dan pemikirannya, bagaimana usaha mereka menemukan kedamaian dalam ritual-ritual keagamaan Timur serta bagaimana sebenarnya hanya diri Kristuslah yang mereka butuhkan.
“The Indian evangelist Sadhu Sundar Singh (1889-c. 1929) came into Christianity with a wide experience in the rigorous spiritual disciplines of the religions of India. He had ‘attained a mastery of the Yoga technique and became oblivious to the external world for short spells.’ Bishop A. J. Appasamy, in his biography of Sundar Singh, says that “during those moments he experienced in some measure and the peace and joy for which his soul craved. But when he returned to consciousness, he was again plunged into the turmoil of unrest and discontent. This is because these experiences could not really satisfy the thirst that a relationship with God alone can satisfy. But once Sundar Singh became a Christian and experienced the peace of God, he used his skills, acquired while a non-Christian, to experience ecstatic heights of joy in his relationship to God. And this joy helped him endure untold hardship as he took the Gospel to hostile places.”
Seperti yang saya katakan, buku ini bukanlah buku sistematika tentang Kristologi tetapi lebih kepada refleksi dari apa yang diajarkan dalam doktrin Kristus dan relevansinya dengan keadaan masyarakat dan agama di mana penulis hidup di dalamnya. Dan juga bagaimana jawaban-jawaban praktis yang kita bisa kemukakan di dalam penginjilan dengan mereka yang berlatarbelakang agama-agama Asia. Contohnya, ketika seorang tokoh India yang sangat terkenal, Mahatma Gandhi sangat mengagumi Kristus. Penulis sangat tajam melihat bagaimana Mahatma Gandhi betul-betul hanya sejauh mengagumi ajaran Kristus tetapi tidak pernah menerima Pribadi Kristus. Karena memang demikianlah orang-orang dalam agama Timur, mereka menerima ajaran danprinsip, tetapi mereka tidak percaya kepada pribadi. Bagaimana pendapat penulis tentang hal ini? Apakah Mahatma Gandhi dapat dikategorikan hampir percaya Kristus atau tidak? Anda bisa membaca lebih jauh di buku ini.
Banyak juga pergumulan-pergumulan kita sebagai orang Asia diwakili oleh beberapa kesaksian di buku ini. Terutama mungkin pergumulan dalam hal orang tua kita yang berlatar belakang agama Budha. Buku yang ditulis dalam bentuk narasi dan kesaksian ini membawakan doktrin Kristus dalam gaya ringan dan terkadang mengharukan ketika membaca bagian komentar orang-orang yang bertobat dari agama lain dan pendapat mereka tentang Kristus. Salah satu kutipan dari buku ini mengatakan:
J. Gresham Machen (1881-1937) wrote a key book called Christianity and Liberalism. Here he described the uniqueness of Christianity in the following words:
“All ideas of Christianity might be discovered in some other religion, yet there would be in that other religion no Christianity. For Christianity depends, not upon a complex idea, but upon the narration of an event. Without that event, the world of Christian view, is altogether dark, and humanity is lost under the guilt sin. There can be no salvation by the discovery of eternal truth, for eternal truth brings naught but despair, because of sin. But a new face has been put upon by the blessed thing that God did when He offered His only begotten son.”
Jika Anda ingin mencari theologi sistematika tentang Kristus secara langsung dan dalam poin-poin yang jelas dan singkat, buku ini akan terasa agak bertele-tele. Karena buku ini menyajikan doktrin yang digabung dengan kesaksian hidup dari orang-orang yang bertobat dan bagaimana mereka bertobat. Buku ini juga sangat menyegarkan lewat penyajiannya yang hangat, dan juga sekaligus mengharukan, dengan kesaksian dari ibu-ibu yang beragama Hindu,penuh kesederhanaan untuk percaya kepada Kristus, padahal mereka buta huruf. Dan kita bisa melihat kekayaan jawaban yang diberikan Kristus kepada pelbagai bangsa di dunia. Bagaimana Kristus dapat menjangkau siapapun dan dari kalangan apapun juga.
“ The Creator of the world has indeed presented the complete solution to the human predicament. As such it is supreme, it is unique; and it is absolute. So we have the audacity in this pluralistic age to say that Jesus as He is portrayed in the Bible is not only unique but also supreme. He is our message to the world. A Hindu once asked Dr. E. Stanley Jones, ‘What has Christianity to offer that our religion has not?’ He replied, ‘Jesus Christ.’ “
Dan semua orang kudus mengatakan, “Amin.”
Yenty Rahardjo Apandi
Pemudi GRII Singapura