Tubuh
Lalu apakah kaitan musik dengan tubuh? Apakah musik begitu signifikan terhadap tubuh kita?
Pada edisi sebelumnya kita telah membahas tentang musik dan alam semesta. Alam semesta memiliki keharmonisan dalam susunannya, dalam tatanannya. Dan satu istilah yang baik untuk alam semesta adalah celestial body. Istilah body di sini berarti ada suatu keharmonisan dan suatu keteraturan dalam proporsi yang tepat, sehingga semua dapat terus berlangsung tanpa adanya konflik satu dengan yang lain. Demikian juga tubuh kita. Itulah sebabnya para filsuf masa lampau dengan tidak sembarangan mengatakan bahwa tubuh manusia adalah seperti microcosmos. John Calvin menyatakan bahwa struktur tubuh manusia adalah sesuatu yang sangat menarik untuk diteliti, dipikirkan, dan direnungkan, dalam ekspresi, simetri, keindahan, dan kegunaannya.[i]
Kita dapat melihat keutuhan (unity) dari tubuh manusia, di mana setiap bagian memiliki keterkaitan satu sama lain, walaupun ada perbedaan fungsi. Jantung tidak berdiri sendiri, melainkan berkait erat dengan seluruh tubuh. Jikalau jantung berhenti, maka seluruh tubuh akan mati. Tetapi jantung pun diatur oleh otak. Demikian juga otak yang mengatur kerja seluruh tubuh pun berkait erat dengan keseluruhan tubuh. Jikalau suplai darah dari jantung ke otak kurang, maka otak juga akan terganggu. Jika salah satu bagian terganggu, maka seluruhnya akan terganggu; jikalau satu bagian sakit, seluruh tubuh menanggung sakit. Bahkan ketika bergerak untuk mengambil atau mengangkat sesuatu, seluruh struktur tubuh dan otot akan menopang gerakan tersebut sehingga tubuh bisa bergerak sempurna.
Karena sedemikian utuh, teratur, sangat kompleks tetapi juga simpel[ii], tubuh manusia adalah contoh terbaik yang kita miliki untuk menggambarkan suatu organic relationship. Bahkan keutuhan dalam tubuh manusia ini juga digunakan oleh rasul Paulus untuk menggambarkan relasi antar umat percaya sebagai gereja Tuhan Yesus Kristus dengan Kristus sendiri sebagai kepala (1 Kor. 12:12-26; Ef. 1:22-23). Sedemikian serius dan indahnya keutuhan tubuh manusia. Dengan adanya organic relationship ini, apa yang terjadi pada satu bagian tubuh tidak mungkin tidak berhubungan dan berpengaruh terhadap bagian tubuh lainnya, entah kita sadari ataupun tidak.
Akan tetapi, manusia bukan hanya terbentuk dari tubuh. Keutuhan manusia haruslah tidak hanya dilihat dari kesatuan tubuh semata-mata, tetapi juga adanya roh. Roh tanpa tubuh adalah seperti malaikat, dan tubuh tanpa roh adalah mayat semata. Kedua hal ini tidak bisa dipisahkan. Apa yang terjadi kepada tubuh juga berpengaruh kepada roh/jiwa manusia, dan lebih lagi, apa yang terjadi pada roh/jiwa juga pasti berpengaruh kepada tubuh, karena roh manusia yang berasal dari nafas hidup yang dihembuskan Tuhan adalah apa yang menjadikan seseorang hidup (Kej. 2:7). Maka, kita harus lebih waspada terhadap apa yang terjadi dengan jiwa kita, karena yang tidak kelihatan adalah lebih besar daripada yang kelihatan (Yoh. 6:63), dan yang tidak kelihatan menentukan yang kelihatan.
Kaitan Musik dengan Tubuh
Musik sangat berkait erat dengan tubuh. Kita dapat dengan jelas melihat hal ini, misalnya dalam hal menari, memainkan instrumen musik, dan salah satu yang paling penting, yaitu menyanyi. Dalam menyanyi, tubuh manusia bahkan adalah instrumen musik itu sendiri. Salah satu keunikan yang dimiliki manusia jika dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain adalah menyanyi. Tidak ada mahluk hidup apapun yang dapat menyanyi seperti manusia, apalagi dengan kata-kata yang memiliki arti. Juga, jika dibandingkan dengan instrumen musik yang paling indah, paling mahal, dan paling canggih sekalipun, tidak ada yang bisa menandingi suara manusia. Kita mungkin bertanya, mengapa? Bukankah suara gesekan cello dari Yo-Yo Ma mampu membuai kita karena keindahan suaranya? Bukankah sebuah biola Stradivarius mampu mencapai harga 15 juta dollar Amerika? Bukankah sebuah piano memiliki begitu banyak komponen di dalamnya sehingga bisa sedemikian lincah, akurat, dan sensitif, mampu menghasilkan bunyi yang sesuai dengan tekanan terhadap tuts dari piano, dan dapat mencapai rentang suara sebanyak 7 oktaf, sedangkan manusia yang terlatih sekalipun hanya berkisar 2-3 oktaf saja? Jika demikian apakah kelebihan suara manusia jika dibandingkan dengan seluruh ciptaan Tuhan, ataupun ciptaan manusia? Yaitu karena manusia mampu bukan hanya menyanyikan nada-nada sebuah lagu, tetapi juga menyanyikan kata-kata yang mampu mempengaruhi manusia, baik itu humor, menceritakan penderitaan, menghibur, mengajar, ataupun puji-pujian terhadap Tuhan. Dan lagi, seluruh aktivitas musik dalam kehidupan manusia adalah menggunakan tubuh.
Secara singkat dapat digambarkan relasi musik dan tubuh sebagai berikut:[iii]
Jikalau kita melihat bagan di atas, ada tiga tahapan dalam kegiatan musik seseorang, yaitu tubuh, sebagai hal paling mendasar bagi seseorang bisa bermain musik dan mendengar musik, kemudian tahapan kedua yaitu pengalaman dalam praktek memainkan musik dalam berbagai bentuk, dan tahapan ketiga yaitu bagaimana musik itu dipersepsikan oleh praktisi ataupun pendengar.
Hal yang menarik di sini yaitu baik orang yang hanya mendengarkan musik ataupun yang mempraktekkannya, keduanya bersifat aktif. Mereka yang menjadi pendengar, yang mempersepsikan musik, pada saat yang bersamaan melakukannya juga dengan mereka yang memainkan musik. Maka pendengar pun mengidentifikasikan dirinya dengan orang yang memainkan musik. Inilah juga salah satu sebab mengapa ketika seseorang mendengarkan musik melalui rekaman berupa CD, ia mungkin, dan sangat mudah, kehilangan perhatian secara penuh terhadap apa yang didengarkan dan sangat mudah menjadi tidak sadar akan musik yang sedang dijalankan—musik itu menjadi salah satu dari suara yang ada di sekelilingnya tanpa disadari. Berbeda dengan orang yang melihat suatu performance musik secara live, misalnya konser-konser, atau bahkan melihat rekaman video sebuah konser, yang menampilkan ekspresi wajah dan tubuh dari performer. Pendengar (dan pelihat) seolah-olah turut menjadi bagian dari sang performer, dan memfokuskan seluruh perhatian kepada performer dan musik yang dimainkan. Hal ini biasa disebut dengan McGurk effect.[iv]
Kinaesthetic body adalah dasar untuk menghasilkan bunyi musikal. Kembali mengambil contoh dari bernyanyi, seluruh pulsasi tubuh terarah kepada aliran nafas yang keluar ketika bernyanyi, sehingga mengungkapkan seluruh emosi dari penyanyi dan menjadikan dirinya sebagai target identifikasi secara afektif[v] oleh pendengar. Bahkan ketika sedang mendengar suara dari instrumen musik sekalipun, sebagian dari pengalaman mendengar tetap adalah aktivitas tubuh yang memproduksi suara, yaitu usaha tubuh untuk membuat suara. Perasaan musikal dari pemain terutama berasal ketika ia memainkan instrumen, dan tidak dapat diperoleh melalui percakapan. Demikian juga, pendengar belajar untuk mengantisipasi beberapa karakter dari style musik yang didengar, tanpa penjelasan terlebih dahulu, yang membentuk kepekaan mereka terhadap “batasan”[vi] gaya musik.[vii]
Penerimaan akan musik juga melibatkan aktivitas, fakta yang sangat jelas dalam seluruh musik tarian, dan merupakan bentuk dari co-performance dari pendengar dan pemain musik. Relasi antara tarian dan musik adalah hubungan antara gerakan dan musik: ketika musik diubah secara kinestetik, musik akan menjadi tarian.[viii]
Kaitan Musik dengan Jiwa
Hubungan antara tubuh dengan jiwa juga dicerminkan dalam musik, yaitu relasi antara tangganada[ix], harmoni, dan kata-kata. Karena musik adalah cerminan dari hubungan tubuh dan jiwa inilah maka orang-orang Yunani kuno percaya akan pengaruh yang kuat dari musik atas emosi dan tindakan manusia, berdasarkan ketiga hal tersebut.[x] Musik dipercaya membawa dampak positif terhadap kesehatan mental dan fisik, dan dipakai juga dalam ritual keagamaan mereka untuk mengusir roh-roh jahat yang membawa penyakit. Alkitab juga mencatat hal ini, ketika Daud menggunakan permainan musik kecapi untuk menyembuhkan penyakit Saul yang diganggu oleh roh jahat (1 Sam. 16:14-23). Akan tetapi, kita harus ingat bahwa bukan musiknya sendiri yang menyebabkan terjadinya hal ini, melainkan kehadiran Tuhan. Ada kemungkinan bahwa Daud tidak hanya memainkan kecapi, tetapi juga menyanyikan Mazmur, karena hanya firman Tuhan yang sungguh-sungguh dapat melepaskan orang dari kuasa jahat. Filsuf dari zaman Middle Ages, Boethius (ca. 480-524/26), seseorang yang sangat representatif baik pada zamannya maupun zaman sesudahnya, juga membagi musik menjadi 3 jenis, salah satunya adalah “musica humana” yaitu musik dan relasinya dengan tubuh dan jiwa.[xi]
Para musikus dan orang-orang mistik juga sejak lama mengenali kekuatan dari musik ritmikal. Permainan drum ritual dan doa yang ritmikal ditemukan dalam budaya-budaya di seluruh dunia dan digunakan dalam upacara-upacara keagaaman untuk menimbulkan keadaan “trance.”[xii] Musik dengan beat yang kuat menstimulasi otak dan menyebabkan gelombang otak untuk beresonansi secara bersamaan mengikuti ritmik lagu. Beat yang lambat menimbulkan gerakan gelombang otak yang lambat yang dapat diasosiasikan dengan keadaan hipnotis atau meditatif. Beat yang cepat dapat menimbulkan kewaspadaan dan pikiran yang berkonsentrasi.[xiii]
Penelitian tentang rhythms dan otak juga menunjukkan bahwa kombinasi dari stimulasi cahaya dan suara secara ritmikal memiliki efek paling besar terhadap frekuensi gelombang otak, walaupun suara sendiri sudah mampu mengubah aktivitas otak. Hal ini menjelaskan signifikansi dari suara ritmikal dalam upacara-upacara keagamaan.[xiv] Salah satu tempat yang paling mengerti menggunakan kedua hal ini adalah diskotik, untuk memanipulasi suasana di dalamnya, bahkan mampu membuat orang masuk dalam keadaan trance. Maka kita harus sungguh-sungguh memikirkan ulang tentang penggunaan lighting dalam memberikan light effect dan penggunaan alat musik ritmikal yang terus berulang (misalnya drum kit) dalam ibadah Kristen.
Peranan musik dalam ritual keagamaan menempati posisi yang penting. Mengapa? Karena dalam seni musik, dan hanya melalui musik sajalah dapat tercapai integrasi sempurna antara teks dengan musik, tanpa adanya benturan fisik, bahkan teks yang dinyanyikan dapat memperoleh penguatan dan penekanan tertentu melalui musik yang dinyanyikan. Hal ini tidak dapat dicapai melalui seni yang lain. Bayangkan apa yang akan terjadi jika pada ibadah hari Minggu yang dihadiri 1500 orang, kita memuji Tuhan dengan lukisan, masing-masing orang mendapat sebuah kanvas, kuas, dan cat, lalu saat bersamaan kita melukiskan pujian kita. Karena itu, kita tidak bisa hanya memperhatikan teks yang dinyanyikan; komposisi musik yang dinyanyikan juga mendukung teks lagu tersebut. Misalnya, tidak mungkin kita menyanyikan teks “Suci, Suci, Suci” dengan menggunakan irama rock karena tidak sesuai antara content dengan container-nya.
Salah satu contoh yang sangat baik dari Alkitab tentang pengaruh musik terhadap jiwa adalah dalam 2 Taw. 20:15-23, ketika kepercayaan raja Jehoshaphat dan Israel dibangkitkan melalui musik juga. Sebenarnya, sangat mudah bagi Tuhan untuk menghancurkan musuh Israel, tetapi ini adalah sebagai pembentukan bagi Israel dalam menghadapi peperangan dan bersandar pada kekuatan Allah. Tuhan Allah memberikan ketakutan dan kekacauan di tengah-tengah bangsa Ammon ketika mendengar nyanyian pujian Israel kepada Tuhan, yang dinyanyikan oleh para penyanyi-penyanyi yang ditunjuk oleh Jehoshaphat yang berdiri di bagian paling depan dari pasukan, dan bangsa Ammon, Moab, dan Gunung Seir saling menghancurkan satu sama lain. Sebenarnya ini adalah peperangan Tuhan, dan Tuhan yang berperang. Tugas bangsa Israel hanya bernyanyi. Bagi bangsa Israel nyanyian mereka membawa kepercayaan, kekuatan, dan pengharapan, sedangkan bagi bangsa Ammon, Moab, dan Gunung Seir adalah ketakutan dan kekacauan yang membawa kehancuran bagi mereka yang melawan umat Tuhan.[xv] Demikian juga nabi Elisha, dalam 2 Raja. 3:9-20, ketika dalam keadaan hati yang tidak baik, dalam ayat ke-15 memanggil pemain harpa, dan ketika mendengar musik, kekuasaan Tuhan meliputinya, dan ia siap bernubuat, menjadi kepenuhan Roh Kudus. Pada saat dia mendengar musik ini, emosinya dikuduskan dan menjadi in tune dengan Tuhan, dan musik ini membangkitkan suatu perasaan transcendence sensibility, dibebaskan dari segala konflik relasi dengan sesamanya dan dari mood dirinya, dan mampu mengarahkan hati kepada Tuhan, menjadi siap dipakai untuk menjalankan kehendak Tuhan.[xvi]
How should we then listen?
Setelah melihat unsur-unsur dasar yang membentuk musik, keutuhan tubuh dan jiwa, dan pengaruh musik terhadap tubuh dan jiwa, maka kita sampai kepada pertanyaan utama kita, yaitu bagaimana sesuatu yang kita dengar dapat mempengaruhi kita. Jikalau dampak musik terhadap tubuh dan jiwa begitu dahsyat, maka kita harus sungguh-sungguh memperhatikan apa yang kita dengar.
Ketika kita mengerti alam semesta dan segala keteraturannya dalam proporsinya masing-masing, dan tubuh manusia sebagai microcosmos, maka kita mengerti bahwa tubuh manusia pun memiliki keteraturan ini dalam proporsinya masing-masing, sehingga terdapat harmony (keselarasan) antar satu bagian dengan bagian yang lain. Keterbatasan organ pendengaran manusia, dampak pendengaran (dan penglihatan, bdk. McGurk effect) terhadap tubuh dan jiwa manusia, mengharuskan kita melihat kembali suatu tatanan yang sesuai dengan rancangan semula oleh Tuhan. Dengan kata lain, tubuh kita yang memiliki order (keteraturan) harus dirawat dengan seni yang sesuai dengan order of creation (keteraturan ciptaan). Sebagai contoh, keterbatasan telinga manusia dalam menerima volume suara tidak bisa dipaksakan untuk menerima volume yang di luar kemampuannya, atau akan terjadi kerusakan terhadap indera pendengaran. Musik dengan volume yang keras dapat menimbulkan efek negatif terhadap diri kita. Hal itu dapat menyebabkan hilangnya pendengaran baik secara sementara atau bahkan permanen untuk segala usia. Khususnya pada zaman di mana portable audio dengan menggunakan earphone sudah begitu lazim, kita harus waspada akan dampak dari pemakaian yang terus-menerus dan dengan volume dalam ambang yang berbahaya. Para peneliti telah menemukan bahwa hilangnya pendengaran berpengaruh kepada berbagai jenis masalah kesehatan dan emosional, termasuk tekanan darah tinggi, sakit kepala, insomnia, kegelisahan, perilaku antisosial, dsb.[xvii] Salah seorang komposer besar, Ludwig van Beethoven, yang kehilangan pendengarannya pada usia yang relatif muda yaitu 31 tahun karena degenerasi dari syaraf-syaraf pendengarannya, mengalami hal-hal tersebut. Dia menulis kepada Franz Gerhard Wegeler, teman lama dari tanah kelahirannya di Bonn, bahwa hidupnya sangat menderita, dan dia berhenti menghadiri pertemuan-pertemuan sosial karena gangguan pendengarannya,[xviii] bahwa hidupnya menjadi kosong dan menyedihkan, di mana kehilangan pendengarannya terus menghantui dirinya.[xix]
Contoh lainnya, tubuh manusia memiliki keteraturan dalam ritme, misalnya ritme jantung. Ritme dari jantung kita umpamakan berbunyi “Lub-dub Lub-dub Lub-dub” di mana “Lub” berbunyi lebih keras daripada “dub.” “Lub” adalah sebagai downbeat, dan “dub” sebagai upbeat.[xx] Musik yang baik seharusnya tidak bertentangan dengan ritme dari jantung ini. Tetapi tidak demikian dengan musik rock. Dalam musik rock ada yang dinamakan sebagai “Groove,” yaitu keseluruhan pulsasi ritmik di dalam sebuah lagu. Bagi penggubah musik rock, groove ini sangat esensial. Groove mungkin berbeda di antara jenis musik rock sendiri. Tetapi ciri khasnya yang sama adalah penekanan pada ketukan ke-2 dan 4, di mana ketukan tersebut bersifat upbeat (bandingkan dengan detak jantung manusia). Beberapa jenis groove memainkan ketukan ke-2 dan 4 sedikit lebih awal, dan ada juga yang memainkan ketukan ke-2 dan 4 sedikit lebih lambat, dan musiknya akan dirasakan sedikit berat. Intinya adalah, pemain musik rock yang memiliki teknik tinggi dapat saling mengisi dengan seluruh musisi yang lain secara ritmikal.[xxi] Di sini terjadi banyak manipulasi ketukan yang tidak sesuai dengan detak jantung manusia. Dan pola ritmis yang kita dengar akan mempengaruhi juga detak jantung kita. Bayangkan apa yang terjadi jika detak jantung kita mengikuti pola ritmik groove dari musik rock ini!!
Musik yang baik adalah musik yang memiliki simetri dan harmoni. Hal ini sangat sesuai dengan tubuh manusia yang juga memiliki simetri dan harmoni. Inilah salah satu sebab mengapa musik dari W. A. Mozart menjadi sangat baik, yaitu karena ada order (keteraturan), harmony (harmoni). Balance (keseimbangan) musik Mozart begitu baik, dengan menggunakan chord yang sama, atau melodi yang sama, tetapi diletakkan pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, dengan nada yang tepat, efek yang ditimbulkan dapat sangat berbeda karena adanya pengetahuan tentang order, harmony, dan balance.[xxii]
Jadi inilah yang sesungguhnya terjadi ketika peristiwa fisika berupa suara yang diterima oleh indera pendengaran, dan diubah menjadi suatu musical mind, yaitu bahwa tubuh kita memiliki the order of creation yang telah Tuhan desain dengan sempurna. Maka musik yang baik adalah musik yang memiliki order, harmony, dan balance, tepat dalam menempatkan unsur-unsur musik baik dalam posisinya, dalam waktunya, dengan kombinasi nada, tempo, rhythm, dynamic, jenis suara yang kaya, dan unsur-unsur musik lainnya, dalam penggarapan yang kompleks tetapi tidak kehilangan ketiga unsur di atas. Tubuh dan jiwa kita mampu menangkap seluruh unsur-unsur musikal ini, baik itu musik dengan penggarapan yang baik ataupun tidak, tetapi dengan dampak yang berbeda. Musik yang tidak digarap dengan prinsip yang sesuai dengan order of creation, niscaya akan membawa dampak yang buruk terhadap tubuh dan jiwa, tetapi musik yang digarap dengan prinsip-prinsip yang sesuai dengan order of creation, yang telah ditetapkan Tuhan, maka musik tersebut niscaya akan membawa dampak yang baik terhadap tubuh dan jiwa.
Kiranya kita terus belajar untuk semakin peka dan kritis terhadap apa yang kita dengar, baik itu kata-kata, pengajaran, dan juga musik, karena seluruh apa yang kita dengar pasti akan membawa pengaruh kepada kita. Apa yang terus kita input ke dalam pikiran kita, dan kita simpan di dalam memori kita, juga akan menghasilkan output yang sesuai. Jika kita memasukkan segala yang baik, maka hasil keluar juga adalah yang baik. Tetapi jika apa yang kita serap adalah sampah, maka pastilah juga hal-hal sampah yang akan menjadi hasil keluar dari diri kita (Ams. 4:23; Luk. 6:45). Tuhan memberkati kita semua. Soli Deo Gloria.
Aldo Lammy
Mahasiswa Institut Reformed Jakarta
[i] John Calvin. “Institutes of Christian Religion.” London: Westminster John Knox Press. Book I ch v:3, p. 54.
[ii] Keseluruhan tubuh manusia yang begitu kompleks dibungkus dengan kulit yang membuat keseluruhannya menjadi begitu indah dan sederhana.
[iii] www.uta.fi/laitokset/mustut/mkbe/index
[iv] The McGurk effect is a perceptual phenomenon which demonstrates an interaction between hearing and vision in speech perception. It suggests that speech perception is multimodal, that is, that it involves information from more than one sensory modality. The McGurk effect is sometimes called the McGurk-MacDonald effect. It was first described in a paper by McGurk and MacDonald (1976) (http://en.wikipedia.org/wiki/McGurk_effect).
[v] Afeksi adalah suatu perasaan yang sangat mendalam, yang dapat mengakibatkan agony of the soul (penderitaan jiwa yang mendalam) pada orang yang sedang berduka cita misalnya. Sebagai contoh, orang yang kehilangan kekasihnya pada umumnya mengalami dukacita dalam taraf afeksi, bukan emosi. Emosi adalah perasaan yang dapat timbul secara spontan dan juga hilang secara spontan, dan oleh karena itu sifatnya lebih superficial (sebatas permukaan), misalnya rasa kenikmatan makanan ataupun minuman. Dengan kata lain, emosi adalah suatu perasaan yang lebih dangkal dibandingkan dengan kedalaman perasaan yang disebut afeksi. Namun baik afeksi maupun emosi diciptakan oleh Tuhan, dan tidak ada yang lebih salah, jahat, atau rendah di antara kedua hal tersebut (Billy Kristanto, “Worship, Liturgy, and Music”).
[vi] Yang dimaksud di sini adalah pendengar mampu mengenali bentuk musik yang didengar. Misalnya ketika mendengarkan musik klasik, pikiran mereka mengingat gaya musik klasik ini, sehingga ketika di masa mendatang kembali mendengar jenis musik klasik, pendengar akan segera mengenali bahwa ini adalah musik klasik.
[vii] www.uta.fi/laitokset/mustut/mkbe
[viii] Ibid.
[ix] Seringkali orang melakukan kesalahan dengan mengatakan tangganada sebagai kunci. Yang benar seharusnya adalah setiap lagu memiliki tangganada tertentu, misalnya Do = G, berarti lagu tersebut dimainkan dalam tangganada G mayor.
[x] www.nlm.nih.gov/hmd/pdf/medicineandmusic
[xi] Lihat PILLAR edisi September 2007, “Music and Universe.”
[xii] Keadaan ketika seseorang berada di luar kesadarannya secara penuh.
[xiii] www.stanford.edu/dept/news/pr/2006/pr/brainwave
[xiv] Ibid.
[xv] Pdt. Billy Kristanto: Lecture on Pastoral Ministry Through Music. Reformed Institute, 2006.
[xvi] Ibid.
[xvii] www.life.ca-nl-109-music
[xviii] “I must confess that I am living a miserable life. For almost two years I have ceased to attend any social functions, just because I find it impossible to say to people: I am deaf. If I had any other profession it would be easier, but in my profession it is a terrible handicap. As for my enemies, of whom I have a fair number, what would they say?” (Stanley Sadie, ed. “Grove Dictionary of Music & Musician”)
[xix] “You can scarcely believe what an empty, sad life I have had for the last two years. My poor hearing haunted me everywhere like a ghost; and I avoided all human society.” (Stanley Sadie, ed. “Grove Dictionary of Music & Musician”)
[xx] Lihat Pillar edisi Oktober 2007, “Music and Body Part 1”
[xxi] http://reformedperspectives.org/search.asp/keyword/kev_twit
[xxii] Pdt. Billy Kristanto: Lecture on Pastoral Ministry Through Music. Reformed Institute, 2006.