40. Aria: Why do the nations so furiously rage together
Why do the nations so furiously rage together, and why do the people imagine a vain thing? The kings of the earth rise up, and the rulers take counsel together against the LORD and against His anointed. (Ps. 2:1-2)
Mengapa rusuh bangsa-bangsa, mengapa suku-suku bangsa mereka-reka perkara yang sia-sia? Raja-raja dunia bersiap-siap dan para pembesar bermufakat bersama-sama melawan TUHAN dan yang diurapi-Nya. (Mzm. 2:1-2)
41. Chorus: Let us break their bonds asunder
Let us break their bonds asunder, and cast away their yokes from us. (Ps. 2:3)
Marilah kita memutuskan belenggu-belenggu mereka dan membuang tali-tali mereka dari pada kita! (Mzm. 2:3)
Setelah menyatakan penginjilan sebagai salah satu respons terhadap kebangkitan Sang Mesias, maka pada bagian ini Oratorio Messiah mengisahkan tantangan yang dihadapi terhadap berita Injil tersebut, tepatnya mengenai penolakan terhadap Sang Juruselamat. Ini adalah sebuah kenyataan yang orang-orang Kristen harus sadari, bahwa Injil yang diberitakan ke seluruh penjuru dunia tidak selalu mendatangkan penerimaan dan kedamaian. Ada manusia-manusia yang dengan frontal menyatakan penolakan mereka. Maka pada lagu “Why do the nations so furiously rage together” ini kita dapat mendengarkan dengan jelas penggambaran kemarahan. Pada bagian string di orkestra, kita akan mendengar rangkaian nada yang berentetan seolah-olah sedang berada dalam kondisi perang. Iringan seperti ini dikenal sebagai “stile concitato” yang biasa digunakan untuk menggambarkan kemarahan. Solois bas menyanyikan lagu ini dengan suara keras dan range nada yang cukup tinggi untuk seorang penyanyi bas untuk memberikan penekanan pada bagian “so furiously rage together”. Lalu pada beberapa kata “rage”, Handel menggunakan melismatic yang seolah-olah menggambarkan seorang yang begitu marah hingga bergemetar.
Aria ini langsung disambut dengan lagu kur “Let us break their bonds asunder” yang terdengar seperti seorang yang menyanyikan dengan terbata-bata. Handel pun menempatkan melismatic yang menurun pada kata “cast away”. Hal-hal ini digunakan untuk menggambarkan sebuah lelucon karena para raja dunia bersekongkol untuk melawan Raja Semesta Alam. Ketika para pemimpin ini dengan lantang menyerukan perlawanan atau pemberontakannya kepada Allah, tindakan mereka hanyalah sebuah usaha sia-sia belaka, bahkan sebuah usaha yang konyol. Inilah yang digambarkan pada lagu tersebut.
42. Secco recitative: He that dwelleth in heaven shall laugh them to scorn
He that dwelleth in heaven shall laugh them to scorn; the Lord shall have them in derision. (Ps. 2:4)
Dia, yang bersemayam di sorga, tertawa; Tuhan mengolok-olok mereka. (Mzm. 2:4)
43. Aria: Thou shalt break them
Thou shalt break them with a rod of iron. Thou shalt dash them in pieces like a potter’s vessel. (Ps. 2:9)
Engkau akan meremukkan mereka dengan gada besi, memecahkan mereka seperti tembikar tukang periuk. (Mzm. 2:9)
Dua lagu ini merupakan respons terhadap perlawanan atau pemberontakan dari para pemimpin dunia kepada Allah. Usaha para manusia berdosa ini merupakan sebuah usaha yang sia-sia dan merupakan sebuah kekonyolan yang pada akhirnya hanya akan mendapatkan olok-olokan dari Allah. Inilah respons yang dapat diberikan sebuah recitative singkat yang juga menjadi pengantar bagi sebuah aria yang menyatakan murka Allah kepada manusia berdosa.
Aria ini memiliki penekanan pada kata “break” dan “dash”. Iringan melodi dari biola banyak menggunakan pola nada yang melompat ke atas ataupun ke bawah. Iringan biola ini dibuka dengan nada quaver (nada bernilai ½ ketuk) yang dimainkan dengan cepat dan bernada tinggi, seolah-olah makin menggambarkan kemarahan atau tertawa yang mengolok-olok. Secara kerangka dasar, aria ini dibuat berdasarkan ostinato bass (suatu motif yang berulang biasanya di dalam pitch yang sama). Di dalam aria ini Handel menggunakannya di dalam kunci yang berbeda. Biasanya pola atau kerangka ini digunakan untuk menggambarkan sebuah ratapan, contohnya seperti di dalam lagu “Crucifixus” dari Mass in B minor karya J. S. Bach. Namun di dalam aria ini, Handel menggunakan ritme yang menyentak sehingga lagu ini tidak terkesan sebagai sebuah ratapan, melainkan menjadi sebuah lagu yang menyatakan murka Allah kepada orang-orang yang menolak-Nya, sehingga tidak ada lagi kesempatan untuk mereka meratap.
Ada sebuah pembahasan menarik yang menyatakan bahwa lagu “Thou shalt break them” mirip dengan buku Sinners in the Hands of an Angry God karya Jonathan Edwards. Keduanya sama-sama menyatakan Allah yang murka terhadap para pemberontak-Nya. Namun ada perbedaan yang mendasar di dalam lagu ini dari khotbah Edwards, yaitu khotbah Edwards bersifat lebih personal, karena menyatakan secara langsung kepada pendengar sebagai objeknya dengan menggunakan kata ganti “you”. Sedangkan di dalam lagu “Thou shalt break them”, Jennens menggunakan kata ganti “them” yang adalah pihak ketiga, sehingga ada yang menilai bahwa pesan yang disampaikan dalam lagu ini tidak setajam khotbah Edwards. Namun jikalau kita mengaitkannya dengan konteks besar dari Oratorio Messiah, kita akan melihat bahwa penekanan dari oratorio ini adalah pada penderitaan dan kematian Kristus. Melalui penderitaan dan kematian Kristus inilah, justru kita dibawa untuk melihat keberdosaan diri secara lebih mendalam.
Refleksi
Joel Beeke menyatakan bahwa efek kejatuhan manusia ke dalam dosa dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu “the pain of loss” dan “the pain of curse or condemnation”. Kebanyakan dari kita mungkin lebih sering mendengar khotbah dari sisi kelompok yang kedua, yaitu kutukan atau hukuman yang Allah berikan kepada manusia sehingga manusia harus menjalankan hidup di dalam kesulitan dan penderitaan. Namun kelompok yang pertama memiliki aspek yang penting sekali untuk kita mengerti, yaitu kehilangan relasi atau penglihatan yang indah akan Allah (the loss of beatific vision of God). Ketika manusia kehilangan hal ini, maka mereka tidak dapat lagi melihat atau bahkan merindukan keindahan relasi dengan Allah tersebut. Oleh karena itu, tidak mengherankan jikalau pemberitaan Injil menuai banyak penolakan bahkan tantangan. Manusia berdosa tidak dapat lagi melihat keindahan anugerah Allah. Secara tidak langsung, hal ini menjadi sebuah hukuman yang lebih menyedihkan lagi bagi manusia, karena tidak dapat melihat penting dan indahnya berita Injil yang merupakan satu-satunya jalan keselamatan bagi mereka. Bukan hanya itu, ada sekelompok manusia berdosa yang secara aktif melakukan perlawanan untuk membungkam pemberitaan Injil. Bahkan mereka berani melakukan penganiayaan kepada umat Allah. Kehidupan mereka terjerat di dalam kemalangan karena hidup mereka hanya melangkah dari dosa kepada dosa yang lain. Akibatnya, hidup mereka adalah hidup yang menanti saat di mana Allah menyatakan penghakiman-Nya kepada mereka.
Di dalam khotbah Edwards, ia menggunakan sebuah ilustrasi bahwa kehidupan para pemberontak Allah bagaikan seekor laba-laba yang ada di atas telapak tangan yang hanya menunggu saat pemilik tangan itu membalikkan tangannya, lalu melempar laba-laba tersebut ke dalam perapian yang akan menghanguskannya. Jikalau orang-orang berdosa masih dapat hidup, bahkan kehidupan mereka seolah-olah mendapatkan banyak berkat, kita perlu mengetahui bahwa semua itu hanyalah topangan anugerah umum Allah yang sementara. Ada waktunya di mana anugerah itu akan dicabut dan kehidupan mereka akan hancur. Inilah kehidupan orang berdosa yang berada di tangan Allah yang murka.
Oleh karena itu, kita harus melihat kembali dan tidak henti-hentinya mengucapkan syukur jikalau kita dapat melihat keindahan anugerah keselamatan, bahkan kita dapat direkonsiliasi kembali dengan Allah. Karena tanpa karya Allah Roh Kudus yang menghidupkan kerohanian kita, tidak mungkin kita dapat berespons kepada pemberitaan Injil yang menuntun kita kepada anugerah keselamatan Allah. Melalui karya Allah Roh Kudus ini juga, mata rohani kita dibukakan dan kita dapat kembali melihat keindahan Allah di dalam kehidupan kita. Walaupun kita belum dapat melihat-Nya secara langsung, muka dengan muka, tetapi ketika hidup kita berpadanan dengan firman-Nya, maka kita dapat melihat dan merasakan kehadiran-Nya. Dengan demikian tidak ada hal lain yang dapat kita lakukan di dalam hidup ini selain mengucapkan syukur kita kepada Allah melalui kehidupan yang dipersembahkan kepada-Nya. Kiranya Allah menolong kita untuk berespons dengan tepat kepada keselamatan yang Ia telah anugerahkan kepada kita.
Simon Lukmana
Pemuda FIRES