Interview Agustus 2006

Dalam rangka ulang tahun Pillar, kita mendapatkan kesempatan untuk meng-interview Pdt. Sutjipto Subeno yang telah cukup lama berperan dalam bidang literatur di GRII. Pak Sutjipto yang sering dipanggil dengan sebutan Pak Cip, pada saat ini aktif melayani di Surabaya, salah satunya adalah sebagai gembala sidang di GRII Andhika. Beliau dipercayai untuk memimpin Momentum, penerbit dan toko buku Kristen Reformed Injili. Beliau juga merupakan salah seorang penasihat Buletin Pillar ini. Melalui interview kali ini, selain untuk lebih mengenal Pak Cip, Pillar berharap para pembaca dapat lebih mengenal signifikansi bidang literatur dalam Gerakan Reformed Injili.

P: Bisa ceritakan sedikit tentang latar belakang kehidupan pribadi Pak Cip?

S: Wah, latar belakang gimana ya? Saya lahir tahun 1959, jadi sudah cukup tua. Lahir di keluarga bukan Kristen. Saya sekolah di sekolah Kristen sejak kecil hingga SMU. Saya baru bertobat pada 1 Juni 1979, setelah ayah saya meninggal. Saya masuk sekolah teologi tahun 1985, dan baru sepuluh tahun kemudian saya lulus di STT Reformed Injili Indonesia dengan S.Th dan M.Div.

P: Sudah berapa lama Pak Cip terjun di dalam bidang literatur Momentum ini? Bagaimana awalnya Pak Cip bisa ikut berperan di Momentum?

S: Sebenarnya saya memang sudah terbeban di dunia literatur sejak saya bertobat. Sejak itu saya mulai menulis artikel, tetapi baru dipercayakan oleh Pdt. Dr. Stephen Tong untuk terjun dalam bidang literatur sejak tahun 1991. Saat itu saya baru jadi staf pembantu untuk penerbitan majalah Momentum. Saya membantu menerjemahkan buku dan mentranskrip khotbah pak Tong. Saya baru mulai mengelola toko buku Momentum pada tahun 1993, setelah saya menikah. Dan sejak tahun 1996 saya dipercaya menjadi direktur penerbitan dan toko buku Momentum.

P: Pak Cip bisa menceritakan sedikit sejarah penerbit Momentum dan toko buku Momentum? Misalnya sudah berapa lama Momentum berdiri?

S: Seperti sedikit disinggung di atas, penerbitan Momentum muncul karena beban Pdt. Dr. Stephen Tong akan butuhnya khotbah-khotbah beliau dituliskan ke dalam buku untuk orang-orang yang tidak bisa mendengarkan langsung khotbah tersebut, dan juga perlunya untuk menerbitkan buku-buku teologi Reformed yang baik yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kristen di Indonesia yang tidak bisa membaca dalam bahasa Inggris. Kita bukannya mau bersaing dengan penerbit Kristen lain, tetapi ada kebutuhan spesifik yang tidak diisi dan dilakukan oleh penerbit lain. Kebanyakan penerbit Kristen menerbitkan buku dengan perhitungan untung rugi dan tidak mau melakukan proyek rugi demi kebenaran doktrin atau ajaran Firman Tuhan yang baik. Inilah yang dikerjakan oleh Momentum. Maka sejak semula, Momentum berkomitmen hanya menerbitkan buku-buku yang jelas berteologi Reformed. Sebagus apapun buku itu secara dunia, jika tidak berteologi Reformed, kami tidak akan menerbitkannya. Penerbit Momentum ini dimulai bersamaan dengan pendirian LRII (Lembaga Reformed Injili Indonesia) pada tahun 1989, dan merupakan divisi literatur dari LRII yang bersifat non-profit. Tahun 1990 di Surabaya didirikan Toko Buku Momentum atas prakasa dan modal beberapa orang yang terbeban dengan doktrin dan gerakan Reformed Injili, yang dimotori oleh Bapak Leo Sutanto dan Bapak James Hartono Setio (King Sen). Tahun 1993 di Jakarta baru didirikan Toko Buku Momentum yang dikelola di bawah pelayanan Pdt. Stephen Tong dengan modal dari Pak Tong sendiri. Bersamaan dengan itu, penerbitan Momentum sudah semakin besar dan memiliki lebih banyak staf dan berkantor di Jl. Cideng Timur no. 5. Tahun 1996, kantor pusat Penerbit Momentum dipindahkan ke Surabaya bersamaan dengan kepindahan pelayanan saya ke Surabaya, dan itu sekaligus menjadi kantor pusat jaringan Toko Buku Momentum, yang menyatukan seluruh gerak baik di Surabaya maupun di Jakarta. Kini Momentum meliputi penerbitan dan jaringan toko buku yang dikelola secara integral dari Surabaya hingga saat ini.

P: Lalu apa visi dan misi dari Momentum? Dan sejauh mana visi ini telah berhasil dijalankan, dan apa langkah selanjutnya?

S: Menerbitkan dan menjual buku-buku yang berteologi Reformed dan semangat Injili. Dalam hal ini menerbitkan karya-karya dari khotbah Pdt. Dr. Stephen Tong dan semua rekan-rekan di GRII yang setia pada Teologi dan Gerakan Reformed Injili. Penerbitan juga menerjemahkan buku-buku Reformed yang baik ke dalam bahasa Indonesia, sehingga mereka yang kesulitan berbahasa asing bisa membaca dalam bahasa Indonesia. Kami menjual buku-buku teologi yang baik, bukan terbatas pada teologi Reformed, tetapi yang berteologi Injili dan tidak menentang ajaran Firman Tuhan. Visinya adalah kami rindu melihat orang Kristen di Indonesia membaca buku yang berbobot dengan begitu bersemangat, lalu mereka diperlengkapi untuk melayani Tuhan. Kami berjuang untuk menjadi penerbit dan toko buku yang betul-betul bisa memberikan fasilitas sebaik mungkin bagi pembaca Kristen yang baik.

Kami telah melakukan beberapa langkah, yang paling utama adalah melakukan seleksi ketat buku-buku yang kami terbitkan dan kami jual. Momentum bukan toko buku sampah, tetapi betul-betul orang akan sadar jika ia memiliki pengertian teologi yang baik, membaca banyak buku, tahu apa yang disediakan oleh Momentum. Saat ini sudah timbul komentar di luar, ”Jika Anda mencari buku Kristen yang baik, pergilah ke Momentum, karena hanya di situ Anda bisa mendapatkan buku Kristen yang baik dengan aman.“

Kami berjuang untuk mempercepat penerbitan dengan mengupayakan terbit 40 buku per tahun, dan juga berjuang untuk meng-import dan menyediakan buku-buku bahasa Inggris berbobot dengan harga yang relatif paling murah, yang kami sediakan bagi anggota Momentum (kami tidak bisa menyediakan fasilitas itu untuk yang bukan member kami). Kami menghadapi kendala yang sangat berat dalam dua aspek, yaitu: SDM dan finansial. Dibutuhkan orang-orang yang berbobot utk mengerjakan pekerjaan yang berat ini. Sulit mencari orang yang bisa melakukan transkrip untuk khotbah-khotbah Pak Tong dengan baik, dan sulit mencari penerjemah untuk buku-buku teologi yang berat. Juga biaya cetak yang mahal dan buku-buku yang harus mengendap di gudang membutuhkan support finansial yang tidak kecil.

P: Apa significant dari berdirinya Momentum sebagai mandat budaya dan mandat Injil?

S: Momentum menunjukkan bahwa literatur Kristen yang berbobot dibutuhkan di dunia, juga di Indonesia. Orang Kristen seringkali merasa cukup hanya ke gereja seminggu sekali, mendengar khotbah, dan kurang sekali mendalami dengan buku-buku yang baik. Yang menjadi bacaan adalah majalah, atau artikel pendek yang ringan dan yang lucu. Hal ini menjadikan orang Kristen hanya bisa memakan bubur dan sulit mengunyah daging. Demikian juga di dalam tugas penginjilan, Momentum mencoba menerbitkan traktat untuk penginjilan, dan juga buku-buku yang mendorong tugas pemberitaan Injil. Khususnya peranan Momentum adalah memberikan konsep dan teologi Penginjilan yang benar di tengah begitu maraknya ide penginjilan yang berbeda dari apa yang Alkitab ajarkan.

P: Apa pentingnya media literatur untuk orang Kristen, khususnya Reformed Injili?

S: Secara umum, orang Reformed Injili adalah orang-orang yang paling banyak mau belajar dan didorong secara serius untuk belajar. Jadi tanpa media literatur yang cukup dan baik, dukungan untuk tuntutan belajar menjadi tumpul. Dan memang dari statistik Momentum, pembeli buku Kristen yang berbobot terbanyak tetap dari GRII.

P: Kalau kita ke toko buku di mall misalnya, kita dapat melihat banyak diterbitkannya buku-buku populer yang bertentangan dengan prinsip Kristen (seperti Da Vinci Code, dan lain-lain.). Akibatnya banyak orang Kristen yang mulai meragukan iman mereka. Bagaimana kita tahu buku yang baik (sesuai dgn prinsip Kristen) dan apa kriteria buku itu baik dan bernilai untuk kita baca?

S: Betul sekali. Buku banyak dan buku sesat lebih banyak lagi. Buku yang baik tentu harus memiliki pertanggungjawaban teologis yang ketat dan baik. Buku bukan sekedar mengeluarkan opini yang tidak bertanggung jawab di bawah kebenaran Allah. Buku yang benar harus dimulai dari orang-orang yang takut akan Tuhan, yang dipanggil utk menulis sesuai dengan kebenaran Tuhan, dan dia sendiri memiliki doktrin atau teologi yang benar. Dari orang yang sesat akan muncul pikiran yang sesat, dan tentu tulisannya juga sesat. Dari orang yang takut akan Tuhan, yang hidupnya saleh dan benar, memiliki teologi yang benar dan bertanggung jawab, akan keluar karya yang juga baik. Jadi mau tidak mau kita harus tahu siapa penulis buku itu dan motivasi penulisan buku itu. Dari situ kita menilai baik buruknya satu buku.

Kalau suatu literatur dibuat oleh orang yang tidak takut akan Tuhan, tentu hasilnya rusak. Saat ini banyak penulis menulis karena alasan material. Motivasinya adalah ingin mendapat uang atau menjual buku. Sifat seperti ini jelas tidak sesuai dengan maksud Allah yang benar. Jadi di dalam kekristenan sendiri, unsur marketing dan jualan sudah dianggap biasa, sehingga motivasi seperti itu dianggap normal. Tetapi kalau kita cermati, itulah titik perusak yang paling gawat terhadap iman. Saat ini kita dituntut untuk sangat kritis terhadap semua media yang ada.

P: Mengapa perlu dibedakan literatur untuk pemuda (Pillar) dan pembaca umum (Momentum)?

S: Sampai saat ini, saya merasa memang ada beberapa redundance antara majalah Momentum dengan buletin Pillar, dan itu membutuhkan waktu untuk masing-masing mengeluarkan keunikannya sendiri. Saya rasa beberapa rubrik Pillar memang mirip, tetapi beberapa lainnya sangat berbeda. Juga segmentasi pasarnya juga berbeda.

P: Pillar awalnya merupakan buletin pemuda lokal di GRII Singapura, tetapi kemudian Pak Tong mengusulkan untuk menjadikan Pillar buletin pemuda GRII Internasional. Banyak orang berkata dengan berubahnya Pillar menjadi milik seluruh GRII, Pillar jadi kehilangan identitasnya sebagai buletin pemuda GRII Singapura (less personalized). Mengapa perlu penggabungan Pillar menjadi milik seluruh pemuda GRII? Bukankah buletin yang personalized atau localized juga baik?

S: Perlu penggabungan? Ya dan tidak. Karena mau dijadikan buletin pemuda GRII Internasional dan menjadi bulletin GRII Singapura, sama-sama baik. Pak Tong ingin agar apa yang dicapai oleh pemuda GRII Singapura dirasakan atau menjadi pendorong bagi semua GRII. Sampai saat ini saya melihat memang hal itu tidak terlalu signifikan untuk kebanyakan GRII/MRII/PRII, karena mereka merasa tidak bisa mengikuti atau tidak memiliki kapasitas. Yang sangat mendapat dampak positif adalah pemuda GRII Pusat, karena di situ juga cukup banyak orang-orang potensial yang bisa mengambil bagian juga di dalam Pillar. Hilangnya sifat buletin lokal memang mau tidak mau menjadi konsekwensi, karena tidak boleh muncul. Kalau mau muncul, tetap menjadi buletin pemuda GRII Singapura tetapi penyebarannya yang keluar. Buletin lokal sangat dibutuhkan untuk menjadi tempat komunikasi dan mengikat persekutuan pemuda gereja lokal tertentu. Ini juga sekaligus menjadi wadah untuk mereka merasa berbagian di dalam persekutuan. Itu akan membangun sense-of-belonging para pemuda bagi gereja. Kalau mereka masuk ke dalam peranan seperti Pillar, saya rasa mereka berposisi sebagai orang-orang sinodal, yang melihat kepentingan sinodal, jadi harus melepaskan konteks lokalnya. Dengan demikian, baru seluruh pemikiran akan berbeda.

P: Bagaimana dengan internet? Mengapa belum ada website GRII yang official?

S: Memang kita masih mempunyai banyak sekali kendala di dalam melakukan format website secara internasional, karena official website GRII harusnya ditentukan oleh sinode. Jadi seharusnya ada rapat sinode membahas apa saja yang akan dimasukkan ke dalam website GRII secara sinodal. Selama ini sebenarnya official website secara prematur sudah ada dengan data yang sangat minimal, yaitu: www.grii.org. Pengembangan website ini membutuhkan tenaga full-time yang terus meng-update dengan materi yang baik. Ini yang belum bisa kita kerjakan. Harap di masa depan website GRII bisa menjadi tempat kita mempublikasikan seluruh aktivitas kita.

Wawancara oleh Redaksi Pelaksana PILLAR