And Mary said:
“My soul magnifies the Lord, and my spirit has rejoiced in God my Savior.
For He has regarded the lowly state of His maidservant;
For behold, henceforth all generations will call me blessed.
For He who is mighty has done great things for me, and holy is His name.
And His mercy is on those who fear Him from generation to generation.
He has shown strength with His arm;
He has scattered the proud in the imagination of their hearts.
He has put down the mighty from their thrones, and exalted the lowly.
He has filled the hungry with good things, and the rich He has sent away empty.
He has helped His servant Israel, in remembrance of His mercy,
As He spoke to our fathers, to Abraham and to his seed forever.”
(Luke 1:46-55, NKJV)
Itulah puji-pujian Maria yang menyatakan betapa jiwanya memuliakan Tuhan dan dirinya hanyalah seorang hamba yang dilayakkan Tuhan. Karena kedalaman artinya, banyak komponis menggubah karya-karya mereka dengan menggunakan ayat-ayat yang dikenal sebagai “The Song of Mary” ini, salah satunya yaitu J. S. Bach, yang menuangkannya dengan luar biasa dalam karyanya “Magnificat”.
Pesan inilah yang disampaikan melalui konser “Magnificat in D” karya J. S. Bach yang diadakan pada tanggal 25 Agustus 2007 yang lalu di Graha Gepembri, Jakarta. “Magnificat in D” karya J. S. Bach ini ditampilkan oleh paduan suara Jakarta Oratorio Society (JOS) dan Reformed Oratorio Society (ROS), Renata Lim (soprano 1), Eunice Tong (soprano 1), Elsa Pardosi (soprano 2), Anna Koor (alto), Peter Chung (tenor), dan Chen Yung Chen (tenor), dengan Pdt. Dr. Stephen Tong sebagai conductor, dan diiringi oleh Eliata Chamber Orchestra.
Dalam konser kali ini, penonton dapat menikmati karya-karya musik yang begitu indah yang ditampilkan oleh para pemusik sangat berbakat dari mancanegara. Konser dibuka dengan permainan piano Indah Lestari Hertanto—yang sedang melanjutkan studi musiknya di Amerika—yang menampilkan “Suggestion Diabolique” karya Sergey Prokofiev. Kemudian acara dilanjutkan dengan lagu “Sing Ye Praise” dari Lobgesang karya Felix Mendelssohn yang ditampilkan oleh tenor Ndaru Darsono dengan iringan piano Pdt. Billy Kristanto. Selanjutnya paduan suara Reformed Oratorio Society bersama-sama dengan paduan suara Reformed Institute dengan Eunice Tong sebagai conductor menampilkan “Credo” dari Mass in C Minor karya W. A. Mozart dan “Thanks be to God” dari Elijah karya Felix Mendelssohn.
Acara dilanjutkan dengan penampilan lagu “Es Ist Genug” dari Elijah karya Felix Mendelssohn, “Schon eilet froh der Ackersmann” dari “Spring” The Seasons karya Franz Joseph Haydn, dan hymne “How Great Thou Art” karya Stuart K. Hine yang dinyanyikan oleh suara bariton Chen Yung Chen yang tegas dan ekspresif, dan keindahan lagu menjadi sempurna dengan iringan piano Indah Lestari Hertanto yang begitu menawan.
Kemudian, penonton dibawa ke dalam keindahan permainan violin Su Cheng-Tu, yang terkenal karena kepiawaiannya memainkan violin dan viola, diiringi dengan permainan piano Sheng En Hung, yang terkenal kemahirannya mengiringi dengan piano. Mereka berdua menampilkan enam piece, yaitu “Ciaconna in G” karya T. Vitali, “Variations on a Theme by Corelli” karya Tartini-Kreisler, “Czardas” karya V. Mondi, “Air on the G String” karya J. S. Bach, dan “Meditations on Psalms 39 v. 3-7 & 12” karya Gordon Chin. Paruh pertama program konser ini ditutup dengan penampilan para solois yang bersama-sama menyanyikan beberapa lagu hymne.
Selanjutnya, paruh kedua konser ini dibuka dengan penjelasan singkat Pdt. Billy Kristanto tentang “Magnificat” karya J. S. Bach. Paruh kedua ini merupakan highlight sekaligus penutup konser yang dihadiri lebih dari 1.000 penonton pada malam hari itu.
Di akhir konser, Pdt. Dr. Stephen Tong menegaskan bahwa gerakan Reformed Injili Indonesia akan terus memperjuangkan mandat budaya dalam negara dan bangsa yang kita kasihi ini, karena sampai saat ini pemerintah Indonesia sendiri belum memperlihatkan kepedulian yang berarti dalam memajukan kebudayaan di negara ini. Pasti kita semua menyadari bahwa perjuangan mandat budaya ini tidaklah mudah dan memerlukan waktu yang tidak sedikit. Kalau demikian, maukah kita sebagai pemuda yang menjadi penerus bangsa ini bersama-sama ikut memperjuangkan mandat budaya yang begitu bernilai ini?
Mildred Sebastian
Redaksi Bahasa PILLAR