Pujian Hana | Pujian Maria |
---|---|
Hatiku bersukaria karena TUHAN, tanduk kekuatanku ditinggikan oleh TUHAN; mulutku mencemoohkan musuhku, sebab aku bersukacita karena pertolongan-Mu. Tidak ada yang kudus seperti TUHAN, sebab tidak ada yang lain kecuali Engkau dan tidak ada gunung batu seperti Allah kita. Janganlah kamu selalu berkata sombong, janganlah caci maki keluar dari mulutmu. Karena TUHAN itu Allah yang mahatahu, dan oleh Dia perbuatan-perbuatan diuji. Busur pada pahlawan telah patah, tetapi orang-orang yang terhuyung-huyung, pinggangnya berikatkan kekuatan. Siapa yang kenyang dahulu, sekarang menyewakan dirinya karena makanan, tetapi orang yang lapar dahulu, sekarang boleh beristirahat. Bahkan orang yang mandul melahirkan tujuh anak, tetapi orang yang banyak anaknya, menjadi layu. TUHAN mematikan dan menghidupkan, Ia menurunkan ke dalam dunia orang mati dan mengangkat dari sana. TUHAN membuat miskin dan membuat kaya; Ia merendahkan, dan meninggikan juga. Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu, dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur, untuk mendudukkan dia bersama-sama dengan para bangsawan, dan membuat dia memiliki kursi kehormatan. Sebab TUHAN mempunyai alas bumi; dan di atasnya Ia menaruh daratan. Langkah kaki orang-orang yang dikasihi-Nya dilindungi-Nya, tetapi orang-orang fasik akan mati binasa dalam kegelapan, sebab bukan oleh karena kekuatannya sendiri seseorang berkuasa. Orang yang berbantah dengan TUHAN akan dihancurkan; atas mereka Ia mengguntur di langit. TUHAN mengadili bumi sampai ke ujung-ujungnya; Ia memberi kekuatan kepada raja yang diangkat-Nya dan meninggikan tanduk kekuatan orang yang diurapi-Nya. | Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus. Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya. |
Saya ingin membagikan refleksi pribadi saya setelah mengikuti acara European Reformed Evangelical Convention (EREC) 2024, di Halle (Saale), Jerman, saat liburan Jumat Agung dan Paskah kemarin. Tema besar yang dihadirkan pada kesempatan EREC kali ini berjudul “Assurance of Grace”. Saya tidak akan merangkum atau mencoba untuk meringkas isi dari EREC, tetapi saya akan membagikan refleksi pribadi saya akan kaitan assurance of grace dengan Maria seperti saya kutip di atas.
Secara singkatnya, kita mengenal bahwa lagu Maria dan Hana itu paralel, seperti yang saya tebalkan tulisannya di atas. Tentu paralelnya tidak satu banding satu, tetapi ada suatu bentuk yang mirip dinyanyikan baik oleh Hana maupun oleh Maria. Dalam kesempatan EREC kali ini, saya bertanya dalam sesi tanya-jawab, “Apakah Maria kurang ada pergumulan seperti Hana saat menyanyikan lagu pujian (Magnificat) versi dia?” Pdt. Billy Kristanto memberikan jawaban bahwa Maria juga bergumul sama seperti Hana, namun tidak sama persis. Jika Hana bergumul untuk mendapatkan anak, Maria bergumul mendapatkan Mesias. Jadi, Maria di sini mewakili seluruh Israel menunggu datangnya Mesias dan ia bisa memuji Tuhan seperti Hana justru karena memang kejadiannya mirip. Demikian juga sebaliknya, kita harus melihat pujian Hana bukan sekadar pujian seorang ibu yang ingin memiliki anak, namun Hana juga mewakili seluruh Israel menginginkan hadirnya seorang keturunan tersebut. Dalam hal ini saya mau menambahkan di tulisan artikel ini bahwa Maria menyanyikan pujiannya itu setelah disapa oleh Elisabet yang juga sama-sama mengandung seorang anak dalam keadaan yang mustahil (mustahil Maria mengandung karena tidak bersuami, mustahil Elisabet mengandung karena dia sudah tua). Jadi dalam hal ini, sepertinya memang Maria mengasosiasikan dirinya (dan mungkin juga Elisabet) dengan suatu kondisi yang sama seperti Hana, di mana Maria memuji Tuhan yang menghadirkan anak melaluinya.
Dalam EREC kali ini, saya diajak untuk memikirkan bahwa kepastian keselamatan saya itu diuji saat saya mengalami penderitaan. Di dalam Roma 8, Paulus dapat mengatakan bahwa apa pun bisa terjadi, namun semua itu tidak dapat memisahkan kasih Kristus dari dia. Kaitannya dengan kedua ibu yang saya sebut di atas adalah bahwa sebenarnya mereka berdua menderita akan sesuatu dan dari sana iman mereka teruji. Jika Hana menderita karena kesulitan tidak mendapat anak, maka Maria menderita karena mengharapkan Mesias datang untuk membebaskan umat Israel. Dari pergumulan tersebut, apakah mereka kehilangan kepastian keselamatan mereka? Sebenarnya kepastian keselamatan hanya relevan dibicarakan setelah Kristus mati dan bangkit. Sebelum itu, Roh Kudus belum secara permanen diberikan kepada umat Tuhan. Daud masih berdoa agar Roh tersebut tidak diambil dari dia saat dia berdosa, jadi ide tentang kepastian keselamatan itu adalah sesuatu yang asing bagi umat Allah dalam Perjanjian Lama. Tetapi, tetap ada suatu bayang-bayang kepastian tersebut karena janji akan berkat Abraham diucapkan oleh Allah yang tidak berubah. Tuhan tetap menjadi jaminan dari seluruh perjanjian yang terjadi antara Tuhan dan umat-Nya, baik di Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Jadi, kedua ibu tersebut terbukti tahan uji dalam penderitaan mereka sebab mereka tetap memuji Tuhan saat penderitaan tersebut diangkat dari mereka melalui kehadiran seorang anak. Mereka tidak menjadi pahit akan penderitaan mereka dan akhirnya “terpisah” dari kasih Allah.
Jadi, jika penderitaan adalah pengujinya, maka bagaimana caranya menambahkan kepastian tersebut? Ada banyak perspektif yang dibagikan dalam acara EREC kali ini. Saya akan membagikan refleksi saya dari sesi Pdt. Agus Marjanto tentang mematikan dosa, atau mortification of sin. Banyak sekali spiritual exercise yang bisa kita lakukan untuk membuat diri kita terlatih dalam hidup kudus untuk Tuhan. Tujuan kita hanya satu, yaitu bersekutu dengan Tuhan nantinya, maka kita harus persiapkan diri kita mulai dari sekarang untuk bersekutu dengan Dia. Jadi, jika Dia adalah kudus, maka kita haruslah kudus. Kita tidak mungkin kudus kalau dosa masih menyangkut dalam hidup kita. Jadi, kritik orang terhadap orang Reformed yang tidak mementingkan perbuatan baik karena sudah beriman itu salah besar. Orang Reformed harus menjadi orang yang paling berusaha untuk memiliki Christian virtues karena dengan demikian kita membuat panggilan kita makin teguh.
Saya tertarik membandingkan hal ini dengan konsep orang Katolik Roma yang mengatakan bahwa iman memang membawa kita ke dalam grace/anugerah. Namun, kita juga harus bertumbuh dalam anugerah tersebut dengan melakukan perbuatan baik, agar kita bisa selamat. Jadi saya bayangkan secara tampak luar akan “sama saja” yakni ada dua orang yang percaya Yesus, sama-sama bergiat mengimitasi Kristus. Namun, yang satu melakukannya agar ia makin teguh pada panggilannya, dan yang lain melakukannya agar ia mencapai keselamatan tersebut. Kritik terhadap konsep Reformed selalu ditekankan pada sisi “ketiadaan perbuatan baik”. Baik Katolik Roma, Ortodoks Timur, Arminian, dsb., selalu menekankan bahwa perbuatan baik itu penting untuk keselamatan seseorang. Dalam hal ini, sebagai orang Reformed kita bisa dengan lantang mengatakan setuju bahwa memang perbuatan baik itu penting untuk keselamatan seseorang, tetapi posisinya adalah bukan untuk mendapatkan hal tersebut. Tetapi, perbuatan baik berguna agar saat kita sampai di tujuan akhir hidup kita (bertemu dengan Tuhan), kita sudah siap bertemu Tuhan yang suci tersebut. The faith that justifies alone never comes alone in someone’s life. Kira-kira begitu parafrase dari Pengakuan Iman Westminster.
Ketenangan dan kemenangan hidup dijanjikan Tuhan saat ini, sekarang ini, bukan sekadar nanti saat kita di sorga. Jika Anda mau mencicipi apa itu hidup di sorga, maka mulailah bergiat hidup suci agar Anda mendapatkan rasanya. Jika sulit, maka berdoalah agar bisa menikmati hal ini dalam penyertaan Tuhan. Tuhan memang akan mengubah seluruh hidup kita dalam sekejap mata saat Yesus datang kembali. Tetapi alangkah baiknya jika kita sudah terbiasa hidup bersama Dia dalam segala kekudusan. Tidak mungkin seorang mempelai wanita tidak bersolek bertemu mempelai pria, maka tidak mungkin kita tidak peduli akan kecantikan (kekudusan) kita saat Yesus datang kembali.