Pada zaman gereja awal, seorang tokoh gereja bernama Arius (250 – 336AD) mengajarkan doktrin Allah yang unik, yaitu keunikan dan keberbedaan Allah secara mutlak – hanya ada satu Allah yang adalah kekal, tidak memiliki titik awal, tidak diciptakan, benar adanya, bijaksana adanya, baik adanya, dan berdaulat. Allah yang satu tersebut tidak mungkin mempunyai natur yang terbagi dengan yang lain, kalau tidak demikian maka hubungan Pencipta-ciptaan menjadi kabur dan dapat berakibat berbalik menjadi Politeisme. Allah yang dimaksudkan oleh Arius adalah Allah Bapa bukan Allah Tritunggal. Allah Anak (Kristus) dianggap sebagai makhluk ciptaan yang memiliki titik awal dan merupakan ciptaan unik dan berbeda dari ciptaan lainnya, namun tidak mengambil bagian dalam atribut keilahian Allah. Kepercayaan tersebut kemudian dinamakan sebagai Arianisme, yang kemudian dinyatakan sebagai bidat. Arianisme mengundang reaksi bantahan keras dari seorang tokoh gereja yang bernama Athanasius (297 – 373AD), mengeluarkan tulisan berjudul “On The Incarnation” (335AD) yang menegaskan doktrin Trinitas, yaitu tiga Pribadi di dalam satu, Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus. Ketiga-Nya hadir secara bersamaan, tidak diciptakan dan kekal adanya.