Renungan Mingguan Khusus Pillar Online
Suatu kali, saya berada di sebuah kota yang asing untuk melakukan sebuah tugas selama tiga hari. Saya sama sekali belum pernah ke tempat itu sebelumnya, dan buta terhadap jalan dan wilayah di tempat itu. Tidak ada satu orang pun yang saya kenal, kecuali satu orang yang dengannya saya telah membuat janji untuk bertemu.
Setelah saya check-in di sebuah hotel, di dalam kamar saya, kecemasan-kecemasan mulai muncul, mengingat kepercayaan dan biaya yang sedang dipertaruhkan untuk trip ini. Bagaimana kalau perjalanan ini gagal karena saya tersesat di jalan? Bagaimana jika tidak ada orang yang mau menolong saya? Bagaimana jika orang-orang yang direncanakan untuk diwawancara menolak bertemu? Tugas akan gagal dan uang akan terhamburkan. Saya pun mulai berseru-seru kepada Tuhan dengan suara yang gentar di dalam kamar saya sebelum keluar dari hotel. Ini saya lakukan pada hari pertama dan kedua.
Doa-doa saya dikabulkan oleh Tuhan. Selama perjalanan, saya betul-betul merasakan pemeliharaan Tuhan. Saya sampai ke setiap tempat tujuan, bertemu dengan orang-orang yang ingin saya temui. Alamat yang sulit ditemukan (bahkan oleh sopir taksi) berhasil dicapai. Orang-orang memberikan arahan dengan baik. Seorang pemuda di kereta bawah tanah saya tanyai mengenai cara ke sebuah universitas, dan ternyata dia sendiri adalah mahasiswa di tempat itu dan mengajak saya mengikutinya. Pada waktu berpisah dia mengatakan, “Mungkin Tuhan sudah mengatur pertemuan kita.” Ternyata dia adalah seorang Kristen. Penyertaan tangan Tuhan begitu jelas bagi saya. Dia adalah anak Tuhan yang Tuhan kirim untuk membantu saya.
Selama dua hari perjalanan, saya sudah mulai mengenal kota itu. Saya mulai mengetahui cara yang paling efisien ke tempat-tempat tujuan saya. Pada hari ketiga, saya keluar dari hotel dan sarapan di sekitar hotel. Pada saat itulah, saya kaget akan sebuah kenyataan pada diri saya. Pagi itu, saya keluar dari hotel tanpa berdoa. Mengapa saya tidak berdoa? Karena saya sudah mulai menguasai kota itu. Saya mulai pintar.
Saat itu, saya menyadari bahwa peristiwa saya berdoa minta pertolongan Tuhan sebelum keluar rumah adalah peristiwa yang langka. Ketika saya berada di kota saya sendiri, saya tidak pernah berdoa seintens itu sebelum keluar dari rumah menuju ke tempat kerja. Mengapa? Karena saya sudah “menguasai” medan di kota saya, di tempat kerja saya, dan sebagainya.
Saya teringat kepada ayat Mazmur yang saya baca beberapa tahun yang lalu.
Orang ini memegahkan kereta dan orang itu memegahkan kuda,
    tetapi kita bermegah dalam nama TUHAN, Allah kita.
Mereka rebah dan jatuh,
    tetapi kita bangun berdiri dan tetap tegak. (Mzm. 20:8-9)
Tanpa disadari, kita telah menjadi “orang ini dan orang itu” dalam Mazmur ini. Kita telah memegahkan “kereta” dan “kuda”. Apakah yang Anda andalkan dalam hidup dan pekerjaan Anda? Apakah Anda berdoa meminta pertolongan Tuhan sebelum berangkat kerja setiap hari?
Mei 2012
1 tanggapan.
1. Luh Sri dari Denpasar berkata pada 16 May 2012:
Sepertinya saya melihat diri saya dalam cerita itu....
Kadang kita "sepertinya"tidak memerlukan Tuhan lagi ketika semua serba lancar. Terima kasih, renungan ini telah menyadarkan saya lagi untuk tetap melekat di dalam Tuhan.
Blessing
Silakan memberikan tanggapan, saran ataupun komentar di bawah.
Redaksi menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Redaksi berhak untuk tidak menampilkan ataupun mencabut komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah ataupun berisi kebencian.
1. Bersyukur untuk Sidang Tahunan Sinode (STS) GRII yang diadakan pada tanggal 28-30 Desember 2020. Berdoa kiranya melalui STS ini, setiap cabang GRII dapat mengerti visi dan misi Gerakan Reformed Injili dan dimampukan Tuhan untuk bekerja sama satu dengan yang lainnya demi mencapai visi dan misi tersebut. Berdoa untuk setiap pemimpin Gerakan Reformed Injili, kiranya Roh Kudus mengurapi mereka dalam memimpin dan melayani zaman ini dengan kepekaan dan pengertian akan kehendak dan isi hati Tuhan.