Already and Not Yet: The Eschatological Perspective of Apostle Paul

Dalam Perjanjian Baru, kita memiliki tiga belas surat yang ditulis oleh Paulus. Karena Paulus terus-menerus hidup dalam lingkup pelayanan praktis, surat-suratnya ini ditulis untuk membahas isu-isu spesifik yang terjadi di gereja-gereja yang ia kunjungi. Hal ini membuat tidak ada satu pun dari surat-suratnya yang membentangkan seluruh konsep theologinya secara sistematis. Surat-surat Paulus lebih merupakan aplikasi pastoral dari theologinya ketimbang inti sari dari sistem theologinya.

Karena itu, untuk merekonstruksi sistem theologi Paulus, yang menjadi perhatian utama kita bukanlah topik-topik yang paling sering ia bahas. Alasannya adalah karena Paulus memakai banyak waktunya untuk menulis tentang hal-hal yang mendapatkan perhatian khusus dari gereja pada zamannya dan menjawab isu-isu spesifik yang terjadi. Hal yang perlu kita gali adalah prinsip-prinsip yang mendukung hal-hal spesifik yang ia tuliskan, pola kepercayaan yang terpadu yang paling menjelaskan ajaran spesifiknya itu, dan doktrin yang menghubungkan berbagai hal yang ia tuliskan kepada gereja yang berbeda-beda.

Luasnya pengaruh Paulus dalam banyak tradisi Kristen tidak memungkinkan kita untuk menjelaskan bagaimana setiap tradisi mengerti theologi Paulus. Oleh sebab itu, kita akan membatasi diri di dalam salah satu perspektif dasar theologi Paulus yang telah dilalui oleh para penafsir, yaitu perspektif eskatologis.1 Kita akan menggali pandangan eskatologis Paulus melalui tiga topik: terminologi, struktur, dan implikasi.

Terminologi

Istilah “eskatologi” berasal dari kata Yunani eschatos, yang berarti “akhir” atau “ujung”. Eskatologi adalah doktrin tentang hal-hal akhir atau akhir zaman. Perjanjian Lama kerap kali memakai istilah “hari-hari terakhir” atau “zaman akhir” untuk merujuk kepada puncak agung dari sejarah keselamatan yang terjadi ketika Mesias datang ke bumi. Perjanjian Baru menunjuk kepada penggenapan “hari-hari terakhir” atau “zaman akhir” Perjanjian Lama itu di dalam Yesus, Sang Mesias.

Dalam theologi sistematika tradisional, istilah “eskatologi” terutama merujuk kepada ajaran tentang kedatangan Kristus yang kedua kali. Tetapi ketika kita berbicara tentang pendekatan eskatologis Paulus, kita harus memperluas istilah ini. Paulus memahami segala sesuatu tentang Kristus, mulai dari kedatangan-Nya yang pertama sampai kepada kedatangan-Nya yang kedua dalam artian eskatologi atau zaman akhir.

Struktur: Asal-Usul

Dalam zaman Paulus, para rabi Yahudi umumnya berpikir bahwa Perjanjian Lama membagi sejarah dunia menjadi dua zaman besar. Yang pertama adalah zaman sekarang, yang penuh dengan dosa dan kesukaran, yang mereka sebut “zaman ini” (Ibr. olam hazeh). “Zaman ini” mencapai titik rendahnya ketika Israel menanggung kutuk Ilahi, yaitu dibuang dari Tanah Perjanjian. Tidak heran, para theolog Yahudi membicarakan tentang “zaman ini” dengan sangat negatif.

Namun, para rabi juga percaya bahwa akan ada suatu zaman berkat di masa depan sesudah zaman kesukaran ini. Mereka menyebut zaman di masa depan ini sebagai “zaman yang akan datang” (Ibr. olam haba), yaitu ketika Allah menggenapi semua janji berkat-Nya kepada Israel.

Kebanyakan kelompok Yahudi dalam zaman Paulus percaya bahwa munculnya Mesias akan menjadi titik balik di antara kedua zaman ini. Ketika Mesias datang, Ia akan membawa hari Tuhan, hari ketika Allah akan memberkati umat-Nya dan membinasakan musuh-musuh-Nya. Inilah hari yang akan mendatangkan “zaman yang akan datang” itu.

Bila kita membaca surat-surat Paulus, jelas bahwa ia juga memegang pandangan dasar sejarah dua zaman ini. Ia menyebut zaman ketika ia hidup sebagai “zaman ini”. Contohnya, Paulus merujuk kepada Iblis sebagai “ilah zaman ini” (2Kor. 4:4) dan ia menyebut filsuf kafir sebagai “filsuf zaman ini” (1Kor. 1:20).

Paulus juga memakai ungkapan “zaman yang akan datang” untuk merujuk kepada zaman yang akan datang ketika penghakiman dan berkat akhir akan dialami oleh umat manusia. Paulus mendorong orang percaya untuk setia dengan tujuan “mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang” (1Tim. 6:19). Paulus juga berkata bahwa Allah membangkitkan Kristus dari antara orang mati supaya “pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya” (Ef. 2:7). Paulus merujuk secara jelas kepada konsep dua zaman ketika ia menulis bahwa Kristus didudukkan “jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang” (Ef. 1:21).

Struktur: Perkembangan

Sebagai seorang Yahudi yang terdidik, Paulus pasti memahami bahwa titik balik di antara zaman ini dan zaman yang akan datang adalah kehadiran Sang Mesias. Ketika Mesias datang, umat Allah akan menerima berkat penuh-Nya dan musuh-musuh-Nya akan mengalami kebinasaan. Namun, sebagai pengikut Yesus, Paulus menghadapi tantangan serius terhadap kepercayaan yang sudah lama ia pegang ini. Ia tahu bahwa Yesus adalah Mesias Israel, tetapi ia juga tahu bahwa Yesus belum membawa dunia kepada akhir yang bersifat klimaks sebagaimana yang diharapkan oleh Israel.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Paulus, peralihan dari zaman ini ke zaman yang akan datang bukanlah suatu perpindahan sederhana dari zaman yang satu ke zaman berikutnya. Peralihan ini melibatkan periode tumpang-tindih, yaitu ketika kedua zaman tersebut berlangsung secara simultan. Paulus percaya bahwa zaman yang akan datang telah diresmikan melalui kematian, kebangkitan, dan kenaikan Kristus. Dan ia juga yakin bahwa ketika Kristus datang kembali dalam kemuliaan, zaman yang jahat ini akan berakhir dan zaman yang akan datang akan tiba dalam seluruh kepenuhannya dengan berkat puncak untuk umat Allah dan penghakiman akhir untuk para musuh-Nya. Namun sampai kedatangan Kristus yang kedua itu tiba, kedua zaman tersebut—zaman ini dan zaman yang akan datang—berlangsung secara berdampingan.

Already and Not Yet

Sudah menjadi hal yang umum untuk memaparkan pandangan eskatologi Paulus dengan istilah “sudah dan belum” (already and not yet), sebab Paulus percaya bahwa beberapa aspek dari zaman akhir telah menjadi kenyataan di dalam Kristus, sementara aspek-aspek lainnya belum diwujudkan. Kita akan melihat hal ini dengan tiga cara.

Pertama, Paulus mengajarkan bahwa tahap akhir dari Kerajaan Allah telah dimulai ketika Yesus naik ke takhta-Nya di sorga. Ketika Bapa membangkitkan Kristus dari antara orang mati, Ia mendudukkan Kristus di sebelah kanan-Nya di sorga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang (Ef. 1:20-21). Paulus percaya bahwa Kristus telah memerintah di atas segala penguasa dan kuasa. Dalam pengertian ini, pemerintahan Allah dalam zaman yang akan datang adalah suatu realitas masa kini.

Namun, Paulus juga percaya bahwa ketika Kristus datang kembali, Ia akan menghadirkan kepenuhan Kerajaan Allah. “Kemudian tiba kesudahannya, yaitu bilamana Ia [Kristus] menyerahkan Kerajaan kepada Allah Bapa, sesudah Ia membinasakan segala pemerintahan, kekuasaan dan kekuatan. Karena Ia harus memegang pemerintahan sebagai Raja sampai Allah meletakkan semua musuh-Nya di bawah kaki-Nya. Musuh yang terakhir, yang dibinasakan ialah maut” (1Kor. 15:24-26).

Paulus melihat melampaui pemerintahan Kristus di masa kini kepada kebinasaan segala pemerintahan, kekuasaan, dan kekuatan yang menentang maksud-maksud Allah. Kristus akan tetap bertakhta sampai semua musuh-Nya dibinasakan, termasuk maut itu sendiri. Jadi dalam pengertian tertentu, Paulus percaya bahwa Kerajaan Kristus sudah hadir di sini, tetapi dalam pengertian lainnya, ia percaya bahwa kerajaan itu masih belum hadir di sini.

Kedua, Paulus mengajarkan mengenai cicipan dari warisan kekal kita dalam Roh Kudus. Ketika Kristus naik ke takhta-Nya di sorga, Ia mencurahkan Roh Kudus ke atas gereja sebagai cicipan awal dari warisan penuh yang akan mereka terima ketika Kristus datang kembali. Orang percaya adalah mereka “yang telah menerima karunia sulung Roh” (Roma 8:23). Karunia sulung adalah terjemahan dari kata Yunani aparche, yang adalah terjemahan dari istilah Perjanjian Lama untuk bagian pertama dari suatu tuaian. Buah sulung ini menunjukkan bahwa ada tuaian yang lebih besar yang akan terjadi di masa depan. Jadi bagi Paulus, karunia Roh Kudus
dalam kehidupan setiap orang percaya adalah cicipan dari berkat agung di zaman yang akan datang.

Roh Kudus sendiri adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah (Ef. 1:14). Istilah Yunani untuk “jaminan” adalah arrabon, yang menunjuk kepada Roh Kudus sebagai uang muka atau jaminan dari Allah untuk kita, yang menjamin bahwa kita akan menerima lebih banyak lagi dari Allah di masa depan. Roh Kudus adalah berkat dari zaman yang akan datang yang kini telah Allah berikan kepada kita.

Meskipun demikian, ungkapan “karunia sulung” dan “uang muka” menunjukkan bahwa penerimaan penuh warisan kita terjadi di masa depan. “Dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita” (Roma 8:23).

Di sini Paulus langsung mengaitkan realitas masa kini dari karunia Roh Kudus dengan masa depan. Karena zaman yang akan datang sudah hadir di sini, kita telah memiliki Roh. Tetapi kita masih berkeluh kesah di dalam batin, sebab kita belum menerima penebusan tubuh kita. Roh adalah cicipan yang luar biasa, tetapi cicipan tetaplah hanya cicipan dari realitas yang lebih agung, yaitu warisan penuh kita.

Ketiga, Paulus menunjuk kepada fakta bahwa Kristus telah meresmikan ciptaan baru yang diasosiasikan dengan zaman yang akan datang. Karena apa yang telah Kristus lakukan, orang percaya kini menikmati sebagian dari penciptaan ulang dunia. Dalam Perjanjian Lama, Allah telah berjanji kepada umat-Nya bahwa pada hari-hari terakhir, Ia akan sepenuhnya menciptakan ulang dunia ini, dengan menjadikannya sesempurna keadaannya sebelum manusia berdosa di Taman Firdaus. Ia akan menciptakan langit yang baru dan bumi yang baru (Yes. 65:17, NIV).

Dalam pikiran Paulus, fakta bahwa Kristus telah menyelamatkan manusia membuktikan bahwa penciptaan ulang dunia ini telah dimulai. “Jadi jika seseorang ada di dalam Kristus, ada ciptaan baru: segala sesuatu yang lama sudah berlalu; lihat, segala sesuatu telah menjadi baru!” (2Kor. 5:17, NRSV).

Namun, meskipun ciptaan baru telah menjadi sebuah realitas spiritual dalam kehidupan orang percaya, kita juga menantikan pembaruan ciptaan secara menyeluruh dan pemerintahan kekal kita atas bumi yang baru. Pada saat yang sama, ketika kita menerima tubuh kita yang baru, ciptaan itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah (Roma 8:21). Paulus dengan penuh pengharapan menantikan kedatangan kembali Kristus sebagai saat ketika ciptaan yang baru akan datang dengan segala kepenuhannya.

Paulus percaya bahwa ketegangan hidup selama masa tumpang-tindih antara zaman ini dan zaman akan datang telah menimbulkan banyak kesukaran yang menghadang gereja. Melalui surat-suratnya, Paulus menjelaskan apa yang telah Allah lakukan untuk orang percaya pada kedatangan Kristus yang pertama dan bagaimana mereka harus menjalani kehidupan mereka sementara mereka menantikan kedatangan Kristus yang kedua. Kita akan melihat fokus praktis ini dalam tiga hal.

Implikasi: Kesatuan dengan Kristus

Paulus percaya bahwa kesatuan kita dengan Kristus memindahkan kita dari zaman ini ke zaman berikutnya. Ketika mengaitkan kesatuan bersama Kristus dengan baptisan, Paulus menulis, “Tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru” (Roma 6:3-4).

Peralihan dari zaman ini ke zaman yang akan datang secara objektif terjadi melalui kematian dan kebangkitan Kristus. Ketika kita beriman kepada Kristus dan menerima keselamatan, kita dipersatukan dengan kematian dan kebangkitan-Nya. Dengan demikian, kita tidak lagi hidup di bawah perbudakan dosa dan penghakiman Allah atas dosa. Kita diberikan hidup baru supaya kita boleh hidup dalam kemerdekaan yang melayani Kristus. “Sebab kematian-Nya [Kristus] adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah. Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus” (Roma 6:10-11).

Sama seperti Yesus telah meninggalkan zaman ini dan penghakiman atas zaman ini, kita juga telah dilepaskan dari dosa dan penghakiman. Dan sama seperti Yesus kini hidup dalam kuasa dari zaman yang akan datang, kita pun kini hidup dalam kuasa itu.

Ketika kita telah memahami bagaimana kesatuan dengan Kristus melalui iman telah memberi kita hidup baru, kita menghadapi pertanyaan yang sukar: Mengapa Allah merancang periode tumpang-tindih ini? Apa maksud Allah?

Implikasi: Memahami Maksud Ilahi

Misi Paulus bagi orang-orang non-Yahudi adalah bukti dari kepercayaannya bahwa rencana tumpang-tindih dari zaman-zaman ini adalah untuk mempersatukan orang percaya Yahudi dan non-Yahudi menjadi satu umat Allah. Paulus juga percaya bahwa Allah telah merancang tumpang-tindih ini agar gereja dapat mencapai suatu tingkat kedewasaan rohani. Paulus menggambarkan hal ini dengan gambaran tentang pembangunan Bait Allah (Ef. 2:19-22) dan dalam kiasan tentang tubuh manusia dewasa (Ef. 4:15-16). Bagi Paulus, pendewasaan kerohanian gereja adalah salah satu maksud inti Allah dalam menetapkan periode tumpang-tindih ini.

Paulus menyadari bahwa pandangannya terhadap sejarah tidaklah biasa, sehingga ia menyebutnya sebagai sebuah misteri yang Allah wahyukan kepadanya dan yang harus ia jelaskan kepada orang lain. “Aku tidak ingin kamu tidak mengetahui misteri ini, saudara-saudara, supaya kamu tidak menjadi tinggi hati: Israel telah mengalami penegaran secara sebagian sampai kepenuhan jumlah orang non-Yahudi telah tercapai” (Roma 11:25, NIV). Allah memakai zaman sekarang ini, ketika banyak orang Yahudi telah ditegarkan terhadap Injil, untuk menyelamatkan “jumlah penuh” dari orang non-Yahudi. “Apabila kamu membacanya, kamu dapat mengetahui dari padanya pengertianku akan rahasia Kristus, yang pada zaman angkatan-angkatan dahulu tidak diberitakan kepada anak-anak manusia, tetapi yang sekarang dinyatakan di dalam Roh kepada rasul-rasul dan nabi-nabi-Nya yang kudus. Misteri ini adalah bahwa melalui Injil orang non-Yahudi turut menjadi ahli waris bersama dengan orang Israel dan menjadi anggota-anggota dari satu tubuh serta bersama-sama berbagian dalam janji yang diberikan di dalam Kristus” (Ef. 3:4-6, NIV).

Pandangan Paulus tentang maksud-maksud Allah ini menyediakan sebuah orientasi bagi semua orang percaya yang hidup pada masa tumpang-tindih ini. Baik pada tingkat individu maupun kelompok, orang Kristen tidak boleh melihat periode ini sebagai masa untuk berpangku tangan menantikan kepenuhan zaman yang akan datang. Sebaliknya, Allah telah merancang periode ini agar kita giat bekerja. Ini adalah masa untuk menyelamatkan banyak jiwa dari tiap bangsa di bumi dan untuk membawa gereja menuju kedewasaan rohani. Inilah alasan mengapa Paulus membaktikan hidupnya untuk menyiarkan Injil dan membangun jemaat serta memanggil orang lain untuk ikut serta dengannya dalam pekerjaan itu.

Implikasi: Pengharapan Kristen

Paulus mengenal banyak penderitaan, baik dalam pelayanannya sendiri sebagai seorang rasul maupun penderitaan orang Kristen yang lain. Eskatologi Paulus menawarkan pengharapan untuk orang Kristen yang sedang bergumul dalam dua cara.

Pertama, eskatologi Paulus menunjukkan bahwa kita sudah mulai menikmati banyak manfaat dari zaman yang akan datang. Apabila kita mengamati kehidupan kita dan melihat berkat-berkat dari zaman yang akan datang yang sudah kita miliki, kita dapat berharap bahwa kita akan memiliki berkat-berkat yang bahkan lebih besar dan lebih penuh lagi di masa depan. “Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari… Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan” (2Kor. 4:16-18).

Kedua, berkat-berkat yang masih tersedia bagi kita begitu menakjubkan sehingga berkat-berkat itu akan memuramkan segala kesukaran yang kita alami dalam hidup ini. Kepercayaan inilah yang mendorong Paulus untuk menulis bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita (Roma 8:18). Berbagai kesukaran kita di zaman sekarang hanyalah sementara. Pada akhirnya, Kristus akan mengakhiri zaman sekarang yang jahat ini dan mencipta ulang dunia sebagai hadiah yang mulia untuk anak-anak-Nya.

Paulus mengakui bahwa secara lahiriah kita makin merosot karena masalah-masalah dalam hidup ini, tetapi ia juga menyatakan bahwa secara batiniah kita diperbarui dari hari ke hari karena berkat-berkat dari zaman yang akan datang yang sudah menjadi milik kita. Kemerdekaan dari dosa dan kuasa dari Roh Kudus memampukan kita untuk bersukacita dalam pembaruan batin setiap hari sehingga kita mengarahkan pandangan kita kepada pengharapan kekal dalam Kristus. Kecapan awal dari zaman yang akan datang menolong kita untuk menatap ke depan ke pesta raya yang menanti kita pada saat kedatangan Kristus yang kedua.

Marthin Rynaldo

Pemuda FIRES

Referensi:

  1. Kidd, Reggie. Paul and His Theology. Third Millennium Ministries, https://thirdmill.org/seminary/lesson.asp/vid/5/version/. Diakses pada tanggal 12 Januari 2021.