Konsep umat Allah merupakan sebuah konsep yang sangat menarik. Menarik karena Allah kita yang merupakan Kepenuhan yang Mandiri (self-contained fullness) dan Pribadi yang Absolut (absolute personality) mau “mengikat” diri-Nya kepada sekumpulan orang yang disebut sebagai umat Allah dan bukan itu saja, Ia bahkan menjanjikan segala kebaikan kepada umat-Nya, kaum pilihan. Lebih jauh bisa dikatakan bahwa Kitab Suci kita dari awal hingga akhir bercerita tentang kaum pilihan-Nya (bukan berarti menggeser sentralitas Kristus dalam Kitab Suci melainkan menunjukkan pekerjaan penebusan kaum pilihan ini oleh Kristus Yesus).
Di dalam Kitab Kejadian, kita dapat melihat dengan takjubnya bagaimana Allah kita adalah Allah yang besar, besar di dalam kuasa-Nya dan rencana-Nya. Allah ini berjanji akan adanya suatu bangsa yang dikhususkan untuk-Nya, yang mana seluruh rahmat-Nya tercurah kepada bangsa itu. Di Kitab Keluaran, Tuhan membukakan rencana-Nya yang ajaib mengenai umat-Nya. Begitu pula di dalam seluruh kitab tersimpan konsep umat Allah ini, bahkan di Kitab Wahyu sekalipun di mana Kristus memulihkan umat-Nya. Karena itu, sebenarnya pembahasan akan konsep “umat Allah” ini sangat luas dan dalam.
Pembahasan dalam artikel kali ini hanya akan dibatasi dalam sebuah kualitas yang dimiliki umat Allah ini saja, yaitu kesucian. Artikel ini akan membawakan sebuah uraian singkat mengenai kualitas itu dari Perjanjian Lama khususnya dari tiga buah kitab, yaitu Kitab Keluaran, Yesaya, dan Yehezkiel.
Allah yang Mahakudus
Beragam nama dan karakteristik Allah digambarkan di dalam Kitab Suci, di antara lain “Yang Mahakudus” (Ayb. 6:10; Yes. 40:25; 43:15; Yeh. 39:7) atau “Yang Mahakudus, Allah Israel” (2Raj. 19:22; Yes. 1:4; 43:3). Dari nama-nama ini kita dapat melihat karakteristik Allah. Tetapi nama-nama itu bukan hanya menggambarkan karakteristik-Nya saja. Ketika Amos mencatat bahwa Tuhan ALLAH bersumpah demi kekudusan-Nya (Am. 4:2), pada saat yang sama Tuhan menyatakan bahwa Ia bersumpah demi diri-Nya (Am. 6:8). Di sini kita melihat bahwa Tuhan ALLAH menyamakan diri-Nya dengan kesucian-Nya! Bukankah kita harus takjub dan gentar kepada Tuhan kita?
Bangsa yang Kudus
“Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi. Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus . Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada orang Israel.” (Kel. 19:5-6)
Di dalam Keluaran 19:5-6, Allah memberikan janji-Nya kepada bangsa Israel bahwa Ia akan menjadikan bangsa itu sebagai harta kesayangan-Nya, Ia memisahkan umat-Nya dari kenajisan dan mengkhususkan mereka. Karena Ia merupakan yang kudus secara sempurna, Ia tidak mungkin bersatu dengan segala sesuatu yang najis, maka Ia menguduskan umat-Nya. Ia membawa umat-Nya keluar dari perbudakan di tanah Mesir, membawa mereka ke Gunung Sinai, dan memberikan Taurat-Nya yang sempurna kepada mereka sebagai lambang pengudusan. Semua ini Allah lakukan agar umat-Nya dapat menikmati keindahan persekutuan dengan diri-Nya. Setelah menyatakan semua ini, Allah menegaskan sekali lagi janji-Nya, “Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus.” Kemudian Ia menyuruh Musa untuk memberitahukan kabar baik ini kepada bangsa Israel.
Di sisi lain, kita melihat sebagai umat Allah, bangsa yang kudus, Israel harus hidup untuk Allah, yang mana mereka harus taat penuh kepada-Nya dan menjaga perjanjian-Nya. Dengan kata lain, keberadaan sebagai umat Allah mengharuskan mereka menyerahkan diri dan patuh pada keberadaan Tuhan dan rencana-Nya yang kekal itu. Di sini terletak dimensi etis dari keumatan Israel pada Perjanjian Lama, sekaligus kepentingan dari Taurat Tuhan dalam identitas Israel.
Yang Mahakudus dari Israel
Kitab Yesaya menggambarkan bangsa Israel, umat Allah, dalam kejatuhan yang menyedihkan. Bahkan Allah sendiri menyatakan bahwa Israel adalah bangsa yang buta dan tuli (Yes. 6:10). Tetapi justru di kitab ini Allah menyatakan kesucian-Nya dan tuntutan-Nya kepada umat-Nya. Oleh karena itu kita sering mendengar Yesaya sebagai Nabi Kekudusan. Maka, tidak heran jika kata “kudus” diulang-ulang sepanjang Kitab Yesaya.
Di dalam bukunya, Yesaya menuliskan bahwa Allah adalah “Yang Mahakudus dari Israel” di sini kita dapat melihat ekspresi yang jelas ditekankan yaitu kesatuan umat Allah dengan Yang-Kudus itu, dan ini menegaskan sekali lagi bahwa umat Allah tidak terlepas dari Allah yang Mahakudus. Ketidaklepasan ini menyatakan bahwa kekudusan Allah bersifat relasional sehingga sebagai umat Allah, Israel (dan juga kita) seharusnya memiliki relasi terhadap kekudusan itu.
Keunikan lain dari konsep kekudusan yang dibawa di Kitab Yesaya adalah adanya konsep kekudusan di dalam pergerakan besar menuju eskaton yang mana Sion menjadi tujuan utama. Di dalam konsep ini, pada akhirnya kemuliaan Allah yang tak terbendung akan terpancar dan kekudusan-Nya menjadi bukti dari segala sesuatu yang ada. Konsep kekudusan seperti ini akan membawa kita kepada perenungan mendalam tentang bagaimana kekudusan sebagai domain dari keadilan, kebenaran, dan sukacita. Di dalam konsep kekudusan yang dinamis seperti ini pula didapatkan konsep bahwa umat Allah dipanggil untuk menjadi kudus, hidup adil, dan benar – dipanggil untuk menghidupi terang sampai akhirnya bertemu muka dengan Tuhan.
Karena Nama-Ku yang Kudus
Oleh karena itu katakanlah kepada kaum Israel: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Bukan karena kamu Aku bertindak, hai kaum Israel, tetapi karena nama-Ku yang kudus yang kamu najiskan di tengah bangsa-bangsa di mana kamu datang. Aku akan menguduskan nama-Ku yang besar yang sudah dinajiskan di tengah bangsa-bangsa, dan yang kamu najiskan di tengah-tengah mereka. Dan bangsa-bangsa akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN, demikianlah firman Tuhan ALLAH, manakala Aku menunjukkan kekudusan-Ku kepadamu di hadapan bangsa-bangsa. (Yeh. 36:22-23)
Dalam bagian ini terlihat jelas bahwa tujuan dari semua yang Tuhan lakukan adalah supaya bangsa-bangsa lain mengetahui bahwa Ia adalah TUHAN. Dari ayat 22 kita bisa mengetahui bahwa yang ingin dinyatakan Tuhan melalui umat-Nya ialah kekudusan-Nya dan satu-satunya cara adalah Israel harus hidup menurut Taurat TUHAN. Dengan cara ini nama TUHAN dari Israel tersebar sehingga bangsa-bangsa mengetahui Allah dari Israel dan bagaimana Ia berkuasa atas bangsa Israel dan seluruh bangsa. Akan tetapi bangsa Israel gagal di dalam menjalankannya, maka Tuhan bekerja. Ia membersihkan nama-Nya. Ia menyatakan visi-Nya kepada Yehezkiel bahwa Ia akan mendirikan bait-Nya di Yerusalem, di antara bangsa-bangsa. Tentu yang Ia maksud adalah restorasi di dalam Kristus.
Dari bagian ini juga kita harus melihat bahwa umat Allah membawa sebuah Nama yang tidak mungkin lepas dari diri mereka karena Nama itu merupakan identitas mereka. Hal ini tentu dalam sudut pandang tertentu merupakan beban yang besar, akan tetapi juga merupakan besarnya kasih Tuhan kepada umat-Nya.
Seluruh pembahasan di atas menunjukkan bahwa kekudusan adalah suatu kualitas yang dimiliki Tuhan dan diimplementasikan pada umat-Nya. Kita juga dipanggil untuk menjadi kudus sesuai dengan standar kita sebagai kaum pilihan Allah yang ditandai dengan keberbedaan yang unik karena Tuhan beserta kita dan Tuhan memelihara kita melalui Taurat-Nya.
Robin Gui
Pemuda FIRES