Irresistible Grace

Berbicara mengenai doktrin apa pun, termasuk doktrin anugerah Allah yang tidak dapat ditolak (irresistible grace), tidak jarang membuat gereja terpecah karena masing-masing orang bisa memiliki tafsirannya sendiri. Sering kali perbedaan penafsiran ini disebabkan oleh pengenalan akan Alkitab yang kurang kuat. Akibat kekurangan ini, tidak jarang gereja kehilangan fondasi imannya atau bahkan secara tidak sadar kehilangan makna karya keselamatan Kristus. Hal ini sudah terjadi dari zaman Bapa-bapa Gereja.

Di zaman Bapa Gereja Agustinus, ada ajaran yang dicap sebagai bidat gereja yang mengajarkan bahwa manusia tidak rusak, total ataupun sebagian. Manusia mempunyai kehendak bebas yang tidak tercemari dosa, sehingga kehendak ini masih bisa dipakai untuk membedakan mana yang baik dan jahat secara seimbang. Bukan hanya itu, untuk melakukan hal yang baik, manusia bisa melakukannya tanpa pertolongan Roh Kudus ataupun anugerah-Nya. Ajaran tersebut adalah ajaran Pelagianisme. Agustinus menentang ajaran ini dengan menegakkan doktrin bahwa manusia sudah rusak total dan tidak ada kemungkinan bisa berbuat baik tanpa adanya pertolongan Roh Kudus.

Bidat gereja yang kedua adalah Semi-Pelagianisme. Pandangan ini tidak menyetujui baik Pelagianisme maupun Agustinianisme. Ajaran Semi-Pelagianisme bisa kita temukan hari ini dalam ajaran Katolik dan Arminian. Manusia dipercaya memiliki kebaikan sampai tingkat tertentu dan punya kemampuan untuk percaya kepada Kristus. Memang, menurut pandangan ini, manusia tidak dapat percaya tanpa bantuan dari Allah. Namun, Allah tidak bekerja dengan cara yang tidak dapat ditolak. Intinya adalah “kerja sama” antara manusia dan Allah. Allah mengerjakan apa yang menjadi bagian Allah dan manusia mengerjakan apa yang menjadi bagian manusia. Jadi 50:50 antara Allah dan manusia. Manusia mempunyai kehendak yang Allah tidak akan pernah campur tangan di dalamnya. Baik Allah maupun orang lain, sama-sama tidak dapat mengubah bila kita tidak mau berubah. Seseorang harus bertobat dan percaya, setelah itu, barulah Allah melahirbarukan orang tersebut. Misalnya, jika kita bertanya kepada orang-orang Semi-Pelagian, Katolik, dan Arminian, “Mengapa ada orang-orang di Alkitab (misalnya kisah Yakub dan Esau), yang diselamatkan dan tidak diselamatkan?” Mereka akan menjawab, “Ini karena pilihan atau kehendak yang diambil masing-masing orang tersebut. Allah menyatakan Injil yang sama kepada mereka, tetapi orang tersebut bisa menjadi percaya, tidaklah disebabkan oleh Allah. Orang tersebutlah yang menjadi faktor penentu utama. Bila orang tersebut tidak menerima Kristus, Allah tidak dapat berbuat apa-apa.”

Sebaliknya, kaum Reformed Calvinis menyatakan bahwa perbedaannya terletak pada Allah, bukan pada manusia. Pada orang yang tidak diselamatkan, Roh Kudus tidak bekerja untuk menyelamatkan dia. Sehingga, karena orang itu telah mati secara rohani, ia tidak mungkin bisa menjadi percaya, meskipun ia telah berulang kali mendengar pemberitaan firman atau membacanya sendiri di dalam Alkitab. Pada orang yang diselamatkan, Roh Kudus bekerja secara tidak dapat ditolak, melahirkan kembali orang itu sehingga ia mengerti dengan jelas bahwa ia adalah orang berdosa dan memerlukan Allah. Karena itu, dia mau percaya dan diselamatkan. Ketika Allah memberi anugerah keselamatan, anugerah-Nya bersifat tidak dapat ditolak.
 
Anugerah adalah hadiah, namun hadiah yang dimaksud bukanlah karena orang tersebut memiliki kelayakan untuk menerimanya. Di dalam doktrin total depravity,kita bisa mengetahui bahwa setiap manusia selalu memiliki kecenderungan untuk melakukan kejahatan yang ditujukan kepada Allah. Dengan demikian, tidak ada yang layak untuk menerima anugerah. Satu-satunya yang adil dan layak manusia terima adalah hukuman yang berat dari Allah. Allah menciptakan manusia dalam kebaikan, tetapi kita dengan kehendak kita sendiri memberontak terhadap Allah. Ia memerintahkan kita untuk meninggalkan dosa dan nafsu sendiri serta kembali kepada-Nya. Kita menjawabnya dengan menghina Dia. Di dalam hati kita, sejak Adam, manusia pertama jatuh ke dalam dosa, sudah tertanam natur yang membenci Allah dan membenci sesama kita dengan sangat mengakar. Dalam keadaan yang mengerikan seperti inilah, Allah mengutus Yesus Kristus untuk mati. Bukan kepada semua orang secara merata, tetapi bagi semua orang-orang pilihan-Nya. Kemudian Allah mengaruniakan Roh Kudus, sehingga orang-orang pilihan mau menerima Kristus dan pengorbanan yang Ia lakukan bagi mereka. Bukan hanya ditebus, tetapi juga untuk mewarisi kekayaan sorgawi yang tidak terhitung. Bayangkan kita pernah mengenal orang yang begitu berengsek yang pernah kita temui dalam hidup kita, mungkin ia seorang yang berkali-kali jatuh di dalam dosa, seorang penipu, pemerkosa, perampok, sekaligus pembunuh. Namun, satu menit sebelum ia dieksekusi mati secara LIVE di televisi, presiden mengumumkan bahwa orang ini mendapat pembebasan total dari hukumannya. Bukan hanya bebas total, orang ini akan mendapatkan tunjangan dari negara seumur hidup berupa uang senilai Rp 10 miliar per tahun seumur hidupnya. Ini adalah anugerah, pemberian yang diberikan kepada orang yang tidak layak untuk menerimanya. Anugerah ini disediakan bagi siapa saja yang mau menerimanya. Bila seseorang mau menerimanya, yang perlu ia lakukan adalah beriman kepada Kristus seumur hidup dan menerima anugerah-Nya yang tidak dapat ditolak.

Yang dimaksudkan dengan tidak dapat ditolak (irresistible) adalah bila Allah telah memilih orang-orang untuk diselamatkan dan bila Ia memberikan Roh Kudus untuk mengubah mereka dari orang-orang yang penuh kebencian menjadi orang-orang yang penuh kasih, tidak seorang pun yang dapat menahan-Nya. Roh Kudus tidak dapat ditolak oleh siapa pun. Ia menggenapi apa yang telah direncanakan-Nya. Tetapi jangan sampai kita salah mengerti istilah ‘tidak dapat ditolak’ sebagai pemaksaan. Yang dimaksud tidak dapat ditolak bukanlah pemaksaan seseorang untuk melakukan hal yang tidak ingin dilakukannya. Pengertian di atas adalah pengertian yang keliru mengenai anugerah yang tidak dapat ditolak. Mereka menganggap Allah memaksa dan memperbudak orang-orang melakukan apa yang tidak ingin mereka lakukan: Allah menarik mereka meskipun mereka meronta-ronta dan berusaha melepaskan diri supaya mereka masuk ke sorga. Allah selalu menghargai kebebasan manusia dan tidak pernah memaksa, menekan, dan melanggar kehendak manusia. Salah satu theolog, R. C. Sproul, menyatakan bahwa istilah anugerah yang tidak dapat ditolak kuranglah tepat karena sering kali menimbulkan kesalahpahaman. R. C. Sproul menggunakan kata lain yang lebih tepat untuk menggambarkan konsep ini, yaitu effectual grace, karena Allah mengharapkan anugerah yang tidak dapat ditolak ini memiliki efek 100% pasti.

Allah tidak pernah memaksa orang untuk bertobat dengan mencabut kehendak bebasnya. Seorang berengsek yang pernah kita kenal, selalu bebas melakukan apa yang ingin ia lakukan, bahkan setelah ia bertobat, kebebasannya masih ada. Semua manusia, sekalipun manusia berdosa, pasti memiliki kehendak bebas. Semua manusia memiliki kehendak untuk memutuskan apakah hari ini akan menggunakan sepatu berwarna hitam atau coklat. Namun, yang tidak dimiliki manusia adalah kebebasan untuk memilih dan melakukan yang baik. Manusia di satu sisi tahu baik seperti apa, tetapi di sisi lain manusia tidak sanggup melakukan yang baik. Manusia berdosa yang mendengarkan Injil, tahu dan setuju untuk mengasihi Allah dan menjauhkan diri dari dosa, tetapi di sisi lain manusia tidak sanggup melakukannya. Maka, satu-satunya kebebasan yang manusia punya adalah kebebasan untuk berbuat dosa tanpa dipaksa oleh pihak lain dari luar. Manusia tidak pernah dapat memilih yang baik, Allah, dan Kristus, karena manusia diperbudak oleh Iblis dan keinginannya sendiri yang penuh dosa. Manusia tidak memiliki kebebasan yang sebenarnya.

Menurut naturnya, manusia itu seperti seseorang yang lebih suka makan nasi yang sudah busuk, berjamur, dan berulat dari keranjang sampah, atau seseorang yang lebih suka duduk di atas tanah kotor dan menghirup debu. Allah dapat mengubah natur manusia sehingga ia lebih menyukai nasi, daging, dan sayuran yang masih segar, bukan nasi busuk. Demikian juga, Allah dapat mengubah hati manusia dari jahat menjadi baik. Menurut naturnya, manusia menyukai dosa dan hal-hal yang hanya akan membawa kepada kesengsaraan dan hukuman kekal. Dalam anugerah yang tidak dapat ditolak, Allah tidak membiarkan hati orang itu tetap tidak diubahkan, lalu menariknya ke sorga, bertentangan dengan kehendak orang tersebut. Allah akan melahirbarukan orang itu, mengubah naturnya, dan secara radikal mengubah karakternya sehingga orang tersebut sungguh menyesali dosa-dosanya dan mengasihi Allah. Dengan hati yang telah diubahkan, ia kini sangat membenci hal-hal yang dahulu dilakukannya. Kini Kristus menjadi yang terindah baginya. Kekristenan menjadi menarik baginya. Ia secara bebas dan penuh semangat mencari Allah. Seperti inilah cara Allah memberikan anugerah yang tidak dapat ditolak dan efektif itu.

Alkitab mencatat beberapa ilustrasi yang menunjukkan bahwa sesungguhnya ketika anugerah keselamatan Allah bekerja, tidak ada yang dapat menolak tujuan Allah. Ilustrasi Alkitab mengenai kelahiran baru mempresuposisikan ketidakmampuan total atau kerusakan total manusia. Seseorang yang mati tidak dapat menolak kuasa yang membangkitkan kembali dari Allah. Contohnya, ketika Lazarus berada di dalam kubur dan Kristus menghidupkannya kembali, ia tidak dapat tetap mati, ia harus keluar dari kubur. Demikian juga ketika Allah membangkitkan seseorang dari kematian rohani, orang yang mati secara rohani itu tidak mungkin menolak kebangkitan tersebut. Ia pasti hidup. Ia tidak bisa terus bertahan di dalam kuburannya untuk menghidupi kehidupan seperti mayat.

Ilustrasi kedua mengenai karya Allah dalam hati manusia ialah kelahiran. Seorang bayi tidak mungkin bisa menentukan untuk mau dilahirkan atau tidak mau dilahirkan. Adalah hal yang bodoh kalau manusia berpikir ia punya pilihan untuk tidak dilahirkan. Sebab, manusia tidak berkuasa atas kelahirannya sendiri. Seseorang yang masih belum ada, tidak dapat menolak untuk dikandung dan dilahirkan. “Angin bertiup ke mana ia mau. … Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh” (Yoh. 3:8).

Ilustrasi lain dari kelahiran kembali ialah penciptaan. Tidak ada ciptaan yang dapat menolak untuk diciptakan. Sebelum penciptaan, tidak ada eksistensi lain kecuali Allah. Ketika Allah memutuskan untuk menciptakan alam semesta ini, tidak ada sesuatu pun yang dapat berkata kepada-Nya, “Saya tidak mau diciptakan.” Semuanya diciptakan seturut keputusan Allah. Begitu juga dalam penciptaan baru rohani kita. Tak seorang pun dapat melawan maksud Allah. Secara rohani, Allah menciptakan orang-orang menjadi ciptaan baru seturut kehendak-Nya dan tidak ada yang dapat menolak-Nya. Paulus menulis bahwa kita adalah buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik. Sebagaimana sebuah kacamata, atau handphone, atau mobil tidak dapat menolak bahwa dirinya dibuat manusia, begitu juga kita tidak dapat menolak kita dibuat Allah. Setiap ilustrasi Alkitab mengenai kelahiran kembali bukan saja mengajarkan tentang kerusakan total manusia dan ketidakmampuan manusia untuk melakukan hal yang baik, tetapi juga ketidakmampuan manusia untuk menolak karya Roh Kudus. Dalam pernyataan yang positif, Paulus mengatakan, “Betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya” (Ef. 1:19). Kuasa yang ada di dalam kita ini, demikian dilanjutkan oleh Surat Ibrani, adalah kuasa yang digunakan-Nya ketika Ia membangkitkan Kristus dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga. Ayat-ayat ini meneguhkan karya yang penuh kuasa yang dikerjakan oleh Allah di dalam kita. Pada suatu saat, Paulus berkhotbah di tepi sungai di Filipi. Seorang wanita penjual kain ungu dari kota Tiatira turut mendengarkan Paulus. Mula-mula ia tidak percaya, tetapi Lukas menulis bahwa Tuhan kemudian membuka hatinya sehingga ia memperhatikan apa yang dikatakan oleh Paulus (Kis. 16:14). Bila Tuhan tidak membuka hatinya, ia tidak akan menjadi percaya.

Tanpa pekerjaan Roh Kudus, manusia yang menyaksikan mujizat-mujizat Allah sekalipun tidak akan menjadi percaya. Ini yang terjadi ketika orang-orang Farisi melihat Anak Allah mencelikkan mata orang buta, tetapi kemudian mereka menyebut Dia Beelzebul. Bahkan kata Abraham di dalam Lukas 16, “Sekalipun ada orang yang bangkit dari kematian dan datang kepada mereka, mereka tetap tidak akan percaya.” Seseorang bisa saja mendengar khotbah mengenai Hari Penghakiman tetapi menertawakan dan mengolok-olokkan pengkhotbahnya, sebagaimana yang terjadi pada masa Nuh. Atau orang yang mendengar khotbah yang disampaikan dengan cara yang paling mudah dimengerti, teratur, penuh perasaan, dan masuk akal, tetapi bila Roh Kudus tidak bekerja, tidak akan ada yang menjadi percaya.

Karena itu, kita sungguh patut bersyukur kepada Allah untuk anugerah-Nya yang tidak dapat ditolak. Tanpa anugerah ini, manusia tidak akan dapat diselamatkan. Bila manusia diberikan kebebasan untuk memilih untuk diselamatkan atau tidak, manusia pasti tidak akan memilih untuk diselamatkan. Ia pasti akan menolak keselamatan karena manusia begitu rusak dan jahat. Apabila ancaman neraka dan hukuman tidak ada, masihkah kita memilih untuk diselamatkan? Namun, puji syukur kepada Allah. Karena Allah memberikan anugerah-Nya yang tidak dapat ditolak, yang mengatasi dan mengalahkan kerusakan total orang berdosa, melahirkan kembali orang tersebut dan membuatnya menjadi percaya. Hal inilah yang dialami oleh Paulus. Ia dahulu begitu membenci Allah, sehingga ia selalu berusaha memasukkan orang-orang yang percaya kepada Kristus ke dalam penjara. Tetapi dalam perjalanan menuju Damsyik untuk melaksanakan misinya yang penuh kebencian itu, Allah datang kepadanya dengan cara yang tidak dapat ditolak. Paulus benar-benar ditaklukkan di dalam peristiwa itu. Seluruh hidupnya ditaklukkan oleh kebenaran yang baru dibukakan kepadanya, dan ia tidak lagi dapat menghidupi hidupnya yang lama. Ia tidak dapat berbuat hal lain kecuali percaya kepada Kristus dan melakukan kehendak-Nya. Ini adalah anugerah yang tidak dapat ditolak.

Hanshen Jordan
Pemuda FIRES

Referensi:
Palmer, Edwin H. Lima Pokok Calvinisme. Surabaya: Momentum, 2005.
Sproul, R. C. TULIP and Reformed Theology: Irresistible Grace. https://www.ligonier.org/blog/tulip-and-reformed-theology-irresistible-grace/.