Setiap manusia hidup dengan memiliki harapan sebagai pegangan atau sandaran hidupnya. Seorang wanita yang cantik berharap kepada kecantikannya, demi mendapatkan pasangan yang dapat menjamin hidupnya. Di sisi lain, seorang pria mungkin berharap kepada kekuatan fisiknya, untuk melakukan pekerjaan berat, mendapatkan uang, atau menarik perhatian lawan jenis. Di balik semua itu, setiap orang pasti memiliki sebuah ide atau harapan yang menjadi sandaran dan motivasi hidupnya. Inilah pengharapan manusia berdosa.
Dalam dunia berdosa, manusia mempunyai kecenderungan untuk menaruh pengharapannya kepada hal yang salah. Ketimbang berharap kepada Tuhan, Raja langit dan bumi, kita malah berharap kepada hal yang lebih rendah dari-Nya. Kita cenderung memakai baik hal material maupun non-material sebagai ungkapan pengharapan kita yang sesungguhnya, yaitu diri kita sendiri. Inilah kesombongan manusia, yang mengira dirinya lebih berkuasa dibandingkan Tuhan penguasa langit dan bumi. Dengan menggunakan milik-Nya, manusia mengira ia bisa aman dari jangkauan siapa pun, termasuk Tuhan sendiri.
Kitab Obaja adalah salah satu kitab yang membahas perihal dua tema besar ini, yaitu kesombongan dan pengharapan. Kedua hal ini adalah isu yang masih relevan dengan zaman kita sekarang. Kesombongan adalah sikap hati yang sering kali menandai awal kejatuhan dari seseorang atau sebuah organisasi. Sedangkan di sisi lain pengharapan menjadi kekuatan pendorong di dalam kita menghadapi konteks hidup yang sulit. Kedua hal ini seharusnya menjadikan kita semakin menyadari siapa diri kita, dan tahu bagaimana menempatkan diri di tengah segala situasi, baik yang mudah maupun yang sulit.
Latar Belakang
Kitab Obaja adalah salah satu kitab terpendek yang ada di dalam Perjanjian Lama. Alkitab versi Terjemahan Baru, King James Version, English Standard Version, dan banyak Alkitab versi lain mengelompokkan kitab ini ke dalam 1 pasal dan 21 ayat. Jika kita membaca kitab ini dengan cepat, kita mungkin bisa menghabiskannya lebih cepat dibanding makanan kita.
Tidak banyak diketahui tentang detail kehidupan Obaja. Kitab ini tidak menyebutkan latar belakang penulisnya. Meskipun Perjanjian Lama mencatat nama Obaja 12 kali, identitas penulis yang sebenarnya masih berupa misteri hingga hari ini. Konsensus umum yang diterima para ahli Perjanjian Lama adalah Obaja hidup pada tahun 840 SM, sebelum Nabi Yoel dan sezaman dengan Nabi Elisa.[1]
Obaja bernubuat tentang Edom dan Israel, dua kerajaan yang mempunyai sejarah yang sangat panjang. Nenek moyang mereka, Esau dan Yakub, adalah saudara kandung. Setelah Yakub menipu Ishak dan mengambil berkat dari Esau, timbullah dendam di hati Esau (Kej. 27:41). Perseteruan kedua saudara tersebut akhirnya reda setelah bertahun-tahun kemudian (Kej. 33).
Namun demikian, setelah lama waktu berselang, Edom dan Israel kembali terlibat dalam peperangan. Pada zaman raja-raja Israel, sebelum pembuangan ke Babel, Alkitab mencatat Edom dikalahkan beberapa kali. Saul (1Sam. 14:47) dan Daud (2Sam. 8:13-14) pernah mengalahkan orang-orang Edom dan membunuh banyak dari mereka. Selanjutnya, pada zaman Raja Salomo, Tuhan membangkitkan Hadad, orang Edom, untuk melawan Salomo yang sudah menyimpang dari jalan-Nya (1Raj. 11:14-22). Kemudian, Edom terlibat peperangan dengan Israel melawan Moab, ketika Israel terpecah menjadi Kerajaan Israel dan Kerajaan Yehuda (2Raj. 3:1-27). Keharmonisan Israel-Edom tidak bertahan lama. Saat Raja Yoram memerintah di Kerajaan Selatan, Edom memberontak terhadap Yehuda dan memilih raja mereka sendiri (2Taw. 21:8-10). Edom sempat dikalahkan kembali oleh Raja Amazia (2Taw. 25:11-12), sebelum akhirnya Edom bersekutu dengan Nebukadnezar dan menjarah Yerusalem bersama dengan Babel (Mzm. 137:7).
Kesombongan
Ketika orang menjadi sombong, ia akan menonjolkan suatu hal yang ia miliki, sebagai batu tempat ia berpijak. Ia menjadi bangga atas hal-hal yang ia miliki, dan tidak jarang memandang rendah orang lain atas hal-hal yang tidak mereka miliki. Dalam kasus bangsa Edom, bisa dikatakan identitas mereka dibangun di atas kenyamanan duniawi.[2] Mereka menjadi tinggi hati atas kenyamanan tersebut (Ob. 1:2-3). Hal ini membuat Tuhan muak melihat mereka.
Edom pernah menjadi bangsa yang sejahtera. Harta (Ob. 1:5), hubungan politik (Ob. 1:7), kebijaksanaan (Ob. 1:8), dan kuasa militer (Ob. 1:9) adalah hal-hal yang dimiliki Edom pada saat itu. Sayangnya, karena kesombongannya, Tuhan mencabut berkat-berkat tersebut dari Edom. Ia akan mengirim perampok untuk menggerogoti hartanya (Ob. 1:5-6), sekutu yang “menusuk dari belakang” (bdk. Ob. 1:7), menghilangkan orang-orang bijaksana dari pemerintahan (Ob. 1:8), dan “membunuh semua pahlawan perang” (Ob. 1:9). Tanpa keempat kuasa tersebut, hilanglah pengaruh Edom dalam dunia. Ini menjadi peringatan juga kepada bangsa-bangsa. Bangsa apa yang tidak takut akan Tuhan, Tuhan tidak akan segan mencabut segala kenyamanan duniawi yang ia miliki. Ketika semua hal tersebut dicabut, kepada apakah atau siapakah orang sombong akan menyandarkan dirinya?
Ada paradoks yang menarik di dalam perbuatan Edom. Di satu sisi, Allah berfirman bahwa Ia akan menggunakan Nebukadnezar sebagai hamba-Nya (Yer. 25:9)[3], untuk menghukum Israel. Di sisi lain, ketika Edom “membantu” Nebukadnezar dalam melakukan perintah-Nya, Allah justru menghukum Edom. Obaja menekankan hal ini pada ayat 10-14. Ketimbang membantu saudaranya, orang Edom justru ikut mencelakakan Yehuda. Tuhan memang membangkitkan orang Edom untuk melawan Yehuda, namun Ia tidak pernah meminta mereka ikut menghukum Yehuda; Alkitab mencatat hanya Babel yang dipakai Tuhan untuk menghukum Yehuda dan membawa mereka ke pembuangan.
Edom yang menumpang di atas “kesuksesan” Babel terlihat seperti orang yang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Ketimbang berduka atas hukuman Tuhan kepada Yehuda, mereka justru ikut-ikutan menjarah saudaranya sendiri. Seperti Edom menggunakan Babel sebagai “sarana” untuk menjarah Israel, Tuhan juga akan melakukan yang sama terhadap Edom (Ob. 1:15). Tuhan akan menggunakan bangsa-bangsa untuk menjarah dan membuat Edom lenyap (Ob. 1:16).
Pada akhirnya, nubuat Tuhan membuat Edom benar-benar lenyap. Sejarah mencatat, Kerajaan Edom[4] beberapa kali diserang dan direbut oleh orang Yahudi. Yudas Makabeus dan Yohanes Hirkanus (125 SM) menguasai daerah tersebut dan memaksa mereka menganut Yudaisme. Pada tahun 70 M, mereka sempat bergabung dengan pembelot di Yerusalem, saat Yerusalem diserang oleh Jenderal Titus dari Roma. Setelah itu, sejarah sudah tidak mencatat tentang orang-orang ini lagi.
Pengharapan
Perikop Obaja 1:16-21 banyak menjabarkan foreshadowing tentang karya keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus Kristus. Matthew Henry[5] menjabarkan empat aspek karya tersebut. Pertama, keselamatan akan datang dari Gunung Sion, tempat sisa umat Israel berkumpul. Pada bagian ini, Tuhan sedang menunjuk kepada Kristus yang memulai karya penebusan-Nya dari orang-orang Yahudi (Yoh. 4:22). Kedua, keselamatan dari Tuhan datang dengan pengudusan. Ia akan menjadikan umat-Nya kudus, agar layak untuk masuk ke dalam Kerajaan Tuhan. Ketiga, keselamatan akan menyebar dari Sion hingga ke ujung bumi. Tuhan akan menyebarkan Injil hingga ke ujung bumi, mendapatkan kembali hati bangsa-bangsa, sehingga mereka “akan berjalan di dalam cahayanya dan raja-raja di bumi membawa kekayaan mereka kepadanya” (Why. 21:24). Obaja menggambarkan penyebaran ini dalam bentuk “api” keturunan Yakub dan keturunan Yusuf, yang membakar Edom, tunggul gandum itu (Ob. 1:18). Keempat, hasil dari karya keselamatan yang dikerjakan adalah berdirinya Kerajaan Allah di Gunung Sion, yang akan menghukum Edom (Ob. 1:21). Ini adalah gambaran dari kedatangan kedua Yesus, yang akan mendirikan Yerusalem Baru di bumi dan menghukum Iblis. Kemenangan inilah yang dinantikan oleh umat Tuhan sepanjang masa.
Obaja membawa kita untuk melihat kembali kepada pengharapan yang sejati, yaitu datangnya Kerajaan Allah di Gunung Sion, melalui kedatangan Yesus Kristus, Sang Juruselamat. Hanya di dalam Yesuslah pengharapan yang sejati itu ada. Hanya di dalam Yesuslah kita bisa bermegah, bukan karena usaha diri tetapi karena anugerah yang Tuhan berikan. Kesombongan manusia pada akhirnya akan dihancurkan, terkikis di dalam zaman, tetapi yang menjalankan perintah Allah akan hidup kekal selamanya.
Kemajuan ekonomi dan teknologi pada zaman ini memang membuat manusia merasa semakin nyaman. Perjalanan antarnegara yang sebelumnya memakan waktu berminggu-minggu, kini bisa ditempuh hanya dalam hitungan jam. Ketimbang 100 tahun yang lalu, manusia bisa hidup dengan usia yang relatif lebih lama. Celakanya, kita lupa bahwa Tuhanlah yang sebenarnya mengizinkan semuanya ini ada. Ketimbang mengucap syukur, kita merasa bahwa Tuhan tidak dibutuhkan lagi. Teknologi dan ekonomi ini cukup untuk membuat manusia berdikari. Jangan sombong! Kegagalan kita melihat pekerjaan Tuhan akan membuat kita seperti Edom—dibakar habis dan dibuang.
Marilah kita bertindak seperti umat Israel yang dipulihkan Tuhan. Ia yang telah menyelamatkan kita adalah sumber pengharapan sejati. Dengan terus bertekun dalam proses pengudusan, kita terus setia mengerjakan panggilan kita. Pada akhirnya, Tuhanlah empunya bumi dan segala isinya, Ia akan menumpas segala kedegilan manusia, dan Ia akan bertakhta untuk selama-lamanya.
Alvin Natawiguna
Pemuda GRII Kebon Jeruk
Endnotes:
[1] http://www.insight.org/resources/bible/the-minor-prophets/obadiah.
[2] Matthew Henry menggunakan istilah carnal security.
[3] http://pemuda.stemi.id/reforming_heart/nebukadnezar-meruntuhkan-yerusalem.
[4] Disebut sebagai orang-orang Idumaea Klasik (abad ke-2 SM hingga abad ke-1 M).
[5] Matthew Henry, Matthew Henry’s Commentary on the Whole Bible, 1708-1714, public domain.