Kehidupan manusia adalah kehidupan yang tidak mungkin terlepas dari anugerah Tuhan, inilah pandangan
kekristenan. Bahkan, jika seluruh kehidupan dirangkum dalam satu kata, tidak sedikit orang Kristen yang akan memilih kata “anugerah”. Anugerah menjadi perbincangan yang tidak habis-habis dikaitkan dengan hidup baik dalam khotbah maupun kehidupan sehari-hari. Mulai dari bangun tidur, bekerja, studi, melayani, berelasi, hingga tidur kembali sering kita katakan, “Semuanya hanya oleh anugerah.” Kita juga mendengar begitu banyak lagu yang diciptakan untuk menyatakan anugerah Tuhan. Anugerah begitu krusial dalam kehidupan orang Kristen. Begitu banyak bahasan tentang anugerah baik di dalam Alkitab maupun di sepanjang sejarah tradisi kekristenan. Kata “anugerah” ini begitu dekat di hati kita. Bahkan untuk mengatakan sola gratia atau grace alone tidak memicu sebanyak kontroversi seperti sola fide atau faith alone di kalangan Kristen.
Namun, ketika kita membicarakan anugerah, kita sering berpikir dan mengasumsikan pengertian anugerah tanpa mengetahui definisi tepat dan akurat seperti yang Alkitab nyatakan. Hanya karena kata “anugerah” sering terucap, kita cenderung merasa “sudah tahu” dan tidak lagi merenungkan dengan pasti apa yang sebenarnya kita imani di baliknya. Sebenarnya pemikiran apa sih yang bergaung di kepala kita ketika kata “anugerah” didengungkan di telinga kita?
Belakangan ini, gerakan hyper-grace begitu booming diterima di kalangan orang percaya. Diajarkan, bahwa jika orang sudah dilahirbarukan, maka Tuhan telah mengampuni seluruh dosanya sehingga orang tersebut diizinkan untuk berdosa sepuasnya. Betapa rusaknya pengajaran ini! Anugerah diangkat sedemikian tingginya, sampai-sampai dosa pun tidak dapat melampauinya. Anugerah mampu menutupi setiap dosa yang dilakukan manusia; serusak apa pun, anugerah Tuhan tidak bisa “digagalkan” oleh keberdosaan dan perbuatan dosa manusia. Pikiran seperti ini sesungguhnya sedang melecehkan anugerah Tuhan. Tetapi, sering kali kita justru terjebak di swing sebaliknya. Kita menganggap bahwa anugerah hanyalah sebuah sentimen pengampunan Tuhan bagi umat-Nya, sama seperti seorang ayah kepada anaknya yang nakal. Anugerah terlihat seperti Tuhan sedang menutup mata terhadap pemberontakan manusia dan menerimanya apa adanya.
Sejak para rasul hingga Agustinus, dari awal Abad Pertengahan hingga Aquinas, dari tokoh pra-Reformator hingga Reformasi, bahkan hingga zaman sekarang, para pemikir besar telah meluangkan banyak waktu dalam pergumulan mereka untuk memahami anugerah. Oleh sebab itu, adalah hal yang bijak untuk kembali merenungkan dan menggali apa yang Alkitab dan para orang kudus telah katakan mengenai anugerah. Dengan demikian, kita dapat mengerti anugerah dari perspektif firman Tuhan dan pengertiannya yang Tuhan bukakan sepanjang sejarah.
Grace in Scriptures
Alkitab sangat banyak membahas tema mengenai anugerah baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Tema anugerah menjadi salah satu tema yang paling penting berkenaan dengan Tuhan dan relasi-Nya kepada ciptaan. Anugerah yang diajarkan Alkitab memiliki signifikansi dua lapis (twofold). Yang pertama, anugerah berarti kebaikan Tuhan yang tidak ditentukan atas jasa manusia. Anugerah merupakan inisiatif dari Tuhan yang berelasi dengan ciptaan-Nya dan umat-Nya. Anugerah dalam Theologi Reformed ada 2 yaitu anugerah umum dan anugerah khusus. Anugerah umum berbicara tentang kebaikan Tuhan (tanpa jasa manusia) kepada ciptaan-Nya, tetapi tidak bersifat menyelamatkan. Anugerah ini dapat diwujudkan berupa seluruh topangan Tuhan kepada ciptaan-Nya, termasuk hati nurani yang masih berfungsi, melaluinya Tuhan mengekang kejahatan, dan mengizinkan manusia menikmati dunia ciptaan. Sedangkan anugerah khusus berbicara tentang kebaikan Tuhan (tanpa jasa manusia) dalam menyelamatkan umat-Nya di dalam Kristus Yesus.
Lebih jauh lagi, anugerah juga dapat berarti pekerjaan Tuhan secara aktif dalam kehidupan gereja dan orang percaya. Tuhan tidak menyelamatkan lalu meninggalkan kita sendiri. Tuhan terus bekerja dengan anugerah-Nya untuk mendidik kita dalam iman agar semakin dewasa dan dipakai demi kemuliaan Tuhan di bumi. Kita diselamatkan oleh anugerah dan melalui anugerah yang bekerja di hidup kita untuk menjalankan tujuan Tuhan bagi kita.
Grace in the Old Testament
Anugerah Tuhan yang menarik manusia kembali dalam persekutuan dengan-Nya tidaklah mengabaikan sifat Tuhan yang lainnya, yakni kekudusan-Nya. Anugerah merupakan manifestasi dari kasih Allah dan juga kesucian Allah. Dalam Keluaran 34:6-7 dinyatakan,
“TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya, yang meneguhkan kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa; tetapi tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan cucunya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat.”
Tuhan memperkenalkan diri-Nya sebagai Tuhan yang bermurah hati. Tuhan memilih tidak untuk terlebih dahulu menyatakan keadilan-Nya, melainkan kasih setia-Nya. Dengan kata lain, Tuhan memilih untuk menunjukkan kasih-Nya yang besar kepada orang yang sebenarnya tidak layak untuk menerimanya. Dosa bukanlah hal main-main di hadapan Tuhan. Dosa adalah pemberontakan kepada otoritas Tuhan. Namun, Tuhan tetap bermurah dengan menyatakan diri-Nya sebagai Allah yang penyayang dan pengasih supaya manusia mendapat keselamatan dari-Nya. Pengampunan yang paling nyata dalam Perjanjian Lama adalah dalam kisah Yunus. Warga Niniwe tidak layak sebab mereka adalah bangsa kafir yang kejam dan menyembah berhala. Namun, Allah memberikan anugerah-Nya bagi mereka sebab Allah adalah Allah yang berlimpah kasih setia-Nya.
Grace in Convenant
Berbicara mengenai anugerah dalam Perjanjian Lama tidak terlepas dari perjanjian Allah kepada manusia. Perjanjian itu sendiri merupakan bentuk dari anugerah Tuhan, sebab melalui perjanjian, Tuhan berelasi dengan manusia, khususnya dengan umat-Nya. Ketika Tuhan membuat perjanjian dengan Abraham, Abraham dibawa Tuhan untuk menghitung jumlah bintang di langit, lalu Tuhan memintanya untuk membawa seekor lembu betina berumur tiga tahun, seekor kambing betina berumur tiga tahun, seekor domba jantan berumur tiga tahun, seekor burung tekukur, dan seekor anak burung merpati. Kemudian Tuhan memerintahkan agar binatang itu lalu dipotong dua dan diletakkan bagiannya itu satu di samping yang lain, kecuali burung-burung itu tidak dipotong dua (Kej 15:10).
Menurut tradisi zaman itu, pihak yang mengikat perjanjian, keduanya harus berjalan di tengah binatang yang telah dipotong dua sebagai peringatan bahwa jika salah satu melanggar perjanjian tersebut, maka ia akan mati terbelah dua seperti binatang tersebut. Namun, pada peristiwa Abraham, Tuhan malah membuatnya tertidur. Tuhan berjalan sendiri di tengah-tengah binatang itu. Peristiwa ini menggambarkan Tuhan secara tidak bersyarat menaruh diri-Nya untuk diikat dalam perjanjian dengan Abraham dan keturunan-Nya. Seakan-akan Tuhan mengatakan bahwa manusia tidak akan mampu memegang perjanjiannya dengan Tuhan. Dengan demikian, Tuhan dengan kasih-Nya yang menopang perjanjian antara Tuhan dan umat-Nya. Tuhanlah yang akan menanggung risiko pelanggaran perjanjian tersebut, bahkan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak manusia. Barang siapa berkata Allah Perjanjian Lama adalah Allah yang penuh murka, telah gagal mengenal Allah yang menyatakan diri-Nya di dalam Perjanjian Lama. Kemurahan Allah bahkan terus dinyatakan, ketika umat pilihan-Nya terus memberontak kepada Dia.
Grace in Sacrifice
Meskipun Tuhan beranugerah dengan limpah di Perjanjian Lama, sudah pasti anugerah-Nya bukanlah barang yang murahan. Anugerah bukan sekadar perasaan kasihan yang kosong melainkan didasarkan pada hal yang begitu serius. Tuhan beranugerah, namun Dia tidak melupakan dosa dengan tetap menyatakan murka yang kudus kepada dosa. Tuhan tidak dapat dengan mudah melupakan kesalahan kita sebab Dia adalah Allah yang Kudus dan Adil. Kudus dan Adil mengimplikasikan penghakiman dan hukuman. Kemudian Tuhan memberikan sebuah sistem korban kepada Musa di Gunung Sinai. Tuhan memberikan peraturan-Nya mencakup imam yang diangkat dan kriteria korban yang harus diberikan.
Tuhan sendirilah yang menciptakan sistem pengorbanan bagi penebusan dosa. Korban bukanlah suatu cara yang dilakukan manusia untuk menenangkan kemarahan Tuhan seperti praktik-praktik bangsa kafir (pagan). Korban bukanlah sogokan dari manusia agar Tuhan tidak marah! Sistem korban dinyatakan Tuhan sebagai bentuk pernyataan anugerah dan kekudusan-Nya di saat yang bersamaan. Tuhanlah yang berinisiatif untuk mengadakan rekonsiliasi dengan umat-Nya melalui korban. Melalui sistem korban, Tuhan ingin menyatakan diri-Nya yang Mahamurah sekaligus Mahakudus dan Adil. Selain itu, Tuhan ingin kita mengetahui bahwa dosa adalah hal yang begitu serius di hadapan-Nya. Sebegitu seriusnya, pengampunan yang Tuhan berikan tidak boleh tanpa penumpahan darah.
Grace in New Testament: Grace and Christ
Kristus adalah kulminasi dari manifestasi anugerah Tuhan dalam sejarah. Seluruh elemen dan bentuk anugerah serta janji Tuhan dalam Perjanjian Lama digenapi dan dipenuhi secara sempurna melalui inkarnasi dan kehidupan Yesus Kristus. Kristus menjadi the embodiment of God’s grace. Dia adalah bentuk paling real bahwa Tuhan beranugerah bagi manusia dan melalui setiap perbuatan-Nya, penggenapan akan janji Allah terpenuhi secara sempurna.
Surat Ibrani menekankan jabatan Kristus sebagai Imam Besar untuk memberikan korban dan berdoa syafaat. Perbedaan Kristus dan para imam di Perjanjian Lama adalah bahwa Kristus menjadi imam pemberi korban dan sekaligus korban itu sendiri. Kristus menjadikan diri-Nya satu-satu-Nya manusia yang lahir untuk mati sebab penggenapan-Nya sebagai korban. Setelah Ia mempersembahkan diri-Nya sebagai korban, Ia bangkit dan naik ke sorga, dan tetap melakukan syafaat bagi seluruh umat-Nya. Ibrani 4:14-16 menyatakan,
“Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita. Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.”
Efek dari anugerah pekerjaan Kristus juga demikian dahsyat. Sebab, ketika Kristus mati di kayu salib, Dia tidak hanya menggenapi seluruh nubuat dan pengharapan di Perjanjian Lama, melainkan Dia juga membawa dunia kepada ciptaan yang baru. Dia adalah Sang Firman yang mencipta, dan Dia pulalah yang menciptakan kembali setelah dunia jatuh di dalam dosa. Penciptaan kembali ini menandakan permulaan yang baru, sesuatu yang diskontinu dari yang lampau, khususnya mengenai dosa. Anugerah membawa seluruh ciptaan masuk ke dalam pengharapan yang baru di dalam Kristus. Hal ini berlaku juga dengan kita sebagai umat yang telah ditebus oleh Tuhan. Ketika kita beriman kepada Kristus, kita adalah ciptaan yang baru, demikian kata Rasul Paulus. Kita telah mati di dalam dosa. Ya, dosa membuat kita tak lebih dari mayat yang tidak memiliki kehendak apa pun untuk kembali berelasi kepada Tuhan. Sama seperti Lazarus yang tidak dapat membangkitkan dirinya, begitu pulalah kita. Sampai Kristus memberikan anugerah, barulah kita mendapat hidup yang baru sebagai ciptaan yang baru.
Perlu kembali ditekankan bahwa anugerah yang diberikan adalah seluruhnya satu arah dari Tuhan. Manusia telah mati dalam dosa berarti kita tidak dapat kembali kepada Tuhan dengan kemampuan diri. Manusia mungkin bisa berbuat baik dalam takaran dan standar manusia, tetapi Tuhan melihat dengan cara berbeda. Segala perbuatan baik yang kita lakukan hanyalah tindakan yang sia-sia. Sia-sia dalam pengertian bahwa di luar Kristus, kita tidak akan dapat melakukan apa pun yang memperkenan Tuhan. Kita tidak memiliki sedikit pun keinginan dan kemampuan untuk memuliakan Tuhan. Dengan demikian, kita mati sebab kita impoten dan tidak memiliki kehendak dan kemampuan untuk berelasi dengan Tuhan. Oleh sebab itu, kita tidak membutuhkan penyembuhan spiritual melainkan kebangkitan spiritual. Kebangkitan Lazarus adalah perbuatan satu arah dari Tuhan, tidak bersifat kooperatif atau synergistic dengan jasa manusia. Anugerah juga demikian. Anugerah bukan sekadar Tuhan memberi masukan atau pertolongan saja. Anugerah adalah proses membangkitkan seseorang dari kematian rohani, pertama-tama dari Kristus dan selanjutnya bagi mereka yang ada di dalam Dia.
Assurance in Predestination
Jika dalam keselamatan manusia tidak memiliki andil dan seluruhnya bergantung kepada Tuhan, bagaimana kita dapat memastikan bahwa keselamatan kita tetap adanya? Apakah suatu saat keselamatan tersebut dapat hilang? Dalam hal ini, Tuhan seakan-akan membocorkan mengenai apa yang dikerjakan-Nya sebelum dunia dijadikan. Tuhan memberikan anugerah bagi umat pilihan-Nya sejak sebelum dunia dijadikan. Hal ini menjamin bahwa keadaan seperti apa pun yang menimpa kita sebagai umat Tuhan, tidak akan dapat melepaskan kita dari kasih-Nya, begitu kata Rasul Paulus. Dasar dari anugerah yang diberikan bagi kita ialah sifat Tuhan yang pemurah, dan melalui kedaulatan-Nya Tuhan menopang kita manusia yang lemah. Beberapa hal penting yang harus diingat ketika berbicara tentang predestinasi adalah sebagai berikut.
Yang pertama, kita tidak dapat mengerti misteri kedaulatan Tuhan secara tuntas. Kita memiliki pikiran yang terbatas untuk memahami kaitan antara Tuhan yang bekerja dalam kekekalan dan Tuhan yang bekerja dalam sejarah. Sebab, kita diciptakan dalam ruang dan waktu, dan kita tidak dapat memikirkan hal di luar ruang dan waktu, sehingga apa yang Tuhan kerjakan sebelum dunia dijadikan adalah misteri untuk kita. Akan tetapi, hal ini bukan berarti seluruhnya adalah misteri sehingga kita tidak dapat mengetahuinya. Tuhan telah membawanya dan menyatakannya dalam sejarah. Melalui wahyu yang dituliskan dalam Alkitab, kita dapat “mengintip” apa yang Tuhan telah kerjakan sebelum dunia dijadikan. Namun, selain dari yang Tuhan nyatakan, hal tersebut adalah misteri (Ul. 29:29). Dengan demikian tidaklah bijak untuk mengambil kesimpulan dari hal yang spekulatif.
Yang kedua, pemilihan kita adalah di dalam Kristus. Predestinasi tidak dapat dimengerti tanpa pekerjaan dan hidup dari Kristus Yesus. Pemilihan bukanlah suatu konsep fatalism yang abstrak, mekanistik, dan tindakan impersonal dari suatu higher being. Melainkan Tuhan bekerja di dalam sejarah dengan jelas dan memilih di dalam Kristus Yesus. Pemilihan berbeda sekali dengan fatalism, sebab Allah kita adalah Allah yang personal, yang terlibat aktif dalam sejarah. Allah adalah Allah yang memilih kita, tetapi juga bersukacita jika kita percaya kepada Kristus.
Yang ketiga, predestinasi didasarkan pada anugerah. Poin penting dari predestinasi yang ditekankan adalah Tuhan tidak memanggil manusia berdasarkan potensi dan bakat yang dimiliki. Tuhan memanggil karena Tuhan memutuskan untuk memilih manusia tersebut dan bukan yang lain. Predestinasi bukan dilihat dari iman yang akan timbul ataupun perbuatan baik yang akan dilakukan, melainkan murni karena natur Allah yang beranugerah kepada umat yang dipilih-Nya. Dalam Roma 9, Paulus menekankan kedaulatan Tuhan dalam anugerah-Nya atas Israel, pemilihan yang bukan berdasarkan jasa intrinsik dari manusia. Hal ini jelas terlihat ketika berbicara tentang dosa, seperti yang sudah dibahas di atas, bahwa kita sudah mati dan tidak dapat berbuat apa-apa. Dengan demikian, harus ada anugerah Tuhan yang menyelamatkan manusia dan anugerah tersebut didasarkan dari pemilihan Tuhan sebelum dunia diciptakan. Hal ini adalah misteri sehingga kita tidak berspekulasi lebih lanjut. Kita hanya bisa memanjatkan doxology dan mengagumi kebesaran rencana Tuhan.
Yang terakhir, setiap doktrin dan pengajaran yang Tuhan nyatakan memiliki konteks. Konteks besar dari keselamatan umat pilihan adalah untuk menggenapi tugas dan mandat yang Tuhan telah berikan di Kejadian 1. Manusia diberikan tugas untuk menaklukkan bumi dan menjadikan bumi sebagai tempat kediaman Tuhan. Faktanya, manusia ditaklukkan oleh bumi, bukan sebaliknya. Apakah keberdosaan manusia membuat rencana Tuhan gagal? Tentu tidak, sebab dalam kedaulatan-Nya yang sangat agung, dosa pun in some sense memiliki tempat dalam rencana kekal Tuhan (meskipun Tuhan bukanlah penyebab dosa). Karena dosa inilah manusia perlu diselamatkan. Keselamatan manusia diberikan bukan untuk keselamatan itu sendiri melainkan untuk mengembalikan manusia kembali ke rencana awal Tuhan, yaitu menjadi umat milik-Nya yang mengusahakan dan menaklukkan bumi demi kemuliaan Tuhan. Jika keselamatan adalah bagian dalam menggenapi rencana kekal Tuhan, sudah selayaknyalah pemilihan dilakukan sebelum dunia dijadikan. Dari sini kita dapat melihat bahwa keselamatan kita adalah bagian untuk memulihkan bumi dan mengharapkan kedatangan sorga di bumi. Seperti yang terdapat pada Efesus 2:8-10,
“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman, itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.”
Kesimpulan
Keselamatan kita memiliki tujuan yang mulia yaitu memanggil manusia kembali ke dalam creational order, agar manusia dapat mengerjakan pekerjaan yang telah disiapkan di dalam Kristus. Melalui pekerjaan inilah kita menjadi satu dengan Kristus. Kristus yang telah menggenapi dengan tuntas melalui kematian-Nya di atas kayu salib, menciptakan ciptaan yang baru, memanggil orang berdosa kembali kepada Tuhan, supaya kita dapat berbagian dalam pekerjaan-Nya yang mulia, dan menikmati persekutuan dengan Dia. Maka, ajaran hyper-grace adalah sebuah penistaan terhadap anugerah Allah, karena mereka menjadikan anugerah sebagai barang murahan yang dapat diperlakukan seenaknya. Kita harus kembali mengingat sebuah kalimat yang diteriakkan oleh Dietrich Boenhoffer yang berkata, “The grace of God is free but not cheap.” Tuhan memang memberikan anugerah itu dengan murah hati, tetapi hal itu bukan berarti anugerah adalah hal yang murahan. Anugerah Tuhan adalah hal yang begitu berharga karena anugerah keselamatan berarti juga darah dari Sang Allah Anak dicurahkan untuk menebus kita manusia berdosa.
Respons yang tepat terhadap anugerah yang Tuhan berikan adalah dengan melakukan setiap kehendak-Nya dengan setia dan dengan tidak henti-hentinya kita terus memuji Dia dengan pujian dan membangun kehidupan yang kudus. Betapa besar dan agungnya rencana kekal Tuhan. Marilah kita senantisa memuji Dia dengan pujian yang tidak ada habisnya. Roma 11:33-36,
“O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!”
Hanya karena anugerah-Nya, kita ada, kita hidup, kita mati, kita diselamatkan, kita bekerja menyatakan kemuliaan-Nya, dan kita mengerti bahwa semuanya hanya karena anugerah. Sola gratia!
Howard Louis
Pemuda GRII Bandung
Referensi:
Trueman, Carl R. Grace Alone: Salvation as a Gift of God.