Engineering sebagai Panggilan Allah: Sebuah Sikap Hati
“…lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.” (1Kor. 10:31)
“Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini? …itu bukan urusanmu… Tetapi engkau: ikutlah Aku.” (Yoh. 21:21-22)
Seorang Kristen dipanggil untuk memuliakan Tuhan di dalam semua aspek hidupnya. Martin Luther mengatakan, “Dunia adalah biaraku.” Senada dengannya, Abraham Kuyper mengatakan, “Tidak ada sepetak area pun dalam seluruh aspek kehidupan manusia di mana Yesus tidak berkata, ‘Ini milik-Ku’.” Baik Martin Luther maupun Abraham Kuyper, sebagaimana Rasul Paulus di dalam suratnya kepada jemaat di Korintus (1Kor. 10:31), mengenali bahwa kehidupan kita di dunia ini tidak dibagi berdasarkan kehidupan sakral dan sekuler, aspek hidup rohani dan non-rohani. Tetapi semua bentuk kehidupan kita adalah satu jenis, yaitu kehidupan rohani, sakral, dan perlu dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan, entahkah kita hidup bekerja sebagai pendeta, presiden, guru, insinyur (engineer), pembawa acara, akuntan, pedagang, politikus, pembantu rumah tangga, pengemudi becak, ataupun pembersih sampah.
Seorang engineer juga diberi kemampuan untuk memuliakan Allah melalui apa yang ada padanya, bukan melalui apa yang tidak ada padanya (Luk. 12:48). Oleh karena itu, seorang engineer seharusnya melihat dirinya dipanggil secara khusus oleh Allah untuk memenuhi perannya, tanpa perlu menjadi orang lain atau membandingkan peranannya dengan peranan manusia yang dipanggil Tuhan di dalam bidang lain (Yoh. 21:22). Panggilan Allah atas diri seseorang untuk menjadi engineer juga adalah suatu panggilan ibadah dan bersifat sakral. Dunia ini adalah biara bagi para engineer, sedang engineering adalah pelayanan utama mereka.
Hal terutama yang perlu dipelajari di sini adalah betapa seriusnya kita seharusnya mengerjakan panggilan kita sebagai seorang engineer di hadapan Allah, tidak sebagaimana biasanya kita mengerti pekerjaan di dalam bidang engineering seperti yang diajarkan dunia: pekerjaan bersifat sekuler yang hanya memenuhi kebutuhan fisik dan material, tanpa nilai rohani dan tanpa kesakralan (atau bahkan penuh kekotoran). Kalau engineering adalah pekerjaan yang kualitasnya boleh dikompromikan, oleh karena sifatnya yang “lebih rendah” dibandingkan pekerjaan di gereja (atau di pemerintahan), maka kita bisa menerima kalau apa yang dikerjakan di bidang ini tidak harus “sekudus” atau “sebersih” pekerjaan di gereja atau di dalam pemerintahan. Tetapi kalau kita menerima pekerjaan kita sebagai engineer sederajat dengan pekerjaan nabi, imam, dan raja, yaitu mereka yang mewakili pengetahuan, kekudusan, dan kebenaran (righteousness) Allah yang sejati, betapa seriusnya kita harus menanggapi panggilan kita sebagai engineer! Karena itu, sebelum kita memulai pekerjaan kita sehari-hari sebagai seorang engineer dan sebelum kita membahas lebih jauh tentang keunikan pekerjaan seorang engineer, marilah kita belajar untuk memiliki sikap hati yang sedemikian atas pekerjaan kita. Dan jika kita memiliki sikap hati yang kurang dari sungguh-sungguh di hadapan Allah di dalam mengerjakan pekerjaan kita, seperti yang nampak pada sikap kita dalam menjalani pekerjaan kita sehari-hari, marilah kita bertobat dan memperbaikinya!
Keunikan Seorang Engineer di dalam Mandat Budaya
“…penuhilah bumi dan taklukkanlah itu…” (Kej. 1:28)
“Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula [tubuh] Kristus.” (1Kor. 12:12)
Semua orang Kristen adalah bagian dari tubuh Kristus, tetapi tidak semua orang Kristen memiliki peran yang sama. Seorang engineer, bersama dengan semua orang Kristen yang lain, dipanggil untuk memenuhi mandat budaya dalam mengelola bumi yang diberikan Tuhan pada manusia. Namun, di dalam hal ini, seorang engineer memiliki peran yang unik oleh karena keterlibatannya yang langsung di dalam membuat teknologi berdasarkan hukum-hukum alam yang ditetapkan oleh Tuhan untuk pengelolaan bumi, bagi kemuliaan Tuhan dan bagi kebaikan sesama kita. Di dalam tulisannya yang berjudul, “God and the Engineer: An Integration Paper”, Timothy R. Tuinstra, seorang asisten profesor di Cedarville University menuliskan, “Engineers fulfill a special place within God’s Creation Mandate. There are few professions whose purpose is more directly involved in subduing creation than engineering.” Engineer berbeda dengan ilmuwan yang terlibat secara langsung dalam menemukan dan memformulasikan hukum-hukum alam. Ia juga berbeda dari manusia lainnya yang memakai produk atau jasa dari engineer untuk keperluan mereka. Ia adalah jembatan di antaranya.
Catatan: Fokus Tulisan
Dalam memenuhi peranan tersebut, tentu saja seorang engineer akan berperan lebih besar daripada sekadar menciptakan produk. Seorang engineer juga adalah seorang warga negara yang perlu memenuhi perannya sebagai warga negara. Kebanyakan, ia juga adalah seorang pekerja yang perlu bertanggung jawab terhadap atasannya, dan yang biasanya tidak bekerja sendiri dalam menciptakan produknya, melainkan menjadi bagian dari satu tim. Sering kali, seorang engineer juga memiliki pilihan yang terbatas dalam membuat produknya, oleh sebab banyaknya faktor lain yang mendorong sebuah produk dihasilkan. Apa pun aspeknya, satu hal jelas di sini bahwa, di dalam memenuhi perannya secara utuh, seorang engineer perlu memerhatikan lebih banyak faktor daripada sekadar produk ciptaannya (engineering products).
Di dalam tulisan ini, penulis akan memfokuskan pembahasan pada aspek engineer dalam hubungannya dengan sikap dasar melihat pekerjaannya, produk ciptaannya (engineering products), dan penggunaan talentanya saja, karena hal ini merupakan aspek dasar kehidupan seorang engineer. Di dalam tulisan berikutnya, penulis akan memfokuskan pembahasan pada peranan seorang engineer dalam hubungannya dengan zaman modern, di mana kita sedang hidup, dan juga dalam hubungannya dengan sistem ekonomi kapitalisme, di mana banyak produk yang sekarang diciptakan banyak didorong oleh faktor-faktor tersebut.
Allah, Engineers, dan Produk-Produk Ciptaan Mereka
“Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik…” (Kej. 1:31)
“Engkau yang menumbuhkan rumput bagi hewan dan tumbuh-tumbuhan untuk diusahakan manusia…” (Maz. 104:14)
“…begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal…” (Yoh. 3:16)
Kejadian 1 mencatat karya penciptaan Allah yang Mahabesar. Di sana dicatat bagaimana Allah menciptakan segala sesuatu dalam enam hari. Ada beberapa prinsip yang dapat kita pelajari melalui bagian Alkitab tersebut (didukung dengan ayat-ayat lainnya yang sesuai) sebagai seorang engineer yang akan dijabarkan satu per satu di bagian berikutnya.
Pertama-tama, Allah kita adalah Allah yang menciptakan dari ketiadaan. Alasan utama kita sebagai seorang engineer dapat menciptakan produk dari “ketiadaan” adalah karena kita semua diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya. Namun berbeda dengan Allah yang memenuhi hukum-Nya sendiri di dalam karya penciptaan yang dikerjakan-Nya, kita memenuhi hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah di dalam dunia untuk menciptakan produk. Alkitab mencatat bahwa sebelum hari pertama tidak ada terang. Allah menciptakan terang dari ketiadaan, dan terang itu ada (Kej. 1:3). Dengan menggunakan terang yang diciptakan Allah, manusia membuat berbagai macam produk yang dapat “menghasilkan” terang seperti lampu atau layar televisi. Allah menetapkan matahari dan bulan sebagai penunjuk waktu (Kej. 1:14-18), dan dengan menggunakan penunjuk waktu yang ditetapkan Allah, manusia menciptakan jam. Dari sini kita belajar, bahwa ketika kita menciptakan produk, sebenarnya kita sedang mencontoh apa yang dikerjakan oleh Allah secara analogi. Oleh karena itu, penting bagi seorang engineer Kristen untuk melihat Allah sebagai dasar dan alasan ia boleh berkarya.
Engineering adalah bagian dari mandat budaya. Mandat budaya adalah mandat yang diberikan Allah sebelum manusia jatuh dalam dosa (Kej. 1:28). Ketika manusia jatuh di dalam dosa, ia tidak kehilangan kemampuannya secara total dalam mengerjakan mandat budaya, tetapi kehilangan arahnya secara total. Dalam cerita pembangunan Menara Babel, Allah sendiri berfirman bahwa manusia (dengan kemampuan mereka sendiri) akan “berhasil” dalam usahanya, jika tidak dikacaukan oleh Allah (Kej. 11:6-7). Oleh karena itu, kualitas produk engineering (semata), bukanlah hal mendasar dan kelihatan langsung yang membedakan seorang engineer Kristen dari yang non-Kristen. Adalah mungkin bagi seorang non-Kristen untuk membuat suatu produk yang sangat baik untuk tujuan akhir yang baik secara pandangan umum, dengan motivasi, dan dengan cara mereka sendiri. Dan dalam melakukannya, mungkin saja bagi mereka untuk melakukannya dengan kreativitas dan dorongan yang besar. Hal ini tidak berarti bahwa seorang engineer Kristen tidak perlu memerhatikan kualitas kerjanya. Tetapi berarti bahwa dalam segala sesuatu yang ia kerjakan, ia mengakui bahwa segalanya hanyalah pemberian Allah semata dan karena itu, ia ingin segala kemuliaan kembali kepada Allah. Inilah arah yang hilang total dari manusia berdosa.
Hal ini dapat terdengar sepele jika tidak kita telaah lebih jauh. Tetapi cobalah Anda bayangkan. Jika seorang engineer Kristen tidak mengenal Allah yang menciptakan dari ketiadaan dan menyadari bahwa segala eksistensinya bergantung pada Dia, dan bahkan segala yang ia kerjakan hanyalah mencontoh Dia dan perlu mendapat berkat-Nya, bagaimana ia bisa melakukan “segala sesuatu untuk kemuliaan Allah”? Dan bagaimana pula ia bisa “senantiasa bersyukur kepada Allah” atau “mengembalikan segala kemuliaan kepada-Nya” kalau ada hal-hal yang bisa ia ciptakan tanpa Allah perlu terlebih dahulu menciptakan dasar dan hukum-hukumnya baginya, senantiasa menopangnya, dan juga memberkati segala perkerjaan tangannya? Di sini, kita melihat bahwa peperangan paling dasar seorang engineer Kristen terhadap dunia bukanlah peperangan fisik, melainkan peperangan worldview atas segala produk yang diciptakan manusia. Apakah hal itu untuk membangun Kota Allah atau untuk membangun Menara Babel, bagi kemuliaan Allah atau bagi kemuliaan manusia. Seorang engineer Kristen, dalam segala pekerjaannya, perlu melihat kemuliaan Allah Pencipta yang sedemikian sebagai dasarnya.
Kedua, ketika Allah menciptakan sesuatu di luar diri-Nya, Ia menciptakan sesuatu untuk kepentingan yang lain. Ia sendiri tidak memerlukan sesuatu yang di luar diri-Nya untuk memenuhi kebutuhan-Nya, oleh karena segala kebutuhan Allah terpenuhi di dalam diri-Nya sendiri. Seorang engineer juga dipanggil untuk membuat produk terutama bukan untuk kepentingannya sendiri, melainkan untuk kepentingan yang lain (contoh: Mzm. 104:14). Ia dipanggil bukan untuk melakukan aktualisasi diri, melainkan untuk melayani yang lain. Karena itu seorang engineer perlu secara berkala menilai seberapa besar hal yang dipercayakan Tuhan kepadanya telah ia gunakan untuk melayani yang lain, dan bukan untuk memenuhi kepentingannya sendiri. Ia perlu melihat apakah di tengah pilihan yang ia miliki sekarang, yaitu untuk menggunakan kemampuannya sebagai seorang engineer, ia telah menggunakannya semaksimal mungkin untuk melayani Tuhan dan sesamanya. Atau, ia justru tidak mendayagunakan kelebihan itu untuk melayani yang lain, kendatipun kesempatan yang demikian tersedia.
Dalam penggunaan kemampuan inilah panggilan seorang engineer unik dibandingkan panggilan dalam bidang yang lain. Sebagian orang yang berprofesi dalam bidang engineering sering berpikir bahwa, dibandingkan dengan pekerjaan seorang pendeta yang memerhatikan dan mengisi kebutuhan rohani jemaatnya atau seorang scientist yang berhadapan langsung dengan karya ciptaan Allah di alam, misalnya, bidang kerjanya lebih sulit dilihat kaitannya dengan kehendak Allah. Hal ini tidak benar, karena, sesuai dengan kehendak Allah dalam mandat budaya, tidak banyak pekerjaan lain yang lebih terlibat langsung dalam pengelolaan bumi berdasarkan hukum-hukum alam yang telah ditetapkan Allah dibandingkan engineering.
Tetapi perlu kita sadari dan ketahui bahwa sejak manusia jatuh ke dalam dosa, penggunaan hukum-hukum alam di dunia ini telah banyak diselewengkan dari tujuan aslinya. Saat ini, salah satu engineering product yang paling besar mendapatkan kucuran dana untuk dikembangkan adalah militer dan senjata, yaitu produk-produk yang dapat digunakan untuk melukai dan mengambil nyawa orang lain. Pada tahun 2010, misalnya, pengeluaran pemerintah Amerika untuk militer mencapai 28% dari pendapatan pajaknya, dengan angka kira-kira 660 miliar USD (sekitar 7.000 triliun rupiah). Di sisi yang lain, saat ini lebih dari 3 miliar penduduk dunia hidup dalam garis kemiskinan (hanya dengan uang di bawah 2.5 USD – sekitar 30.000 rupiah – per hari) dan 1,3 miliar di antaranya hidup di bawah garis kemiskinan (hanya dengan uang di bawah 1.25 USD – 15.000 rupiah – per hari). Satu kebutuhan pokok yang paling mereka butuhkan adalah makanan. Di Jepang saat ini, ada sebuah teknologi untuk membuat ladang bertingkat, sehingga dengan jumlah petak tanah yang sama seorang bisa menghasilkan makanan berlipat kali lebih banyak. Seandainya saja teknologi ladang bertingkat ini didukung dengan kucuran dana yang sekarang menjadi dana militer, saat ini, masalah kelaparan seluruh dunia dapat langsung diatasi. Jadi, tanpa membicarakan faktor politik dan ekonomi, secara engineering semata, adalah mungkin bagi manusia untuk menggunakan daya kreativitasnya untuk memenuhi kebutuhan sesamanya, tetapi ini tidak terjadi!
Seorang pendeta yang menjalankan panggilannya akan berjuang dengan gigih melawan berbagai macam ajaran salah yang beredar demi mempertahankan kebenaran ajaran Allah. Seorang scientist yang takut akan Tuhan, akan menggunakan seluruh daya upayanya untuk menyatakan kemuliaan Tuhan yang ia lihat dari mempelajari alam semesta dan menolak segala macam kebohongan yang mengatasnamakan “science” untuk menista nama Tuhan dan merebut kemuliaan Tuhan. Kalau begitu, bagaimanakah seorang engineer yang tahu akan panggilannya seharusnya bersikap, ketika ia melihat bahwa penggunaan segala kemampuan engineering adalah untuk tujuan mengasihi Allah dan sesamanya, tetapi dalam praktiknya telah banyak penyimpangan yang begitu jauh dari tujuan ini? Tidakkah ia seharusnya dengan kemarahan yang kudus berusaha mempertahankan pengunaan engineering untuk tujuan yang benar? Apakah engineering adalah suatu bidang yang tidak memenuhi kehendak Allah? Jelas tidak! Sebaliknya, dalam penggunaan engineering yang tepat, kita sedang memenuhi kehendak Allah! Alkitab mencatat ibadah kita yang sejati adalah “mengunjungi janda-janda… dalam kesusahan mereka” (Yak. 1:27). Engineering yang berkenan bagi Allah akan memenuhi kebutuhan sesamanya. Kiranya kita yang menekuni bidang engineering, makin menghargai kesakralan panggilan kita di hadapan Allah! Marilah kita yang menekuni engineering menggunakan semua kemampuan kita demi menjadi berkat bagi sesama, demi kemuliaan Allah!
Ketiga, Allah mencintai pekerjaan-pekerjaan tangan-Nya dan Ia membuat segala sesuatunya baik, demikian pula seharusnya kita. Perhatikan di sini bahwa Allah boleh menciptakan apa saja yang Ia kehendaki. Misalnya, Ia boleh saja menciptakan 50 planet yang seperti bumi di dalam tata surya kita dan mengisinya dengan makhluk-makhluk lain yang seluruhnya berbeda dari semua yang kita kenali sekarang. Akan tetapi, di antara pilihan-pilihan-Nya yang tak terhitung banyaknya, Ia memilih untuk menciptakan alam semesta yang seperti sekarang ini. Yang Ia pilih adalah yang baik, terlebih dari itu, yang Ia pilih, Ia cintai.
Seorang engineer tentu tidak sebebas Allah dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjan tangannya. Sebagai seorang mahasiswa yang baru saja lulus kuliah teknik misalnya, mungkin sekali tidak mempunyai modal dan kemampuan untuk bekerja sendiri. Sering kali, pilihannya hanyalah terbatas dari memilih perusahaan mana yang akan ia masuki. Akan tetapi hal ini bukan berarti bahwa ia tidak membuat pilihan. Pilihannya atas perusahaan yang akan ia masuki mengimplikasikan pilihan atas hukum-hukum alam atau bidang engineering apa yang akan ia pelajari dan tekuni lebih lanjut. Di samping itu, ia juga mengimplikasikan bahwa ia menyetujui produk apa yang akan ia ciptakan. Ketika ia mulai bekerja, ia akan berbagian di dalam produksi, dan saat itu ia harus juga menyetujui bagaimana produk tersebut harus dibuat. Kita melihat bahwa seorang engineer membuat pilihan demi pilihan di sini. Dua hal yang perlu kita pelajari dari Allah di sini adalah yang Ia pilih adalah yang baik dan yang Ia pilih Ia cintai.
Pilihan Allah adalah baik, karena itu pilihan bidang engineering yang kita pilih haruslah yang baik. Hal ini dapat terdengar tidak begitu sulit bagi kita, karena kebanyakan bidang kerja engineering pada dasarnya bersifat baik. Hanya, kita perlu berhati-hati ketika yang baik itu bercampur dengan yang menguntungkan, misalnya secara finansial. Sering kali “baik” di sini bisa menjadi bersifat relatif (baik, karena saya diuntungkan walaupun saya kurang menggunakan kemampuan saya secara maksimal) dibandingkan baik yang seharusnya (baik, karena di sinilah saya melihat Allah memanggil saya untuk menjadi berkat bagi sesama yang paling maksimal). Seorang engineer dipanggil bukan untuk menumpuk kekayaan, melainkan menjadi berkat bagi sesama. Jika ia memiliki kesempatan bekerja di sebuah perusahaan di mana ia tidak memiliki banyak kesempatan untuk melayani sesamanya tetapi dengan keadaan finansial yang baik dan ada perusahaan lain yang menawarkan hal yang sebaliknya, ia boleh belajar untuk melihat bahwa panggilannya sebagai seorang engineer jauh lebih berharga di mata Tuhan daripada uang persembahannya. Seorang janda yang memenuhi panggilannya terhadap Tuhan boleh jadi hanya mempersembahkan dua peser, tetapi Allah sendiri yang akan memujinya, lebih dari semua orang yang mempersembahkan uang dari kelebihannya (Luk. 21:1-4).
Selanjutnya, kita belajar bahwa yang dipilih Allah, juga dicintai Allah. Allah sedemikian mengasihi manusia (pekerjaan tangan-Nya), sehingga Ia rela menyerahkan nyawa-Nya bagi mereka (Yoh. 3:16). Ini adalah yang kita mengerti tentang Allah di dalam kekristenan, yaitu bahwa ketika manusia menyeleweng, Allah tidak membuangnya, tetapi mencarinya dan menebusnya. Demikian ketika engineering saat ini telah banyak diselewengkan, kita tidak meninggalkannya, tetapi kita mencintainya dan memperbaikinya. Di dalam praktik kerja kita, adalah mungkin bagi kita untuk bekerja dalam sebuah bidang engineering yang baik dan kita tahu Allah menghendaki kita berada di sana. Akan tetapi juga adalah mungkin bahwa bidang kerja tersebut telah menjadi sangat kotor oleh dosa.
Bidang engineering seperti teknik nuklir dapat memberikan energi yang begitu besar, tetapi juga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang besar yang bisa jadi tidak dipedulikan oleh perusahaan yang membuat reaktor nuklir. Air Condition bisa memberikan kenyamanan pada suatu tempat tinggal atau kantor, tetapi juga mempercepat berlubangnya lapisan ozone yang melindungi kita dari radiasi sinar matahari. Smartphone memberikan banyak keunggulan dibandingkan dengan telepon genggam atau telepon, tetapi juga secara tidak langsung menimbulkan berbagai macam adiksi yang merusak. Banyak yang mau mendapat untung melalui membuat engineering product, tetapi sedikit yang mau membayar harga untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan yang ditimbulkannya. Kita melihat bidang-bidang kerja dalam engineering yang dasarnya baik, perlu “penebusan” melalui design yang komprehensif meminimalkan atau mengeliminasi kerusakan yang diakibatkan, tetapi sering dalam praktiknya tidak banyak dilakukan jika hal itu tidak menguntungkan. Apakah kita harus meninggalkan bidang engineering karena banyaknya praktik yang seperti ini? Tidak, tetapi justru karena itulah kita dipanggil ke bidang-bidang kerja kita masing-masing untuk menjadi garam dan terang di dunia ini!
Google adalah sebuah search engine yang paling mutakhir di seluruh dunia saat ini. Oleh karena banyaknya konten pornografi beredar di internet sekarang, ia memasang safesearch fitur guna menyaring konten-konten yang bersifat demikian. Hal ini adalah tindakan yang baik, karena design seperti ini lebih bersifat komprehensif daripada banyak search engine yang lepas tangan terhadap hal-hal seperti ini. Mengapa fitur ini tidak dibuat menjadi konfigurasi yang tetap? Karena banyak alasan yang melebihi cakupan pembahasan penulis di dalam tulisannya kali ini, akan tetapi secara teknik, hal ini bukan tidak bisa dilakukan. Poin yang ingin disampaikan di sini adalah design yang komprehensif diperlukan dalam bidang engineering sepanjang zaman dan seharusnya menjadi pertimbangan seorang engineer Kristen di dalam bidang pekerjaannya.
Akhir Kata
“…Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Mat. 25:21)
Akhir kata, adakah kita memiliki hati yang demikian menghargai apa yang dipercayakan Allah pada kita dalam bidang engineering? Jika Allah memercayakan tugas yang demikian kepada para engineers, yaitu untuk mengolah bumi demi kemuliaan-Nya dan demi menjadi berkat bagi sesama manusia, apakah yang diharapkan dari mereka, kecuali bahwa pada akhirnya ditemukan bahwa mereka “dapat dipercayai” (1Kor. 4:2)? Karena itu, marilah kita yang mengenal Allah menjawab kepercayaan yang telah diberikan Allah kepada kita dengan kesetiaan. Dan setelah kita selesai mengerjakan pekerjaan kita, biarlah kita boleh mengatakan kepada Allah, “kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan” (Luk. 17:10) dan biarlah kita boleh mendapati-Nya berkata, “…hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu” (Mat. 25:21).
Ian Kamajaya
Pemuda GRII Singapura