COVID-19 masih saja belum selesai. Dia masih menjadi pandemi di seluruh dunia. Dia masih menjadi ketakutan bagi banyak orang. Setiap negara berusaha untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian karena COVID-19 dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan mengurangi frekuensi pertemuan dengan orang lain atau mencegah kerumunan yang tidak perlu. Maka diterapkan physical distancing dan social distancing. Salah satu cara pencegahan, yang kemudian seolah-olah menjadi “wajib” dilakukan, adalah melakukan setiap kegiatan melalui online meeting. Apa yang kita rasakan dan alami dengan online meeting? Bukankah kita merasa begitu praktisnya dengan waktu yang kita jalani? Jika ada pertemuan jam 8 pagi, kita tidak perlu bangun jam 5 pagi untuk mempersiapkan diri, “mengejar kemacaten” di jalan agar bisa sampai ke tempat tujuan tepat waktu. Atau saat ada pertemuan dari jam 8 hingga jam 10, kita bisa langsung pindah “tempat” untuk rapat di jam 10-12 tanpa harus membatalkan pertemuan tersebut akibat tidak terkejar untuk sampai di tempat tujuan lain di jam 10. Bahkan dalam waktu yang sama, kita bisa melakukan dua pertemuan di tempat yang berbeda! Apalagi kalau kita punya tiga handphone dan satu laptop. Artinya kita bisa melakukan empat pertemuan sekaligus pada waktu yang sama di tempat yang berbeda, bahkan di benua yang berbeda! Betapa menakjubkan, bukan? Seolah-olah kita mahahadir dan mahaada. Bukan hanya itu, kita bahkan bisa melakukan atau hadir dalam online meeting tersebut dengan wajah yang invisible atau kita bisa menandakan kehadiran kita dengan melampirkan profile picture kita, bahkan kita bisa sambil beraktivitas yang lain, entah sambil makan, sambil tiduran, sambil masak di dapur, sambil suapin anak, sambil menyetir mobil, sambil nonton, pokoknya terserah kita. Bahkan dengan wajah masih belekan karena belum mandi pagi pun, kita tetap bisa hadir di online meeting. Sebagai pelajar atau mahasiswa, tidak perlu menampilkan wajah serius saat bertatap muka mendengar penjelasan guru atau dosen. Pelajar atau mahasiswa bisa dengan gaya santai mengikuti kuliah secara online. Tampaknya kita bisa mengerjakan sebanyak mungkin pekerjaan pada waktu bersamaan dengan tempat yang berbeda. Kita juga bisa temu kangen dengan teman yang nun jauh di berbagai tempat dan benua yang berbeda dalam waktu bersamaan dan mengobrol ngalor-ngidul berjam-jam dengan alasan untuk tetap membangun relasi. Tampaknya semua menjadi efektif dan efisien. Kita bisa menghemat waktu begitu banyak. Bukan hanya waktu, kita juga merasa bisa menghemat tenaga dan biaya yang cukup signifikan. Tentu saja dalam hal ini ada biaya-biaya lain yang perlu dikeluarkan lebih besar akibat online meeting ini. Tetapi dalam tulisan ini, penulis hanya ingin memfokuskan mengenai waktu yang kita gunakan.
Namun, pertanyaannya adalah benarkah dengan online meeting tersebut kita bisa menghemat waktu yang cukup signifikan? Benarkah dengan online meeting tersebut kita bisa melakukan banyak pekerjaan yang tidak mungkin kita kerjakan dengan cepat ketika kegiatan tersebut harus dilakukan dalam bentuk tatap muka? Di satu sisi, ada benarnya kalau kita bisa menghemat waktu dan menyelesaikan banyak pekerjaan dengan lebih cepat. Namun, apakah semua itu sudah kita kerjakan dengan pengertian seperti yang Alkitab ajarkan kepada kita? Jikalau kita memakai waktu seperti orang dunia memakai waktu, atau kita berespons dengan gaya hidup online meeting seperti orang dunia, sesungguhnya kita sedang menjalani waktu dengan sia-sia, sekalipun seolah-olah tampak seperti banyak hal yang bisa kita kerjakan.
Firman Tuhan mengatakan, “Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan.” (Ef. 5:15-17) Tiga ayat yang dituliskan oleh Rasul Paulus tersebut mengaitkan antara kebijaksanaan, cara hidup, waktu, dan kehendak Allah. Pertama, di ayat ini Rasul Paulus mengutarakan bahwa orang yang bijaksana adalah orang yang tahu bagaimana melalui waktu-waktu hidupnya sesuai dengan kehendak Allah. Orang bodoh adalah orang yang tidak menyadari bahwa waktu-waktu yang dilaluinya adalah waktu-waktu yang jahat; waktu-waktu yang selalu membawanya pada kehancuran hidup sekalipun ia seolah-olah tampaknya sibuk bekerja. Sebagai contoh, seorang anak muda setiap hari sibuk memikirkan, mempersiapkan, dan mengerjakan segala hal supaya ia bisa mendapatkan sebungkus kecil narkoba untuk dikonsumsi. Setelah ia menghirupnya maka dirinya tampak segar, lalu ia mengulangi lagi hal yang sama, dan begitu seterusnya. Kita sudah tahu bukan bagaimana akhir dari kecanduan narkoba? Kita yang menganggap diri masih “sadar” untuk tidak dicemari narkoba, menganggap bahwa si pemuda tersebut bodoh, tidak mempunyai akal sehat, dan lain sebagainya, karena mau saja merusak hidupnya dengan narkoba. Namun bukankah sesungguhnya hidup kita pun demikian ketika kita melalui hari-hari kita sesuka kita tanpa menjalankan kehendak Tuhan? Orang yang melalui hidupnya di luar kehendak Tuhan, sesungguhnya adalah orang yang sedang menyeret dirinya sendiri ke dalam jurang kehancuran, sekalipun secara fenomena tampaknya ia berhasil. Mengapa demikian? Karena dosa yang ada di dalam kita telah membuat kita buta. Buta terhadap segala hal yang benar. Seperti yang dikatakan dalam Amsal 16:25, “Ada jalan yang disangka lurus, tetapi ujungnya menuju maut.”
Kedua, dengan kesadaran akan waktu yang jahat tersebut, Rasul Paulus mengajarkan kepada kita bahwa kita tidak bisa hanya melalui hari-hari hidup kita dengan berjalan begitu saja, que sera, sera. Kita bukan hanya perlu tahu cara mengatur waktu, tetapi kita juga harus mempergunakan waktu yang kita lalui dengan benar, yaitu yang sesuai dengan kehendak Allah. Kata “pergunakanlah waktu yang ada” dalam King James Version Bible diterjemahkan sebagai “redeeming the time”. Redeeming di dalam bahasa Yunani adalah “exagorazo” yang berarti “by payment of a price to recover from the power of another, to ransom”. Artinya bukan hanya memakai waktu yang ada dengan baik, tetapi harus menebus waktu tersebut. Apa artinya menebus waktu? Pengertian sederhananya adalah memakai waktu yang ada sesuai perkenanan Tuhan. Artinya waktu yang kita lalui saat ini pada dasarnya jahat di mata Tuhan, sehingga dengan atau tanpa kita sadari, kita tidak memakai waktu sesuai maunya Tuhan, tetapi memakai setiap waktu yang ada untuk kebahagiaan dan keinginan kita. Maka menebus waktu berarti mengembalikan waktu yang Tuhan berikan untuk melakukan pekerjaan Tuhan, untuk Kerajaan Allah, dan bukan untuk kenikmatan diri. Waktu ini singkat. Itu sebabnya kita harus waspada dalam menggunakannya bila tidak ingin terpeleset, termakan godaan untuk hidup bagi kenyamanan diri.
Ketiga, orang yang bijak menggunakan waktu dengan benar adalah orang yang mengerti kehendak Allah di dalam hidupnya. Oleh karena itu, kita perlu mengalami kelahiran kembali. Melalui kelahiran kembali, Roh Kudus memimpin kita ke dalam progressive sanctification untuk memahami kebenaran firman Tuhan yang kita pelajari dan taati dari hari ke hari. Progressive sanctification berarti secara bertahap bertumbuh dalam kerohanian sesuai dengan kehendak dan anugerah Allah. Namun kita harus sadar bahwa kita masih hidup dalam dunia berdosa dan dalam kedagingan yang sementara. Godaan yang menarik kita untuk tidak taat kepada Tuhan sangatlah kuat. Itu sebabnya kita perlu berlatih setiap harinya di dalam kedisiplinan rohani. Kalau dalam keseharian, kita tahu bagaimana meningkatkan kemampuan kita (fisik, skill, talenta, dan lain-lain) dengan sering berlatih, kita juga perlu berlatih di dalam kerohanian kita. Saat lahir baru, kita hanyalah bayi rohani. Seorang bayi rohani perlu diasah dan dilatih untuk terus bertumbuh, mencapai kedewasaan rohani dan menjadi serupa seperti Kristus. Makin dewasa rohani seseorang, dia akan makin peka akan pimpinan Tuhan, artinya dia juga akan makin peka akan kehendak Tuhan di dalam hidupnya. Firman Tuhan dengan jelas mengajarkan kepada kita untuk hidup tidak seperti dunia ini, namun terus diperbarui sehingga makin mengenal kehendak Tuhan, seperti yang tertulis dalam Roma 12:2, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”
Kembali pada kehidupan di masa pandemi COVID-19 ini. Marilah kita gumulkan bersama, jika kita merasa waktu “longgar” kita cukup banyak, karena hampir semua bisa dilakukan dengan online meeting, apa saja yang kita kerjakan? Adakah kesibukan waktu kita berguna bagi Kerajaan Allah? Atau dengan pengertian lain, apakah hal yang kita kerjakan sesuai dengan kehendak Tuhan? Atau hal yang kita kerjakan sesuai dengan pimpinan Tuhan dalam hidup kita? Bermalas-malasan selama work from home di masa pandemi ini bukanlah suatu tindakan yang benar bagi kehidupan orang Kristen. Tetapi bersibuk-sibuk namun tidak terkait dengan kehendak Tuhan dalam hidup kita, atau tidak terkait dengan Kerajaan Allah, juga adalah suatu perbuatan yang sia-sia.
Jikalau demikian, dari manakah kita harus memulai? Sudah pasti kita harus mulai dari mengalami kelahiran kembali. Kita harus menyadari bahwa kita adalah orang berdosa yang butuh keselamatan dari Yesus Kristus. Lalu kita membiasakan dan mendisiplinkan diri dalam membaca dan mempelajari firman Tuhan dan menaatinya hari ke hari. Tanpa dua prinsip dasar ini, segala tindakan kita adalah tindakan dari seorang yang tidak bijak dalam memakai waktu yang ada. Segala tindakan kita adalah suatu hal yang mustahil untuk membedakan mana yang benar, mana yang tidak sesuai kehendak Tuhan.
Rasul Paulus mengajak kita untuk hidup berbeda dari dunia ini. Bukan untuk menjadi orang aneh, tetapi karena dunia ini tidak pernah memberikan gaya hidup yang membawa kita kembali kepada Allah. Kita harus berperang melawan gaya hidup dunia ini. Peperangan itu tidak mungkin bisa kita menangkan dengan kekuatan kita sendiri, karena kita sedang berperang bukan melawan darah dan daging tetapi melawan kuasa jahat. Itu sebabnya Rasul Paulus meminta kita untuk mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah, seperti yang tertulis di dalam Efesus 6:11-18, “Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara. Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu. Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah, dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus.” Marilah kita kembali kepada kehidupan yang benar di hadapan Tuhan; menggunakan waktu yang Tuhan izinkan kita jalani sesuai dengan kehendak-Nya. Kiranya Allah menolong kita!
Diana Samara
Pembina FIRES