COVID-19: Vaksin, Imunitas, dan Pemeliharaan Allah

Akhir-akhir ini berita tentang vaksin COVID-19 gencar diberitakan. Berbagai negara berlomba-lomba untuk memproduksi vaksin demi mencegah penyebaran COVID-19, termasuk Indonesia. Masyarakat sangat berharap bahwa adanya vaksin ini akan mencegah mereka dari terjangkit virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit COVID-19 yang ditakutkan itu, terutama mereka yang berusia lanjut atau yang memiliki penyakit tertentu seperti diabetes melitus, sakit jantung, hipertensi, atau penyakit paru lainnya.

Namun para ahli menemukan bahwa virus SARS-CoV-2 sangat mudah bermutasi sehingga virus tersebut sudah memiliki beberapa macam strain. Dengan sendirinya vaksin yang diproduksi harus mampu mengatasi virus yang berbeda strain tersebut. Saat ini Lembaga Biomolekuler Eijkman Indonesia yang semula menemukan tiga strain, sekarang telah menemukan tujuh strainStrain virus corona yang ada di Indonesia berbeda dengan strain virus corona negara lain, sehingga pembuatan vaksin harus mempertimbangkan karakter berdasarkan strain yang ada di Indonesia. Selain itu, perlu juga dipikirkan pembuatan vaksin yang bisa sesuai dengan kondisi Indonesia yang terdiri dari banyak etnis. Oleh karena itu, urusan vaksin tidak sesederhana yang dibayangkan, “yang penting asal dapat vaksin, sekalipun itu impor dari luar negeri”. Karena bisa saja vaksin yang dikembangkan dan diproduksi di negara A memang cocok untuk penduduk negara A, tetapi belum tentu cocok dengan penduduk di negara B.

Proses pembuatan vaksin untuk bisa diberikan kepada manusia memiliki rentetan persyaratan dan uji coba yang panjang agar bisa digunakan. Mulai dari memahami karakteristik dan perilaku virus, menilai keamanan dan pengaruhnya bagi tubuh manusia, melakukan uji coba terhadap hewan, hingga uji coba kepada manusia, serta menilai kekebalan populasi yang paling terpengaruh. Orang sangat berharap tersedianya vaksin dengan segera memberikan harapan untuk tidak terkena penyakit COVID-19 dan itu artinya terhindar dari kematian yang selama ini seolah menghantui kita karena adanya COVID-19 ini.

Bagaimanakah sebenarnya cara kerja vaksin ini? Secara umum vaksin dapat bekerja dalam empat cara berbeda, yaitu:

(1) Vaksin yang menggunakan virus yang dilemahkan untuk membangun daya tahan tubuh terhadap virus tersebut (live-attenuated vaccines) seperti vaksin campak dan cacar air.

(2) Vaksin yang menggunakan bahan kimia untuk membunuh virus (inactivated vaccines) seperti vaksin polio dan hepatitis A.

(3) Vaksin yang merupakan kombinasi dari virus yang lemah dan virus yang kuat sebagai carrier sehingga tubuh memiliki respons yang lebih kuat terhadap virus yang lemah (conjugate vaccines atau recombinant vaccines) seperti vaksin hepatitis B, herpes, HPV.

(4) Vaksin yang menargetkan toksin virus/bakteri (toxoid vaccines) seperti vaksin difteri dan tetanus.

Maka orang yang sudah melakukan vaksinasi terhadap virus tersebut, di dalam tubuhnya akan terjadi rangsangan atas sistem imunitas untuk memunculkan antibodi yang bertahan cukup lama. Antibodi ini kemudian melawan antigen (virus/bakteri) yang masuk ke dalam tubuh. Jadi orang yang mendapatkan vaksin COVID-19 diharapkan tubuhnya akan terbentuk antibodi terhadap virus corona (SARS-CoV-2) yang menyebabkan penyakit COVID-19 tersebut. Dengan demikian ketika orang tersebut terinfeksi virus SARS-CoV-2, tubuhnya mampu melawan dan melumpuhkan virus tersebut.

Pertanyaannya adalah apakah vaksin terhadap COVID-19 tersebut sanggup membuat kita sepenuhnya kebal dari terjangkit COVID-19? Tentu saja tidak. Vaksin tidak sepenuhnya membuat kita kebal. Dia hanya membantu kita meningkatkan kekebalan terhadap ancaman virus atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh kita. Namun kekebalan tubuh kita juga ditentukan oleh faktor-faktor yang lain seperti stres, asupan makanan, aktivitas fisik, dan lain-lain. Orang yang sudah divaksin mungkin saja masih bisa terkena infeksi, walaupun biasanya lebih ringan.

Kehebohan vaksin untuk menangkal COVID-19 dan menganggapnya sebagai pelindung kita dari infeksi COVID-19, membuat saya kemudian berpikir akan Pelindung Yang Sejati yaitu Yesus Kristus. Vaksin COVID-19 mungkin bisa menghindarkan kita dari penyakit COVID-19 atau kematian karena COVID-19, tetapi dia tidak bisa menghindarkan kita dari kematian kekal akibat dosa-dosa yang kita perbuat. Kita harus ingat bahwa terhindar dari kematian karena COVID-19 bukan berarti kita tidak akan mengalami kematian lagi. Suka tidak suka, kematian akan menghampiri kita. Tidak ada satu manusia pun yang sanggup menyelamatkan dirinya dari kematian kekal. Kematian kekal saat kita hidup ditandai dengan ketidaksukaan kita akan firman Tuhan dan ketidaksukaan kita untuk taat kepada Allah. Sedangkan kematian fisik sebagai tanda kebinasaan akan kita alami ketika kita menutup mata untuk selama-lamanya. Kita tahu bahwa kematian fisik bukan berarti hidup kita telah selesai, tetapi kematian tersebut menghantarkan kita menghadap Allah Sang Hakim yang akan menghakimi kita sesuai dengan perbuatan kita selama hidup di dunia.

Jikalau kita tidak sanggup lepas dari kematian, apakah yang bisa menjamin hidup kita hari ini? Jawabannya adalah Yesus Kristus. Dia adalah Pemelihara hidup kita. Pemeliharaan-Nya bukanlah semata pemeliharaan agar kita luput dari marabahaya di dunia ini, tetapi Dia memelihara setiap langkah hidup kita dan membimbing kita kepada hidup yang kekal. Istilah pemeliharaan Allah dalam theologi dikenal sebagai providensia Allah. Penjelasan tentang providensia Allah dapat dilihat dalam artikel Buletin PILLAR edisi Mei 2017 dengan judul “What is The Providence of God?”, sedangkan artikel kali ini ingin mengajak kita untuk merenungkan, kepada apakah atau kepada siapakah kita menyandarkan hidup kita?

Kita mungkin seolah bisa menyandarkan hidup kepada vaksin COVID-19 untuk menolong kita terhindar dari kematian karena COVID-19. Tetapi bukankah hidup ini tidak hanya tentang melindungi diri dari COVID-19? Masih banyak aspek dalam hidup ini yang harus kita hadapi; bukan hanya COVID-19, dan kita tahu dengan jelas bahwa kita tidak mungkin bisa memelihara dan melindungi diri kita sendiri tanpa pertolongan Allah. Di luar diri Allah, tidak mungkin kita sanggup mengatasinya. Kita terlalu kecil. Kita hanyalah debu. Kita membutuhkan Sang Pencipta untuk memelihara kita dari yang jahat.

Kita bisa membaca banyak kisah dalam Alkitab bagaimana Allah memelihara umat-Nya. Salah satu kisah yang sudah sangat terkenal adalah kisah Yusuf, anak Yakub dan Rahel. Bila kita hanya melihat fragmen demi fragmen kisah hidup Yusuf, kita akan menyimpulkan betapa sialnya hidup Yusuf. Bagaimana tidak? Hendak dibunuh oleh kakak-kakaknya, kemudian dijual, sampai ke tangan Potifar, difitnah oleh istri Potifar, dan masuk penjara. Tetapi dari “kesialan demi kesialan” yang dialami oleh Yusuf justru kita melihat bagaimana tangan Tuhan tidak pernah lepas dalam memelihara Yusuf. Allah memakai “kesialan” Yusuf tersebut untuk menolong bangsa Israel dari kelaparan. Detail ceritanya dapat kita baca di dalam Kitab Kejadian 37-50. Kalimat Yusuf kepada kakak-kakaknya sangat jelas menunjukkan bahwa tidak ada yang bisa membatalkan rencana Tuhan dalam hidup orang yang mengasihi-Nya, Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar” (Kej. 50:20).

Pemeliharaan Allah juga nampak jelas di dalam kisah Daniel, Rut, Ester, dan lain-lain. Kita bisa deretkan kisah-kisah dalam PL (Perjanjian Lama) yang mengungkapkan pemeliharaan Allah, termasuk di dalam kisah PB (Perjanjian Baru). Pemeliharaan Allah melalui Kristus yang berinkarnasi tampak jelas dari karya Kristus bagi sesama manusia di zaman-Nya, di dalam karya Yesus menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati, dan memberi makan orang banyak. Dari seluruh kisah, baik dalam PL maupun PB, kita dapat melihat bahwa Allah menunjukkan pemeliharaan-Nya dengan cara-Nya dan waktu-Nya. Tidak ada satu kuasa pun yang dapat membatalkan pemeliharaan Allah bagi umat-Nya.

Kembali kepada COVID-19, hari ini kita mungkin merasa sial ketika kita terkena COVID-19 atau orang yang kita kasihi meninggal dunia akibat COVID-19. Kita berpikir bahwa adanya vaksin akan mampu menolong kita dari kemalangan berikutnya, maka kita juga termasuk orang yang berlomba-lomba untuk mendapatkan vaksin tersebut. Bagaimanakah seharusnya kita menyikapi secara benar dengan kacamata Kristen terhadap keadaan ini? Apakah kita juga termasuk orang yang berpikir bahwa vaksin adalah hal utama yang mampu menolong kita dari maut COVID-19? Ataukah kita adalah orang yang skeptis dengan kondisi yang ada karena terkesan tidak ada perubahan dengan pandemi COVID-19 ini?

Kita percaya bahwa tangan Allah tidak pernah lepas dalam memelihara umat-Nya. Kemampuan mencegah dan menyembuhkan penyakit hanyalah berasal dari Allah. Vaksin COVID-19 hanyalah satu alat di tangan Tuhan yang Ia pakai untuk menolong manusia. Jikalau Tuhan mau menolong orang tersebut terhindar dari COVID-19 melalui vaksin COVID-19, itu akan terjadi. Tetapi bila Tuhan hendak menolong orang tersebut terhindar dari COVID-19 sekalipun ia tidak mendapatkan vaksin, itu pun akan terjadi. Seluruh hidup kita berada di dalam kontrol dan pemeliharaan Allah. Namun sering kali kita meragukan pemeliharaan Allah oleh karena fenomena-fenomena yang kita lihat atau kita alami. Sering kali kita menganggap Allah membiarkan kita. Sama seperti kisah Yusuf, kalau kita hanya melihat secara terfragmentasi, kita akan merasa Allah tidak memelihara kita, tetapi kita kemudian tahu bahwa seluruh kisah Yusuf ada dalam kontrol dan pemeliharaan Allah. Pemeliharaan Allah bukan semata bagi Yusuf, tetapi bagi keselamatan bangsa Israel dan seluruh umat Allah, bila dilihat secara metanaratif. Semua itu ada dalam rencana karya keselamatan Allah bagi umat pilihan-Nya.

Mari kita tetap mengarahkan dan menyandarkan hidup kita kepada Tuhan. Pemeliharaan Allah tidak diukur dari apakah kita merasakannya atau tidak. Pemeliharaan Allah juga tidak semata demi diri kita supaya terlindung di dunia ini, tetapi pemeliharaan Allah bagi diri kita adalah untuk menggenapkan rencana-Nya di dalam dunia, rencana kekal Allah bagi seluruh Gereja-Nya. Mari berdoa kiranya Allah menolong kita untuk memiliki kepekaan di dalam merespons munculnya vaksin COVID-19 dengan bijaksana. Keinginan hidup harus didasari kepada keinginan dipakai Tuhan untuk memperluas Kerajaan-Nya, bukan hanya sekadar melarikan diri dari kematian jasmani belaka. Kiranya hidup kita yang dari Tuhan boleh dikembalikan kepada Tuhan bagi Kerajaan-Nya dan kemuliaan nama-Nya.

Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari. (Mat. 6:33-34)

Diana Samara

Pembina FIRES