Introduksi
Pada artikel bagian pertama (link), setelah membahas konteks Reformasi dan sistem pemerintahan republik, bagian ini akan mengupas studi kasus spesifik, yakni dari tokoh Abraham Kuyper. Sedikit gambaran umum, Abraham Kuyper adalah salah satu tokoh besar yang memiliki pengaruh yang signifikan dalam sejarah. Semasa hidupnya ia pernah menjadi seorang pendeta, reformator gereja, editor surat kabar, theolog, anggota parlemen, pemimpin partai politik, profesor, rektor universitas, dan perdana menteri. Berbagai posisi penting yang ia pegang memberikan pengaruh yang mendalam, khususnya di Belanda sampai berpuluh-puluh tahun kemudian. Selain itu, melalui tulisan-tulisannya, Kuyper telah memengaruhi banyak pemikir-pemikir penting di Eropa, Amerika, dan berbagai daerah lain.
Titik fokus dari bagian ini adalah membahas studi kasus tokoh Abraham Kuyper dalam periode kepemimpinannya sebagai perdana menteri Belanda. Pengaruh Reformasi terlihat jelas dalam ide-ide Kuyper dan caranya melaksanakan tugas di dalam pemerintahan. Pada periode kepemimpinan Kuyper, negara Belanda sendiri masih memiliki elemen monarki/kerajaan yang kental. Meskipun demikian, beberapa fondasi penting dari konsep republik yang berlandaskan prinsip-prinsip Reformasi mulai terlihat dengan jelas. Dalam bagian ini, pembahasan mengenai Abraham Kuyper akan mencakup empat (4) hal: kisah hidup, konsep masyarakat & pemerintahan, peran sebagai perdana menteri, dan pengaruh & peninggalan.
Kisah Hidup Abraham Kuyper
Abraham Kuyper dilahirkan pada tanggal 29 Oktober 1837. Ayahnya berprofesi sebagai seorang pendeta di Dutch Reformed Church. Sang ayah juga berperan sebagai guru pertama bagi Kuyper. Kuyper mendapatkan kesempatan untuk menelusuri bidang theologi berkat bimbingan tersebut. Setelah menerima pendidikan di rumah dari orang tuanya, Kuyper melanjutkan studi dan akhirnya pada usia 18 tahun dia mempelajari theologi dan filsafat di Universitas Leiden. Dalam masa studinya, Kuyper melakukan analisis terhadap pemikiran theologi Yohanes Calvin dan John à Lasco. Dalam masa-masa ini, Kuyper tidak menyetujui dan bahkan merendahkan pemikiran Calvin, terutama ide Calvin mengenai kedaulatan Allah.
Dalam periode ini, Kuyper hidup sebagai orang yang sombong, penuh keraguan, dan belum benar-benar mengalami pertobatan. Setelah menyelesaikan studinya, ia melayani dalam satu gereja dari Dutch Reformed Church. Dalam masa pelayanan waktu itu, Kuyper melakukan penjelasan Alkitab yang condong ke arah liberal. Banyak dari jemaat Kuyper yang berkomitmen terhadap ajaran Reformed kemudian melakukan protes dan menyatakan ketidaksetujuan mereka. Meskipun mengalami penolakan, Kuyper tetap menjalankan pelayanan penggembalaan dan membesuk jemaat yang ia layani. Suatu kali ketika melakukan pelayanan pembesukan, ia berkesempatan bertemu seorang wanita tua. Ternyata wanita ini sangat mendalami sejarah gereja dan pengakuan-pengakuan iman Kristen. Wanita ini dengan teliti menjelaskan kepada Kuyper akan signifikansi Reformasi dan sejarah tradisi Calvinistik. Wanita ini pun memberikan rekomendasi buku-buku kaum Puritan kepada Kuyper. Setelah pertemuan ini, diam-diam Kuyper mempelajari dengan serius mengenai Reformasi dan Puritan, juga membaca buku-buku yang direkomendasikan oleh sang wanita tua.
Setelah pertemuan tersebut, Kuyper mulai merenungkan ulang pemahaman theologinya. Setelah beberapa waktu bergumul dan mempelajari arus sejarah kekristenan, akhirnya ia memegang dengan yakin tradisi Calvinis. Kerinduan yang sudah ia miliki sejak muda tetap membekas. Kuyper sangat mendambakan agar iman Kristen bisa memberikan jawaban terhadap berbagai tantangan sosial yang pelik. Kuyper tidak setuju jika iman Kristen hanya melibatkan aspek iman secara personal kepada Allah, tanpa ada dorongan lebih jauh untuk memberikan pengaruh di masyarakat. Di saat yang sama, Kuyper juga sadar bahwa pembelajaran akademis saja tidaklah cukup untuk bisa mewujudkan impian ini. Dari titik ini, Kuyper dengan serius menggumulkan agar iman Kristen bisa memengaruhi seluruh aspek hidup. Iman Kristen harus relevan tidak hanya di gereja ketika beribadah, namun juga ketika seseorang bekerja dan beraktivitas dalam hari-hari lainnya. Dalam pengembangan pemikirannya, Kuyper melandaskan pada satu dasar yang dipegang begitu kuat oleh Calvin, yakni Allah yang berdaulat atas seluruh alam semesta. Melalui pengertian Allah yang berdaulat, Kuyper terus mempertajam dan merampungkan pemikiran theologis dan pendekatannya dalam menyelesaikan problem di masyarakat. Ceramah-ceramah mengenai Calvinisme (Lectures on Calvinism) adalah satu ceramah paling terkenal yang pernah diberikan oleh Abraham Kuyper. Ceramah ini diberikan pada tahun 1898 di Princeton Theological Seminary. Dalam ceramah ini, Calvinisme ditekankan sebagai suatu sistem kehidupan (life system).1 Calvinisme muncul sebagai akibat dari gerakan Reformasi yang mengembalikan kekristenan ke bentuk yang sebenarnya.
Konsep Masyarakat dan Pemerintahan
Sejalan dengan pemikiran Yohanes Calvin, Kuyper dengan jelas melihat bahwa hanya Allah yang memiliki kedaulatan mutlak atas seluruh alam semesta. Kedaulatan Allah mencakup aspek pergerakan sejarah, relasi antarbangsa dan jatuh bangunnya negara. Setelah kejatuhan manusia dalam dosa, baru terjadi kondisi di mana manusia menguasai atau memiliki otoritas atas manusia lain. Dalam kondisi seperti ini pun, manusia tetap memerlukan izin dan pemberian Allah untuk memiliki otoritas atas manusia lain. Pemerintah memiliki fungsi penting untuk menahan kejahatan dan kerusakan sebagai akibat dosa. Dalam menjalankan fungsi ini, pemerintah juga harus menjamin terciptanya keteraturan dan supremasi hukum. Dalam Lectures on Calvinism, ia menyatakan pandangannya mengenai prinsip kontrak sosial, suatu konsep yang sudah sangat dikenal dan berkembang pada waktu itu. Prinsip kontrak sosial secara umum diterapkan oleh negara-negara yang menerapkan pendekatan sekuler dalam aspek pemerintahan.
“No man has the right to rule over another man, otherwise such a right necessarily, and immediately becomes the right of the strongest. As the tiger in the jungle rules over the defenceless antelope, so on the banks of the Nile a Pharaoh ruled over the progenitors of the fellaheen of Egypt. Nor can a group of men, by contract, from their own right, compel you to obey a fellow-man. What binding force is there for me in the allegation that ages ago one of my progenitors made a ‘Contrat Social,’ with other men of that time? As man I stand free and bold, over against the most powerful of my fellow-men. I do not speak of the family, for here organic, natural ties rule; but in the sphere of the State I do not yield or bow down to anyone, who is man, as I am.”
Secara khusus dalam aspek relasi pemerintah dengan aspek agama, pemerintah memiliki tanggung jawab terhadap Tuhan, gereja sebagai institusi, dan individu. Dalam relasi pemerintah dengan Tuhan, pemerintah hanya tunduk langsung terhadap Tuhan, bukan terhadap institusi atau aliran gereja tertentu. Dalam relasi pemerintah terhadap gereja, pemerintah tidak memiliki hak untuk menentukan mana gereja yang sesat dan yang tidak. Peran pemerintah adalah dalam menjamin kebebasan beragama. Dalam relasi pemerintah dengan individu, pemerintah tidak boleh memaksa atau mewajibkan seseorang untuk beribadah dalam gereja tertentu. Kuyper melihat posisi pemerintah, gereja, dan masyarakat adalah sejajar, tidak ada yang lebih tinggi dari yang lain. Baik pemerintah, gereja, maupun masyarakat harus bertanggung jawab langsung kepada Tuhan, dan memuliakan Tuhan melalui peranan yang dimiliki masing-masing.
Kebijakan, Peran, dan Keputusan sebagai Perdana Menteri
Kontribusi Abraham Kuyper sebagai perdana menteri bisa dilihat cikal bakalnya ketika ia mulai mencoba masuk sebagai anggota parlemen di distrik Gouda pada tahun 1873. Namun pada tahun itu, ia kalah bersaing dengan Willem de Brauw. Tahun berikutnya, ia baru terpilih masuk dalam Tweede Kamer (member of house representative) di distrik Gouda. Ketika menjabat di parlemen, ia menunjukkan perhatiannya secara khusus dalam aspek pendidikan. Ia sangat mendorong adanya bantuan keuangan yang setara antara sekolah publik dan sekolah berbasis agama. Pada tahun 1876, ia menuliskan tulisan yang berjudul “Our Program”. Nantinya tulisan ini yang menjadi fondasi berdirinya Partai Anti Revolusi (Anti Revolutionary Party). Dalam tulisan ini, Kuyper membahas antara berbagai perbedaan dan konflik antara kaum religius dan non-religius. Pada tahun 1878, Kuyper mengajukan petisi mengenai regulasi di bidang edukasi, terutama mengenai sekolah-sekolah berbasis agama yang selama ini tidak terlalu mendapatkan perhatian.
Bibit dari Partai Anti Revolusi bisa dilihat sejak tahun 1840. Pada masa itu, kepemimpinan dipegang oleh Guillaume Groen van Prinsterer. Dibandingkan dengan paradigma theokrasi, Prinsterer lebih mengembangkan ide mengenai Sphere of Sovereignty, terutama dalam pergumulan hidup di masyarakat yang plural. Tahun 1864, Prinsterer kemudian berinteraksi dengan Kuyper secara lebih intens. Kuyper terus didorong untuk melakukan langkah nyata dan menerapkan berbagai ide yang telah didiskusikan dengan Prinsterer. Akhirnya pada tahun 1879, Kuyper secara resmi mendirikan Partai Anti Revolusi di Belanda. Sejalan dengan beban besar Kuyper di bidang pendidikan, Partai Anti Revolusi berjuang untuk meminta dukungan pemerintahan terhadap institusi pendidikan berbasis agama. Melalui Partai Anti Revolusi, Kuyper juga memperjuangkan kerja sama lebih erat antara kaum Protestan dan kaum Katholik.
Dalam perjalanan kariernya di pemerintahan, Kuyper juga kerap kali mendapatkan tantangan. Kebijakan-kebijakan yang ia ambil kerap ditolak oleh dua partai oposisi lain di parlemen. Dengan dinamika seperti ini, Partai Anti Revolusi pimpinan Kuyper terus membangun koalisi dengan pihak Roma Katolik. Perlahan-lahan, koalisi yang dibentuk makin kuat. Tahun 1901, Kuyper tidak mendapatkan tempat di parlemen karena kalah bersaing untuk posisi tersebut. Meskipun demikian, ia justru ditunjuk untuk menjabat sebagai formateur. Sebagai formateur, Kuyper bertugas untuk memimpin koalisi pemerintahan yang biasanya terdiri dari dua atau tiga partai utama. Tidak lama setelah itu, Kuyper justru ditunjuk sebagai perdana menteri di dalam kabinet. Sebagai perdana menteri, ia menunjukkan sikap kepemimpinan yang tegas dan kuat. Kuyper mengubah beberapa prosedur yang berada di dalam kabinet. Sebelum Kuyper, posisi ketua kabinet diatur dengan sistem rotasi. Kuyper menekankan agar posisi ini bisa diisi untuk setidaknya masa waktu empat tahun.
Pengaruh dan Peninggalan
Sosok Abraham Kuyper telah memberikan pengaruh yang begitu membekas dalam sejarah. Sedikit banyak, pemikiran Kuyper telah menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh lain seperti Herman Dooyeweerd, Auguste Lecerf, Francis Schaeffer, Cornelius Van Til, Alvin Plantinga, Nicholas Wolterstorff, Vincent Bacote, Anthony Bradley, Chuck Colson, Timothy J. Keller, James Skillen, Bobi Jones.2 Dalam jangka pendek dan cakupan pengaruhnya dalam pemerintahan dan masyarakat, dampak dari pemikiran Kuyper adalah munculnya tendensi pilarisasi di negara Belanda.3 Pilarisasi adalah salah satu akibat dari penerapan prinsip principled pluralism, ditambah dengan pergumulan mengenai antithesis, yakni perbedaan yang mendasar antara orang percaya dan yang tidak percaya. Secara singkat, institusi-institusi di Belanda akhirnya secara umum terbagi menjadi tiga kategori besar, yakni Katolik, Protestan, dan Sosialis. Sejalan dengan pemikiran mengenai antithesis, kelompok Katolik dan Protestan akhirnya memiliki berbagai bentuk komunikasi dan kolaborasi yang lebih intens. Institusi-institusi yang dipengaruhi aspek pilarisasi mencakup partai politik, rumah sakit, universitas, perusahaan media (surat kabar). Tabel di bawah adalah contoh pembagian institusi berdasarkan tiga kategori tersebut. Dalam masa-masa setelah Kuyper, aspek pilarisasi ini nantinya diperdebatkan lebih jauh, terutama setelah periode Perang Dunia II. Interaksi dari tiga golongan yang ada menjadi makin intens dan batasan-batasan pemisah menjadi makin kabur, misalkan saja dengan adanya gabungan antara partai Sosialis dan partai Protestan.
Katolik | Protestan | Sosialis | |
Partai Politik | General League Roman-Catholic State Party | Anti-Revolutionary Party Christian Historical Union Reformed Political Party | Social Democratic Workers’ Party |
Universitas | Radboud University Tilburg University | Vrije Universiteit Amsterdam Protestant Theological University | University of Humanistic Studies Nyenrode Business University |
Media | De Tijd De Volkskrant | De Standaard Reformatorisch Dagblad | Het Vrije Volk Het Parool |
Secara lebih jauh, Abraham Kuyper memberikan dorongan dan pengaruh yang mendalam mengenai aspek theologi publik (public theology). Salah satu penulis yang membahas tema ini secara spesifik adalah Vincent Bacote, seorang associate professor (theology) di Wheaton College. Bacote membahas tema ini dalam karyanya yang berjudul “The Spirit in Public Theology: Appropriating the Legacy of Abraham Kuyper”. Dalam buku ini, Bacote menekankan bahwa setiap orang Kristen memiliki tanggung jawab untuk dapat menyampaikan kebenaran theologis dalam lingkup masyarakat umum. Sesuai dengan prinsip Kuyper, gereja perlu bijaksana, peka, dan sekaligus sadar akan posisinya dalam berinteraksi dengan ‘dunia’. Lebih dalam lagi, orang Kristen harus memiliki kesadaran akan pentingnya peran dan dorongan dari Roh Kudus agar dapat menjalankan tanggung jawabnya di ruang publik. Bagi Kuyper, setiap aktivitas dan pekerjaan, harus dikerjakan dengan sikap ibadah dan respons langsung di hadapan Allah.
Penutup
Melalui hidup Abraham Kuyper, dapat dilihat jejak-jejak pengaruh Reformasi yang begitu membekas dalam dirinya. Meskipun pada mulanya Kuyper sempat merendahkan, dan bahkan menghina Theologi Reformed, namun Tuhan terus membentuk dan mengubah hidupnya. Melalui sosok seorang nenek tua yang sederhana dan tidak dikenal, Tuhan mengubah hidup seorang tokoh raksasa iman yang kita kenal sekarang. Prinsip-prinsip seperti kedaulatan Allah dan keutamaan Kristus kemudian tertanam begitu kuat dalam hati Kuyper. Tidak ada satu orang atau pemerintah mana pun yang berhak memiliki kuasa mutlak. Hanya Allah satu-satunya Pribadi yang berhak mendapatkan kuasa, kemuliaan, wewenang, dan otoritas mutlak atas alam semesta.
Di saat yang sama, Kuyper berjuang begitu keras agar setiap aspek hidup boleh bertanggung jawab dan meninggikan Kristus, Sang Raja di atas segala raja. Sejalan dengan pengaruh pemikiran reformator, khususnya Calvin, Kuyper berusaha begitu rupa untuk membatasi otoritas pemerintah. Setiap lembaga pemerintah harus saling bertanggung jawab dan dapat dikoreksi. Meskipun secara sistem pemerintahan, Belanda masih memiliki elemen monarki yang kental, dasar-dasar dari demokrasi dan pemerintahan republik juga mulai tertanam. Saat ini, pemerintahan Belanda dijalankan berdasarkan kerangka pikir demokrasi parlementer (perwakilan), monarki konstitusional, dan negara kesatuan (unitary state) yang terdesentralisasi. Sampai detik ini, sosok Abraham Kuyper telah melahirkan begitu banyak hamba-hamba Tuhan lain yang tidak henti-hentinya menggarap aspek apologetika, theologi publik, sejarah, seni, pendekatan mandat budaya, pendidikan Kristen, dan theologi praktis. Sosok Kuyper masih terus diingat dan dipelajari, salah satunya adalah melalui penghargaan 2017 Kuyper Prize for Excellence in Reformed Theology and Public Witness yang diberikan oleh Abraham Kuyper Center for Public Theology (Princeton Seminary).
Juan Intan Kanggrawan
Redaksi Bahasa & Editorial PILLAR
Pengasuh Rubrik Iman dan Pekerjaan
Referensi
Bacote, Vincent, The Spirit in Public Theology: Appropriating the Legacy of Abraham Kuyper.
Bavinck, Herman, Essays on Religion, Science, and Society (Baker Academic, 2008).
Calvin, John, Institutes of the Christian Religion.
Grudem, Wayne, Politics – According to the Bible: A Comprehensive Resource for Understanding Modern Political Issues in Light of Scripture.
Kuyper, Abraham, Iman Kristen dan Problema Sosial.
Kuyper, Abraham, Lectures on Calvinism.
Peter S. Heslam, Creating a Christian Worldview: Abraham Kuyper’s Lectures on Calvinism.
Volf, Miroslav, Flourishing: Why We Need Religion in a Globalized World.
Endnotes
- Konsep Life System berbeda dengan pemikiran modern yang cenderung mati dan terfragmentasi. Juga berbeda dengan postmodern yang cenderung terkeping-keping tanpa ada kesatuan yang menyeluruh. Life System memberikan suatu penekanan organik dan kesatuan hidup antara berbagai elemen yang ada.
- Ini adalah sebagian contoh saja dan bukanlah suatu list yang komprehensif.
- http://www.jwduyvendak.nl/wp-content/uploads/2015/07/the-invention-of-the-dutch-multicultural-model-and-its-effects-on-integration-discourses-in-the-netherlands-2010.pdf.