Paulus adalah seorang rasul yang paling banyak berkontribusi di dalam menulis surat-surat yang mengisi sebagian besar dari Perjanjian Baru. Dari surat-surat Paulus ini, kita mendapatkan begitu banyak pelajaran mulai dari topik tentang keselamatan hingga hal-hal yang bersifat personal untuk Timotius atau Titus berkenaan dengan tata kelola gereja. Namun di dalam artikel ini, kita akan bersama-sama belajar mengenai etika menurut Rasul Paulus di dalam Surat 1 Korintus. Jikalau kita membaca Surat 1 Korintus secara sekilas, mungkin cukup sulit untuk menemukan konsep etika di dalamnya. Hal ini karena Paulus tidak secara eksplisit menuliskan konsep etikanya. Tetapi karena kita percaya bahwa firman Tuhan mengandung pengajaran baik yang bersifat eksplisit maupun implisit, maka kita akan dapat menemukan prinsip-prinsip yang penting ini jikalau kita menggalinya dengan saksama. Kita akan mendapatkan pengajaran mengenai bagaimana orang Kristen seharusnya hidup di tengah dunia ini. Di dalam artikel ini, kita hanya akan fokus membahas prinsip etika dari sudut pandang konteks dan tujuan Paulus menulis Surat 1 Korintus.
Konteks Surat 1 Korintus
Di dalam sejarah, Korintus dikenal sebagai kota yang makmur pada zaman kejayaan Yunani. Namun, pada tahun 146 SM, Korintus dihancurkan oleh Kekaisaran Romawi yang dipimpin oleh Lucius Mummius. Kemudian pada tahun 44 SM, kota ini dibangun kembali oleh Julius Caesar untuk beberapa tujuan. Yang pertama adalah untuk tujuan perdagangan, karena Korintus merupakan kota yang terletak di titik pusat perdagangan antara Timur dan Barat. Selain itu, Korintus dikelilingi oleh gunung-gunung yang bertindak sebagai benteng alam dan memberikan aliran air segar yang berlimpah. Hal-hal tersebut menjadikan Korintus sebagai kota yang memiliki banyak potensi untuk pertumbuhan ekonomi yang pesat.
Seperti kota-kota yang makmur pada umumnya, seiring dengan bertambahnya kekayaan dan kelimpahan, maka kejahatan dan kerusakan moral yang meningkat menjadi sesuatu yang makin umum. Bahkan Aristophanes, seorang pujangga Yunani Kuno, sampai mencetuskan kata kerja korinthiazo yang artinya adalah “bertindak seperti orang Korintus” atau dengan kata lain “untuk melakukan percabulan”. Selain itu, Korintus disebutkan memiliki 26 tempat suci yang dikhususkan kepada the gods of many (Roman Greek Pantheons) dan Lord many (mystery cults) yang juga disebutkan oleh Paulus di dalam 1 Korintus 8:5. Di dalam komentari Surat 1 Korintus, Gordon Fee memberikan deskripsi Korintus sebagai “the New York of the ancient world”.
Dalam hal demografis, karena Korintus dahulunya merupakan wilayah Yunani yang dijajah oleh Romawi, maka mayoritas jemaat Korintus merupakan orang non-Yahudi, yang dahulunya adalah penyembah berhala Yunani (1Kor. 6:9-11; 8:7; 12:2). Ada beberapa hal yang menyatakan hal tersebut. Pertama, Paulus memberikan deskripsi tentang jemaat Korintus (1Kor. 8-12) sebagai jemaat yang berbagian dalam persembahan dan tradisi makan di dalam kuil berhala (8:10), sebuah ciri penyembah berhala pada zaman itu. Kemudian di dalam pasal 6, Paulus mengingatkan mereka untuk tidak mencari keadilan kepada orang-orang yang tidak beriman, sebuah proses yang lumrah bagi orang Yunani dan Romawi untuk mencari keadilan di dalam pengadilan negara (6:1-11). Jemaat Korintus juga “berdebat” dengan Paulus tentang gaya hidup mereka yang suka melakukan percabulan (6:12-20) dan penyangkalan mereka akan kebangkitan tubuh (15:1-58), yang keduanya merupakan pengaruh umum dari filsafat Yunani dan bukan Yahudi.
Dari penjelasan singkat di atas, maka kita mendapatkan gambaran bahwa gereja di Korintus merupakan gereja yang mayoritas jemaatnya adalah orang non-Yahudi, yang dahulunya merupakan penyembah berhala Yunani. Sebagai mantan penyembah berhala, mereka menggabungkan cara hidup dan pemikiran yang lama kepada iman Kristen mereka. Akibatnya, kehidupan yang mereka hidupi merupakan kehidupan yang sama sekali bertentangan dengan iman Kristen. Hal inilah yang ingin dibereskan oleh Paulus di dalam Surat 1 Korintus.
Bagaimana Seharusnya Kita Hidup?
Dari konteks gereja Korintus di atas, sangat mungkin ada yang berpendapat bahwa Paulus hanya akan berbicara tentang perilaku luar jemaat di Korintus. Tetapi kalau kita selidiki lebih lanjut, kita dapat melihat bahwa anggapan ini tidaklah tepat. Mengapa demikian? Karena justru di dalam 1 Korintus, Paulus menjelaskan banyak doktrin dasar seperti tentang identitas seorang Kristen yang sudah ditebus, kemuliaan Kristus di dalam salib, kebangkitan tubuh, prinsip beribadah, dan juga kasih. Paulus sendiri menyadari bahwa problem jemaat Korintus bukan hanya perilaku luarnya saja tetapi juga dasar theologi yang kacau dan pengenalan akan Injil Kristus yang tidak murni. Pengertian inilah yang dibahas oleh Paulus ketika menjelaskan bagaimana seorang Kristen seharusnya hidup. Di dalam bagian selanjutnya, saya akan membahas bahwa setidaknya ada dua dasar etika yang Paulus jelaskan di dalam surat ini.
Etika Eskatologis
Jika kita melihat kerangka dari Surat 1 Korintus, kita bisa merasakan nuansa eskatologis yang cukup kental. Hal ini terlihat dari bagaimana Paulus memberikan penjelasan di dalam kerangka 1 Korintus itu sendiri. Paulus secara garis besar memulai 1 Korintus dengan membahas kematian dan juga penebusan Kristus (pasal 1-2), kemudian berbicara tentang kehidupan gerejawi yang seharusnya sebagai seorang Kristen yang sudah menerima Roh Kudus (pasal 3-14), dan diakhiri dengan membahas tentang kemuliaan yang akan datang (pasal 15).
Penekanan di atas memberikan satu alur bagaimana zaman sedang secara progresif bergerak kepada kedatangan Kristus yang kedua. Peristiwa kematian dan kebangkitan Kristus merupakan tanda perubahan zaman (turning of ages) memasuki zaman akhir (present evil age). Zaman akhir merupakan zaman dari kedatangan Kristus yang pertama sampai kepada kedatangan Kristus yang kedua kali. Kemudian Paulus juga berbicara mengenai karunia Roh Kudus, yang kita tahu merupakan bukti dan tanda bahwa kita sedang berada di zaman akhir (Yl. 2:28-32). Rangkaian ini dilanjutkan oleh Paulus dengan berbicara mengenai parousia atau kedatangan Kristus yang kedua kali di pasal 11 dan 15. Apa signifikansi dari rangkaian yang Paulus berikan ini? Paulus ingin menunjukkan bahwa jemaat Korintus merupakan “jemaat eskatologis” (meminjam frasa Gordon Fee) yang sedang hidup di dalam zaman akhir (present evil age) dan sedang bergerak menuju kepada akhir yang sesungguhnya, yaitu kedatangan Kristus yang kedua (1Kor. 1:7, 8; 3:9-15, 4:4-5, 8-9; 5:5, 6:9-11; 7:29-31, 35; 9:24-27; 10:11-13; 11:32; 13:12; 15).
Sebagai jemaat eskatologis, Paulus ingin menunjukkan bahwa Gereja Tuhan hidup di dalam keadaan “sudah tetapi belum” (already but not yet). Di satu sisi, Gereja Tuhan masih hidup di dalam dunia ini dan belum (not yet) disempurnakan, tetapi di sisi lain Gereja Tuhan juga sudah ditebus oleh darah Kristus. Oleh karena itu, Gereja Tuhan pasti akan dipermuliakan nanti, pada waktu kedatangan Kristus yang kedua (already). Paulus juga memberikan gambaran “sudah dan belum” ini di pasal 15 dengan memberikan kontras antara tubuh yang sekarang, yaitu “yang dapat binasa” dan tubuh nanti “yang tidak dapat binasa”. Di 1 Korintus 4:20, Paulus juga menunjukkan bahwa Kerajaan Allah sudah datang dan itu ditandai dengan kuasa-Nya yang dinyatakan. Namun, di pasal 6:9-11 dan 15:50, Paulus juga menjelaskan bahwa Kerajaan Allah belum digenapi seluruhnya. Jadi, memang ada harmoni antara fakta gereja yang belum disempurnakan dan kemuliaan Gereja yang sudah dijamin dengan darah Kristus.
Sekarang apa yang ingin Paulus ajarkan kepada jemaat Korintus melalui prinsip eskatologis “sudah dan belum” (eschatological principle of already and not yet)? Secara sederhana, Paulus ingin menunjukkan kepada jemaat Korintus dan juga gereja-gereja di sepanjang masa, bahwa kita adalah jemaat eskatologis yang sudah ditebus oleh darah Kristus yang mahal dan sekarang sedang menantikan langit dan bumi baru yang pasti akan digenapi, sesuai dengan janji dari Tuhan sendiri. Oleh karena itu, marilah kita hidup dan mempersiapkan diri sebagai jemaat eskatologis untuk menyambut kedatangan Kristus yang kedua. Bagaimana cara kita mempersiapkan diri? Yaitu dengan terus-menerus berjaga-jaga dan menyucikan diri kita sendiri. Sebagaimana seorang pengantin mempersiapkan dan menyucikan dirinya sendiri menjelang hari pernikahan, biarlah setiap anak Tuhan juga mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Kristus yang kedua. Inilah prinsip etika eskatologis Paulus, yaitu hidup benar sesuai dengan firman Tuhan karena kita menantikan kedatangan Kristus yang kedua.
Etika Injil
Surat 1 Korintus memiliki penekanan dan keunikan yang berbeda dengan surat Paulus yang lain, khususnya Surat Galatia. Jikalau di dalam Surat Galatia Paulus menekankan dengan panjang lebar bahwa kita bukan diselamatkan oleh hukum atau ketaatan kita kepada hukum, di dalam Surat 1 Korintus Paulus justru menekankan bahwa ketaatan seharusnya mengalir dari iman (outflow of faith). Gordon Fee mengatakan, “If such obedience is not required for entry into faith, it is nonetheless expected as the outflow of faith.” Dari sini kita dapat melihat bahwa Paulus tidak sedang mengajarkan sebuah jenis ketaatan yang berdiri sendiri atau keluar dari kemampuan diri sendiri, melainkan ketaatan yang keluar dari pekerjaan Kristus bagi kita sebagaimana diberitakan oleh Injil Kristus.
Di dalam 1 Korintus 5:7-8, Paulus menginstruksikan Gereja Tuhan untuk “membuang ragi yang lama” atau meninggalkan cara hidup lama karena Kristus adalah Domba Paskah kita, sehingga kita menjadi roti yang tidak beragi. Ada beberapa contoh lain yang menunjukkan ketaatan yang harus muncul karena pekerjaan Kristus bagi kita. Pasal 6:14-17 mengingatkan jemaat Tuhan untuk tidak memecah gereja karena Gereja adalah tubuh Kristus. Pasal 6:9-11 mengingatkan kita untuk tidak mencabulkan diri, karena kita telah dibenarkan dan dikuduskan oleh Tuhan. Di dalam 11:1, Paulus menginstruksikan jemaat untuk mengikuti teladan Paulus karena Paulus pun meneladani Kristus. Jadi, teladan hidup Paulus tidak berdiri di atas kekuatan Paulus sendiri, melainkan berdiri di atas kehidupan Kristus. Gordon Fee memberikan satu deskripsi yang indah berkenaan dengan poin ini, “Thus the Gospel is not turned into law, but neither is it divested of its true response. All is of grace, but grace brings the Spirit who enables the imitation of Christ.” Di atas dasar Injil Kristus yang sejati, Paulus menunjukkan bahwa setiap orang yang mengaku Kristen harus hidup sesuai dengan firman Kristus.
Inilah sedikit pembahasan dari apa yang Paulus nyatakan berkenaan dengan prinsip etika di dalam 1 Korintus. Paulus mendorong jemaat Tuhan untuk memiliki kehidupan yang konsisten dengan jati diri mereka sebagai orang-orang yang telah ditebus oleh darah Kristus. Mereka sudah ditebus oleh Kristus, sudah dibebaskan dari kuasa dosa, dan manusia lama mereka sudah mati bersama dengan Kristus di salib. Bukan hanya itu, Paulus juga mengingatkan setiap anak Tuhan bahwa kita adalah orang-orang yang sedang bergerak menuju kepada langit dan bumi yang baru. Jikalau kita menggunakan alegori dari John Bunyan, The Pilgrim’s Progress, kita adalah seperti sang tokoh utama, Christian, yang sedang berjalan menuju Celestial City (i.e. sorga). Maka biarlah kita sebagai anak Tuhan yang telah ditebus oleh Kristus menghidupi keselamatan tersebut di tengah dunia ini sambil terus berjalan menuju kedatangan Kristus yang kedua.
Kenneth Hartanto
Pemuda GRII Melbourne
Reference:
- Fee, Gordon, 2014. The First Epistle to the Corinthians. Michigan: Wm. B. Eerdmans Publishing Co.