Henokh: Pemuda yang Berjalan bersama Allah

Generasi milenial disebut sebagai generasi yang memiliki tingkat konsumsi tinggi. Menikmati secangkir kopi yang sedang ‘happening’ setiap hari dianggap lebih bernilai dibanding menabung untuk membeli rumah bagi masa depan. Ini adalah salah satu contoh pemikiran dari kaum milenial. Mereka dianggap sebagai generasi yang memiliki self-awareness di dalam konteks enjoyment of life yang sangat tinggi. Akibatnya, pilihan-pilihan yang dianggap lebih menyenangkan diri akan lebih diminati dibanding hal-hal yang menyiksa atau menyulitkan diri.

Kehidupan yang lebih bebas dianggap sebagai kehidupan yang lebih “manusiawi” dibanding hidup di dalam tekanan. Di dalam konteks zaman seperti ini, sering kali kehidupan rohani, yang dianggap menyulitkan dan mengekang, menjadi pilihan yang tidak favorit bagi mereka. Apalagi kehidupan yang benar-benar takluk di bawah otoritas kebenaran dan kehidupan rohani yang disiplin. Gaya hidup seperti ini dianggap sebagai kehidupan yang primitif.

Kondisi seperti ini dapat dengan jelas kita lihat di dunia Barat. Kemerosotan iman karena terkikis semangat sekularisme sangat jelas terlihat. Anjloknya demografi orang Kristen dan juga makin rusaknya moralitas menjadi efek samping yang jelas terlihat dari semangat sekularisme yang merasuki generasi muda saat ini. Di tengah konteks seperti ini, masih adakah pemuda yang menyerahkan masa mudanya bagi Kristus? Kehidupan rohani dianggap sebagai kehidupan yang hanya cocok di masa-masa akhir hidup atau masa tua. Oleh karena itu, artikel ini akan membahas mengenai kehidupan Henokh, seorang yang hidup bergaul dengan Allah sejak ia muda.

Figur yang Berbeda di Kejadian 5
Kejadian 5 adalah bagian paling pertama di dalam Alkitab yang mencatat silsilah keturunan seseorang. Pasal ini berisi kisah Adam yang melahirkan keturunan menurut gambar dan rupanya (Kej. 5:3) di mana ada sepuluh generasi yang dicatat dari Adam hingga Nuh. Di dalam setiap keturunan terdapat suatu kalimat yang terus diulang atau bisa dikatakan menjadi “refrain” dari pasal ini, yaitu:

Setelah (Nama) hidup … tahun, ia memperanakkan (Nama). Jadi (Nama) mencapai umur … tahun, lalu ia mati.

Nama demi nama berlalu, semuanya berbicara mengenai memperanakkan, hidup, lalu mati. Seluruh manusia diperanakkan menurut gambar dan rupa Adam yang adalah manusia berdosa, kemudian akan hidup selama umur tertentu di dunia, dan pada akhirnya manusia berdosa akan mati. Pasal ini bisa dikatakan sebagai gambaran dari kehidupan seluruh sejarah kemanusiaan. Mengapa penulis harus repot-repot menuliskan satu per satu nama dari setiap keturunan itu? Bukankah jauh lebih mudah untuk menulis “lalu semuanya lahir, hidup, dan mati”? Penekanan yang ingin disampaikan adalah lahir, hidup, dan mati adalah suatu kutukan bagi umat manusia yang bersifat personal.

Di dalam narasi lahir, hidup, dan mati Kejadian 5 ini, terdapat satu kisah yang berbeda yang membuat pasal ini menjadi menarik. Seorang tokoh bernama Henokh yang merupakan keturunan ketujuh dari Adam telah membuat kisah ini menjadi berbeda. Dia adalah orang yang mengalami kesadaran dan perubahan hidup pada masa mudanya. Ia adalah seorang yang bergaul karib dengan Tuhan; sebuah teladan bagi generasinya. Dia juga adalah orang pertama yang membicarakan eskatologi di seluruh sejarah manusia. Firman yang hidup di dalam dirinya telah menjadi teguran bagi manusia sezamannya agar bertobat. Dan akhirnya, dia adalah manusia pertama yang tidak mengalami kematian, tetapi diangkat oleh Tuhan. Di tengah sejarah kehidupan manusia yang hanya lahir dan mati, Henokh hadir untuk menyatakan bagaimana sesungguhnya menjadi manusia di dunia. Lebih daripada itu, Henokh di dalam konteks sejarah yang singkat, hadir untuk menjadi bayangan dari Kristus yang telah datang untuk seluruh konteks sejarah yang utuh demi menyatakan apa itu makna hidup yang sesungguhnya di dalam Tuhan.

Kesadaran yang Dini pada Usia Muda
Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengatakan, “Orang muda yang berhasil di mata Tuhan adalah orang muda yang sedini mungkin melihat rencana Tuhan.” Jika kita kaitkan kalimat ini dengan kehidupan Henokh, apakah ia dapat kita kategorikan sebagai orang yang berhasil? Henokh adalah keturunan ketujuh dari Adam. Pada usia 65 tahun, Henokh yang begitu muda mengambil suatu keputusan yang penting dalam hidupnya untuk bergaul dengan Tuhan. Pada masa tersebut, rata-rata generasi di atas dan di bawah Henokh hidup dengan umur 912 ± 54 tahun. Alkitab mencatat bahwa ia memperanakkan Metusalah pada usia 65 tahun kemudian ia menghabiskan 300 tahun hidupnya bergaul dengan Allah. Jika 912 tahun merupakan 100% dari proporsi umur hidup masa itu, saat itu Henokh baru mencapai 7% dari usia manusia sezamannya. Jika kita menggunakan usia Henokh selama di dunia yaitu 365 tahun, 65 tahun adalah 18% dari total usia pribadinya. Dengan skala yang mana pun, kita dapat mengatakan bahwa di dalam usia yang sangat muda, Henokh mengalami suatu kesadaran akan apa yang harus dia lakukan di dalam hidupnya. Dari manakah kesadaran itu? Tentunya iman timbul dari pendengaran akan firman. Dari mana ia mendengarkan firman? Tentunya dari warisan pengajaran nenek moyangnya yang dia terima secara lisan. Ibrani 11:5-6 telah menyatakan bahwa Henokh adalah orang yang beriman dan berkenan kepada Tuhan. Ia percaya bahwa Allah itu ada dan Henokh sungguh-sungguh mencari Dia.

Berapa banyak manusia yang hidup pada zamannya yang juga mengalami kesadaran seperti ini? Berapa banyakkah orang di sepanjang sejarah yang sugguh-sungguh mencari Tuhan sejak muda? Jika kita merefleksikan kehidupan kita di zaman ini yang begitu modern dan sekuler, masih mungkinkah orang muda memutuskan untuk hidup bagi Tuhan sejak usia muda? Kita hidup di suatu zaman teknologi yang menyediakan begitu banyak kemudahan dan informasi sehingga Tuhan tidak terasa begitu diperlukan, kecuali di saat-saat yang paling darurat atau ketika semua jalan sudah buntu. Banyak orang yang akhirnya baru mau taat kepada Tuhan setelah melalui sekolah penderitaan dan gang buntu.

Kasih karunia Tuhan yang bekerja melalui pengalaman hidup yang sulit membawa orang kepada kesadaran perlunya bergaul dengan Tuhan, tetapi sayangnya kita menyesal karena terlambat menyadari dan akhirnya hanya menikmati anugerah itu di sisa-sisa hidup. Banyak orang setelah usianya sudah lanjut baru sadar akan anugerah Tuhan ini. Banyak orang yang sudah berumur lanjut berkeluh kesah, menyatakan penyesalan hidup mereka mengapa baru bisa menyadari indahnya bergaul dengan Tuhan, melayani Tuhan, dan menjalankan kehendak-Nya, bukan pada saat mereka berusia muda. Mungkin uang ada, tetapi tenaga sudah tidak ada. Mungkin waktu relatif cukup, namun kesehatan sudah tidak mendukung. Berbahagialah manusia yang sejak muda memiliki suatu kesadaran pentingnya hidup bersama Tuhan.

Henokh hidup di dunia hingga usia 365 tahun. Usia ini kira-kira hanya 1/3 dari usia manusia normal pada zamannya. Tetapi jika kita harus memilih, manakah hidup yang lebih berarti? Hidup yang singkat namun hidup di dalam damai sejahtera bersama Tuhan? Atau hidup yang lama, tetapi tanpa suatu relasi yang karib dengan Tuhan? Yang penting bukan panjangnya umur, tetapi bagaimana dengan umur yang ada, kita dapat memuliakan Tuhan. Hidup Henokh selama 365 tahun adalah simbol dari jumlah hari dalam satu tahun, artinya tidak ada satu hari tanpa hidup bergaul dengan Tuhan. Angka ini Tuhan izinkan ada agar kita dapat merefleksikan hidup Henokh sebagai contoh hidup setiap hari bergaul dengan Tuhan. Kontras terhadap umur Henokh yang begitu singkat, Metusalah adalah manusia dengan usia tertua yang pernah tercatat di dalam sejarah manusia (969 tahun). Angka ini tidak menunjukkan bahwa anak dari Henokh tidak serohani seperti ayahnya, tetapi pada dua bagian berikutnya kita akan merefleksikan makna dari umur Metusalah serta kaitannya dengan nubuat Henokh.

Berjalan bersama Tuhan
Di dalam bahasa aslinya, kata “bergaul” lebih tepat diterjemahkan dengan kata “berjalan”. Henokh hidup berjalan dengan Tuhan. Di dalam Kejadian 3:8, dikatakan Adam bersembunyi saat dia mendengar bunyi langkah Tuhan yang berjalan di taman. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa Adam akrab dengan bunyi langkah Tuhan sehingga dia mengenal bunyi langkah itu. Adam pernah berjalan bersama Tuhan, tetapi setelah diusir keluar dari taman, Adam tidak lagi berjalan bersama Tuhan. Henokh adalah orang pertama yang dikatakan berjalan bersama Tuhan setelah peristiwa kejatuhan.

Ketika dua orang berjalan bersama, ada suatu hal yang sangat penting yang harus diperhatikan yaitu jarak dan kecepatan. Kecepatan jalan yang berbeda akan menyebabkan selisih jarak yang makin berbeda seiring berjalannya waktu, apalagi jika berjalan dengan durasi yang lama. Jika satu orang berjalan dengan cepat sedangkan orang yang lain berjalan lambat, pada akhirnya mereka tidak dikatakan berjalan bersama. Terlebih lagi, jika dua orang berjalan bersama-sama diikat oleh tali, bayangkan betapa menderitanya perjalanan itu karena perbedaan kecepatan. Yang berjalan cepat akan merasa susah karena harus menarik yang lambat. Yang berjalan lambat akan menderita juga karena diseret-seret oleh yang berjalan cepat. Pdt. Dr. Stephen Tong sering kali menyebut istilah kecepatan ini dengan istilah speedo.

Berjalan bersama menuntut kecepatan yang sinkron. Dalam hal ini, tentunya Tuhan adalah pemimpin jalan, maka Henokh yang berjalan bersama dengan Tuhan selama 300 tahun harus menyinkronkan speedo-nya agar tidak tertinggal. Ini adalah rahasia pelayanan yang sejati, yaitu berjalan sesuai dengan speedo Tuhan. Betapa sukacitanya seorang pelayan yang mampu berjalan sesuai dengan speedo Tuhan. Jika Gereja ingin mengalami suatu kebangunan rohani, Gereja harus mempunyai langkah yang sinkron dengan Tuhan. Pdt. Dr. Stephen Tong mendefinisikan kebangunan Gereja yang sejati demikian, “To speed up the slowing down steps of the church to walk in accordance with the speed of the Holy Spirit and His guidance according to the eternal will as planned by God”(mempercepat langkah Gereja yang sudah pelan untuk berjalan sesuai dengan kecepatan Roh Kudus dan pimpinan-Nya sesuai dengan rencana kekal Allah).

Seorang businessman akan sangat kecewa dengan pegawai-pegawai yang tidak mampu bekerja dengan jadwal dan target yang telah ditetapkan. Jika ia meminjam uang dari bank, ia akan berusaha setengah mati mengatur rencana dan kerjanya agar seluruh perusahaan dapat mengembalikan uang sesuai dengan perjanjian. Jika di dalam dunia usaha saja kita bisa memiliki mentalitas yang sedemikian, mengapa di dalam pelayanan kita tidak mampu berpikir dengan cara yang sama? Gereja sudah sedemikian tertinggal di dalam mengerjakan apa yang sebenarnya Tuhan inginkan. Jangan sampai Gereja hanya bangga dengan pencapaian di masa lalu dan tidak memikirkan pekerjaan apa yang menanti di depan. Kesadaran akan sinkronisasi speedo seharusnya menjadi motivasi agar kita memecut diri di dalam ketertinggalan mengikuti langkah Tuhan.

Melihat sampai Akhir Zaman
Henokh adalah orang pertama di dalam Alkitab yang membahas tentang eskatologi. Kitab Yudas ditulis agar pembaca berjuang di dalam mempertahankan iman sebab banyak orang fasik yang menyelusup di antara mereka. Di dalam Yudas 14-16, penulis mengutip Henokh bernubuat mengenai kedatangan dan penghakiman Tuhan. Kefasikan manusia yang dicatat pada ayat tersebut mencakup kata-kata nista, menggerutu, mengeluh, tidak puas akan hidup, hidup menurut hawa nafsu, berkata yang bukan-bukan, dan menjilat orang untuk mencari keuntungan. Rupanya sifat manusia yang seperti ini juga sudah ada sejak zaman Henokh bahkan terus sampai masa Nuh. Jarak antara Henokh terangkat dan Nuh lahir hanya berselisih 69 tahun. Di dalam Kejadian 6:5, penulis menyatakan bahwa segala kecenderungan hati manusia selalu berbuat kejahatan semata-mata. Henokh hidup di tengah angkatan yang jahat. Kesetiaan Henokh berjalan bersama Tuhan tidak terjadi dengan mudah, sebab lingkungan di sekitar dia sama sekali tidak mendukung. Orang kudus Tuhan pasti selalu menderita hidup di tengah manusia-manusia fasik. Orang-orang keturunan Set yang hidup sebelum Henokh pasti sudah merasakan penderitaan kefasikan manusia. Kejadian 4 mengontraskan kehidupan antara dua keturunan, yaitu antara Kain dan Habel, antara keturunan Kain dan keturunan Set. Keturunan Kain adalah manusia-manusia jahat, sekalipun mereka membangun kota-kota dan peradaban. Keturunan Habel yang digantikan Set adalah sekelompok orang yang disebut sebagai orang yang “memanggil nama Tuhan” (Kej. 4:26). Demikian juga, Metusalah, Lamekh, dan Nuh yang hidup setelah Henokh dan mewarisi iman Henokh pasti mengalami penderitaan hidup.

Di tengah penderitaannya hidup di antara kefasikan manusia di zamannya, Henokh yang karib dengan Tuhan bernubuat bagi zamannya mengenai penghakiman Tuhan. Betapa berbahagianya ketika di tengah penderitaan hidup bagi Tuhan kita dapat mendengar kalimat penghiburan dari seorang nabi. Henokh secara tidak langsung ingin mengatakan bahwa janganlah kita sebagai orang yang ikut Tuhan merasa tawar hati. Setiap ketaatan dan perjuangan mempertahankan iman pasti akan dihargai oleh Tuhan. Sedangkan mereka yang fasik dan hidup sembarangan, suatu hari harus bertanggung jawab di hadapan takhta Tuhan dan akan diadili menurut perbuatan mereka.

Nubuat yang Henokh nyatakan berlaku untuk dua kategori, yaitu di akhir sejarah dan di dalam sejarah. Penghakiman terakhir di akhir sejarah mengajarkan bahwa semua manusia yang hidup di dunia akan menghadap pengadilan Tuhan, dan mengalami hukuman bagi yang tidak taat. Penghakiman yang terjadi di dalam sejarah sebenarnya menunjuk kepada nubuat mengenai datangnya air bah pada masa Nuh. Nama yang Henokh berikan kepada anaknya adalah Metusalah yang artinya adalah, “Saat dia meninggal, dunia berakhir.” Henokh menaruh nubuat bagi zamannya pada nama anaknya sendiri dan hal ini benar-benar terjadi.

Metusalah hidup dari tahun ke 687-1656 dari Adam. Lamekh hidup tahun ke 874-1651 dari Adam. Hal ini menunjukkan bahwa Lamekh meninggal lima tahun sebelum Metusalah. Air bah terjadi pada tahun ke 1656 setelah Adam, yaitu pada tahun yang sama ketika Metusalah meninggal. Metusalah adalah satu-satunya tokoh di Kejadian 5 yang hidup lebih lama dari anaknya. Enos, Kenan, Mahalaleel, dan Yared masih pernah hidup dengan Nuh, tetapi ketika Nuh membangun bahtera selama 120 tahun, hanya Metusalah dan Lamekh yang masih hidup. Lamekh meninggal lima tahun sebelum air bah, sedangkan Metusalah meninggal pada tahun yang sama. Jika Metusalah masih hidup, seharusnya ia juga masuk ke dalam bahtera karena dia juga adalah orang benar. Ada beberapa penafsir yang mengatakan Metusalah meninggal tujuh hari sebelum air bah karena dari saat Nuh masuk ke dalam bahtera (Kej. 7:7) beserta segala binatang, ada jeda tujuh hari sebelum air bah datang (Kej. 7:10).

Penafsir menyatakan tujuh hari jeda ini adalah masa perkabungan kematian Metusalah. Jika tafsiran ini tepat, benar-benar setelah Metusalah meninggal, air bah datang dan menghabisi semua manusia di bumi. Di sinilah kita dapat mengerti bahwa umur Metusalah yang begitu panjang adalah untuk menyatakan kesabaran Tuhan dan menggenapi rencana Tuhan.

Henokh: Pahlawan Iman yang Tidak Mengalami Kematian
Ibrani 11 mencatat barisan nama pahlawan iman yang sudah hidup sebelum kita di mana mereka telah menjadi saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita (Ibr. 12:1). Tujuan dari hal ini adalah agar kita dapat meneladani mereka. Hidup Henokh telah menjadi contoh agar kita bergaul dengan Tuhan sedini mungkin, setiap hari berjalan dengan Tuhan, dan hidup menggemakan suara kenabian di zaman ini mengenai kebenaran Tuhan.

Hal terakhir yang mampu kita pelajari dari kisah Henokh adalah ia tidak mengalami kematian. Keunikan yang Henokh miliki adalah Tuhan mengangkat dia ke sorga. Dua tokoh lain di Alkitab yang diangkat ke sorga adalah Elia dan Yesus. Mengapakah Henokh harus diangkat ke sorga? Kenapa Henokh tidak perlu mengalami kematian (Ibr. 11:5)? Tuhan ingin mengajarkan kepada kita melalui Henokh bahwa setiap orang yang beriman kepada-Nya tidak akan mengalami kematian kekal. Yesus mengatakan bahwa Dia adalah kebangkitan dan hidup, barang siapa percaya kepada-Nya akan hidup walaupun sudah mati. Pdt. Dr. Stephen Tong mengatakan bahwa siapa yang berada di dalam Adam lahir satu kali namun mati dua kali, sebaliknya siapa yang berada di dalam Kristus lahir dua kali namun hanya mati satu kali. Kita harus memahami bahwa ada lahir di dunia dan ada lahir baru, ada mati jasmani, dan mati selama-lamanya. Di dalam iman kita kepada Kristus, kita tidak perlu mengalami kematian yang selama-lamanya. Henokh dimunculkan sebagai suatu contoh akan kematian kekal yang tidak perlu dialami oleh orang-orang percaya jika kita percaya kepada Kristus. Ibrani 11:5-6 mengatakan bahwa sebelum Henokh terangkat, Henokh telah memperoleh kesaksian bahwa ia berkenan kepada Allah. Tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah.

Henokh adalah tipologi dari Kristus. Perkenanan Tuhan kepada kita tentu saja bukan karena apa yang ada di dalam diri kita. Tuhan berkenan karena kita ada di dalam Kristus. Kristus adalah satu-satunya manusia yang berkenan kepada Allah sebab Kristus adalah manusia sejati yang taat kepada Bapa. Kita, yang telah menerima Alkitab secara utuh dan mampu melihat seluruh sejarah keselamatan dengan lebih jelas, seharusnya berespons terhadap kebenaran ini dengan melanjutkan perjuangan iman Henokh di zaman ini.

Saksi-saksi iman yang disebutkan dalam Ibrani 11 tidak eksklusif hanya untuk nama-nama tersebut saja. Penulis Ibrani mengatakan bahwa ia kekurangan waktu apabila ia harus menceritakan seluruh tokoh yang lain. Di dalam Ibrani 11:40b tertulis, “Tanpa kita mereka tidak sampai kepada kesempurnaan.” Kalimat ini adalah kalimat yang sangat mengejutkan. Ini adalah suatu konsep regenerasi yang ingin disampaikan penulis agar kita juga melanjutkan iman yang telah mereka hidupi. Tidak mencapai kesempurnaan bukan berarti apa yang mereka lakukan masih kurang. Lagi pula kita percaya bahwa Kristus adalah penyempurna iman itu (Ibr. 12:2). Oleh sebab itu, kesempurnaan yang kita kontribusikan lebih merujuk kepada keberadaan kita sebagai alat untuk memenuhi seluruh kehendak Tuhan di zaman yang sedang kita hidupi.

Refleksi Penutup
Sebagai pemuda-pemudi Kristen yang hidup di zaman ini, sudah seberapa sungguh-sungguhkah kita mencari Tuhan? Seberapa sungguhkah kita menjaga speedo langkah kita sesuai dengan speedo langkah Tuhan di dalam penggenapan kehendak-Nya? Berapa banyak harikah yang sudah kita lewatkan tanpa bersama Tuhan? Berapa banyak firmankah yang sudah kita bagikan kepada orang-orang di sekitar kita baik untuk menghibur maupun menegur? Apakah orang-orang mampu melihat firman di dalam diri kita? Apakah kita mencerminkan Kristus melalui hidup kita? Kiranya hidup Henokh mampu menjadi suatu bahan refleksi agar kita mampu makin berjalan bersama dengan Tuhan sesuai isi hati-Nya.

Abraham Madison Manurung
Pemuda FIRES