Artikel
“Apa yang terjadi di Areopagus?” Ini adalah pertanyaan yang saya tanyakan di dalam artikel PILLAR berjudul “Pemuda dan Pertanggungjawaban Iman” pada bulan Februari 2020 lalu.[1] Secara singkat, artikel tersebut membahas pertanggungjawaban iman berdasarkan 1 Petrus 3:15 yang memberikan beberapa prinsip dalam berapologetika, yaitu: melakukannya dengan sikap yang benar, bersandar pada anugerah Tuhan, dan menjadikan firman Tuhan sebagai satu-satunya otoritas (dasar presuposisional). Aplikasi dari ketiga prinsip tersebut selanjutnya dibahas melalui kisah Paulus di Athena (Kis. 17:16-34). Kisah Athena pun sebenarnya terbagi menjadi dua babak: babak pertama di Agora (pasar) dan babak kedua di Areopagus. Artikel tersebut baru membahas babak pertama. Artikel ini mengajak kita untuk zoom in pada apa yang terjadi di Areopagus.
Artikel
Apakah kesan yang paling pertama muncul di benak kita jika mendengar kata “apologetika”? Rumit? “Membela” Allah? Perlu cari banyak bukti? Buang-buang waktu?
Artikel
Secara harfiah, arti nama Yakub adalah “memegang tumit seseorang”, yang secara kiasan di masa itu artinya adalah penipu. Realitasnya, Yakub hidup dengan menipu dan ditipu orang-orang di sekitarnya. Ia menipu Esau dengan semangkuk kacang merah. Yakub juga menipu ayahnya untuk mendapatkan berkat anak sulung. Ia menipu dan juga ditipu oleh Laban. Namun di balik kejadian tipu-menipu tersebut, Tuhan mereka-rekakannya menjadi turning point kehidupan Yakub.
Artikel
Salah satu kegagalan terbesar kita di dalam mempertanggungjawabkan iman adalah kegagalan kita melihat kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia. Bukankah Allah tidak memerlukan apa pun?
Artikel
Berbicara lebih dalam lagi seputar hasil pemikiran Romantisisme tentang cinta, orang-orang pengikut Romantisisme percaya bahwa jika mereka telah menemukan cinta sejati, mereka tidak akan pernah lagi mengalami kesepian, serta akan bahagia selamanya. Sejak zaman Romantisisme, para filsuf dan penulis novel membentuk pola pikir agar masyarakat percaya bahwa setiap orang memiliki “soulmate” dan setiap orang bebas mengekspresikan perasaan cintanya di luar alasan-alasan dan tradisi-tradisi rasional sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.
Artikel
Generasi milenial disebut sebagai generasi yang memiliki tingkat konsumsi tinggi. Menikmati secangkir kopi yang sedang ‘happening’ setiap hari dianggap lebih bernilai dibanding menabung untuk membeli rumah bagi masa depan.
Artikel
Sungguh besar kesetiaan Tuhan jika kita yang sedang membaca saat ini masih bisa masuk ke dalam tahun 2018. Kebesaran Tuhan yang membawa kita masuk ke dalam tahun yang baru ini juga seharusnya membawa kita untuk terus menyadari bahwa pimpinan Tuhan di dalam Gerakan Reformed Injili ini begitu ajaib. Bagaimana kita melihat dari atas, seluruh pergerakan sejarah umat Tuhan, sampai kepada generasi pemuda Reformed Injili yang hidup hari ini?
Artikel
Pluralitas masyarakat pasti ada dalam kehidupan bernegara di zaman modern ini. Globalisasi dan digitalisasi adalah dua gerakan yang sangat memengaruhi pluralitas tersebut. Hal ini dijelaskan dengan sangat menarik oleh Thomas L. Friedman di dalam bukunya The World is Flat.
Artikel
Kekristenan pada zaman ini banyak mengalami kegagalan dalam pembelajaran doktrin-doktrin Kristen. Kita gagal untuk mengerti doktrin secara luas atau berlimpah tetapi juga utuh sebagai satu sistem atau kerangka iman. Sehingga pembelajaran doktrin adalah pembelajaran yang sifatnya hanya menambah informasi.
1. Bersyukur untuk kondisi pandemi COVID-19 yang sudah makin melandai. Berdoa kiranya setiap orang Kristen mengambil kesempatan untuk dapat memberitakan Injil dan membawa jiwa-jiwa kepada Kristus terutama di dalam momen Jumat Agung dan Paskah di bulan ini. Bersyukur untuk ibadah fisik yang sudah dilaksanakan oleh banyak gereja dan bersyukur untuk kesempatan beribadah, bersekutu, dan saling menguatkan di dalam kehadiran fisik dari setiap jemaat.