Sebagian besar dari kita ketika mendengar kata “pecandu” akan mengaitkannya dengan orang-orang yang terikat narkoba atau minuman keras. Lebih luas lagi, kecanduan saat ini dapat dipakai dalam berbagai konteks, seperti kecanduan dengan gula, kafein, kokaina, diet, jatuh cinta, marah, dan sebagainya. Substansi seperti ini dikatakan membuat kecanduan karena dapat memberikan efek secara langsung pada fisik kita dalam waktu yang relatif singkat. Pada kadar yang cukup, substansi ini dapat membuat seseorang menjadi ketergantungan. Para psikolog mengatakan bahwa ini adalah penyakit. “Mereka sudah berusaha menolaknya, tetapi mereka tetap mengonsumsinya sambil merasa bersalah.” Inilah yang menjadi dasar para psikolog mengklaim bahwa mereka patut diperlakukan selayaknya orang yang sakit diabetes, jantung, mata, kaki, dan sebagainya. Bedanya adalah penyakit para pecandu terletak pada otak mereka. Tetapi para psikolog dan dokter hanya mampu mendeteksi penyakit ini secara fisik dan tidak mampu menjelaskan dari mana asal kecanduan tersebut, apalagi memiliki obat untuk memulihkan kembali ke keadaan yang lebih baik.
Alkitab mengatakan bahwa kecanduan adalah akibat dari dosa. Edward T. Welch dalam bukunya Addiction, mendefinisikan kecanduan sebagai kondisi di mana kita menjadikan diri sebagai budak dari substansi, aktivitas, atau keadaan pikiran, yang menjauhkan diri kita dari kebenaran, sehingga sebesar apa pun konsekuensinya, tidak akan membawa kepada pertobatan, malah menjauh dari Tuhan. Dalam hal ini, yang dimaksud oleh Welch adalah kecanduan itu tidak harus bergantung pada substansi tertentu atau kegiatan tertentu, tetapi juga segala sesuatu yang membawa kita menjauh dari Tuhan, yaitu berhala kita.
Berhala yang memberikan dampak buruk secara langsung atau kelihatan, akan dijauhi oleh sebagian besar orang. Contohnya, seperti pecandu narkoba yang banyak merusak relasi dengan orang yang mereka kasihi. Namun yang lebih berbahaya dari kecanduan seperti ini adalah berhala yang tidak terlihat bahayanya, karena mereka bisa menjadi seperti silent killer atau bahkan “musuh di dalam selimut”. Misalnya tindakan-tindakan seperti altruis dan humanis. Mereka adalah orang-orang yang terlihat berusaha untuk menegakkan hak asasi manusia. Hal ini tentunya terlihat baik, akan tetapi kita sering lupa bertanya keadilan seperti apa yang sedang ditegakkan. Kita lebih sering berpikir bahwa kita dapat mencapai keadilan dan kesalehan di luar Tuhan. Namun, keadilan yang kita tegakkan malah menjadi alat untuk pembalasan dendam atau pemuasan diri, bukan menegakkan keadilan seperti yang Tuhan perintahkan.
Perbuatan yang terlihat baik sebenarnya belum tentu merupakan hal yang baik di hadapan Tuhan. Kekristenan adalah satu-satunya agama yang membahas bahwa dosa itu tidak hanya sebatas tindakan, tetapi juga pikiran yang berdosa (Mat. 5:27-28). Hal ini jugalah yang dialami oleh Adam dan Hawa ketika jatuh dalam dosa. Mereka mau menjadikan diri seperti Allah dan menentukan apa yang baik dan apa yang jahat. Bukankah kita juga seperti ini? Kita sering menentukan apa yang baik dan jahat bagi diri kita sendiri. Kita kecanduan terhadap konsep pikiran kita sendiri. Kita sering merasionalisasi firman Tuhan untuk memutlakkan diri kita yang salah. Hal-hal yang kita pilih mungkin tidak terlihat konsekuensinya saat ini sebagaimana yang dialami oleh pecandu narkoba atau peminum. Namun Alkitab mengatakan bahwa konsekuensi itu akan kita tanggung nanti saat di hari penghakiman terakhir.
Untuk itu, marilah kita merendahkan diri dan mengaku bahwa hanya dengan cara Tuhan sajalah kita bisa lepas dari candu-candu yang ada. Hanya melalui jalan salib, yaitu percaya kepada Kristus yang sudah mati dan bangkit, barulah relasi kita bisa dipulihkan dengan Allah dan makin dikuduskan di hadapan Tuhan. Mari kita menyelidiki diri kita, kecanduan apa yang ada dalam diri kita sehingga menghalangi kita untuk tunduk dan taat kepada Tuhan.
Stephanie
Pemudi FIRES
Referensi:
Welch, Edward T. 2011. Addiction: A Banquet in the Grave: Finding Hope in the Power of the Gospel. P&R Publishing Company: Phillipsburg, New Jersey.