“The Sproul family has shared the sad news with us that our founder, Dr. R.C. Sproul, went home to be with the Lord this afternoon.”
Demikian diumumkan melalui akun media sosial dari Ligonier Ministries pada 14 Desember 2017. Robert Charles Sproul adalah seorang theolog Reformed yang lahir pada tanggal 13 Februari 1939 di Pennsylvania, Amerika Serikat. Beliau melayani Tuhan berpuluh-puluh tahun melalui khotbah-khotbah yang disampaikan setiap minggu di Saint Andrew’s Chapel, pengajaran melalui Renewing Your Mind, buku The Holiness of God, Chosen by God, Reformation Study Bible, dan lain-lain, termasuk mendirikan Ligonier Ministries pada 1960. Ketika diumumkan bahwa R.C. Sproul telah berjumpa muka dengan muka dengan Kristus, ini tentu menjadi suatu kehilangan bagi orang Kristen. Ia merupakan seorang theolog Reformed yang agung yang dimiliki orang Kristen pada zaman ini. Melalui pengajaran-pengajaran yang diberikan, kemampuan berkomunikasi dalam menyampaikan topik-topik yang sulit menjadi sederhana, ia telah memberikan dampak yang begitu besar dan telah mengajarkan kita salah satu hal yang paling penting dalam hidup: If you neglect the study of God’s word, your life will be incomplete. You will be missing out on this treasury of truth. Kalimat tersebut dikatakan oleh R.C. Sproul di dalam tulisannya yang berjudul The Value of Scripture. Ada begitu banyak hal mengenai kekristenan dan kehidupan yang dibahas oleh R.C. Sproul dan setiap pembahasannya adalah pembahasan yang ketat, detail, dan selalu kembali kepada firman Tuhan.
R.C. Sproul juga dikenal sebagai seorang apologis. Pada tahun 1980 hingga 1995, ia mengajar di Reformed Theological Seminary sebagai profesor theologi sistematika. Kemudian pada tahun 1995 hingga 2004, ia melayani sebagai profesor theologi sistematika dan apologetika di Knox Theological Seminary. Di dalam salah satu seri pengajarannya yang berjudul Defending Your Faith, salah satu topik yang dibahas adalah mengenai apologetika. Ada begitu banyak bahasan di dalamnya, seperti Pre-Evangelism, Law of Causality, Natural Theology, Aquinas vs. Kant, The Case for God, The Psychology of Atheism, The Deity of Christ, dan lain-lain. Namun, ada dua hal penting mengenai apologetika yang diambil dari seri pengajaran tersebut dan harap dapat menjadi pemahaman dasar bagi kita, yaitu “Apa itu apologetika?” dan “Mengapa berapologetika?”
What is Apologetics?
Apologetika berasal dari bahasa Yunani atau bahasa Gerika, yaitu apologia. Apologia berarti memberikan sebuah jawaban atau sebuah penjelasan untuk pembelaan. Apologetika di dalam kekristenan berarti memberikan sebuah pertanggungan jawab atau pembelaan terhadap iman Kristen. R.C. Sproul mengatakan apologetika adalah “Providing an intellectual defense for the truth claims of the Christian faith.”
Di dalam Kisah Para Rasul 17:16-34, ketika berada di Atena, kota yang penuh dengan patung-patung berhala, Paulus berapologetika dengan kaum intelek, yaitu Stoa dan Epikurean. Paulus menjelaskan tentang Mesias yang dianggap sebagai dewa asing. Di Areopagus, Paulus melakukan apologia. Ia memberikan penjelasan, klarifikasi, jawaban tentang kekristenan. Paulus memberikan penjelasan mengenai siapa Allah, yaitu yang menciptakan bumi dan segala isinya, yang tidak bergantung kepada manusia. Kemudian Paulus juga menjelaskan mengenai kebangkitan Kristus dari antara orang mati dan penghakiman Allah.
Ada begitu banyak tuduhan negatif yang muncul kepada kekristenan, tetapi kekristenan tidak pernah mati karena tuduhan-tuduhan itu. Mengapa? Salah satunya adalah karena ada orang-orang yang memberikan penjelasan, berapologetika, dengan penuh tanggung jawab dan logis. Kekristenan akan terus dihina, dianggap bodoh, dan akan mati jika orang Kristen tidak dapat memberikan pertanggungan jawab yang logis. R.C. Sproul mengatakan apologetika adalah memberikan “…intellectual defense…”. Ada kata “intelektual” yang digunakan dan itu berarti bahwa di dalam berapologetika, kita memberikan jawaban, penjelasan, yang logis dan tepat.
Why Apologetics?
R.C. Sproul mengatakan, “We live in a culture where the truth claims of Christianity are not only rejected, they are ridiculed.” Pada zaman ini, ketika orang-orang mengatakan percaya kepada Tuhan adalah hal yang tidak ada pembuktian secara ilmiah, merupakan suatu kebodohan, dan tidak rasional, mengapakah gereja menyerahkan “pertahanan” untuk berapologetika kepada orang-orang yang mengatakan demikian? Orang-orang mengatakan bahwa orang Kristen yang percaya kepada Tuhan, kepada Allah Tritunggal, adalah orang-orang yang melakukan hal yang tidak masuk akal dan tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Sayangnya, kekristenan pada zaman ini adalah kekristenan yang seolah-olah memang tidak mampu memberikan pertanggungan jawab yang jelas. Orang Kristen memiliki cara berpikir dan cara bertindak yang salah dengan hanya mengutamakan feeling ketika membicarakan tentang Tuhan. Dengan kata lain, ketika membicarakan tentang Tuhan, tidak diperlukan suatu tuntutan akademis atau tuntutan intelektual, yang penting perasaan bahwa kita berada di dekat Tuhan, perasaan disentuh oleh Tuhan, terharu, dan sebagainya.
Orang-orang Kristen yang memiliki konsep salah seperti itu mungkin adalah kita. Mungkin kita adalah orang-orang Kristen yang justru membuat kekristenan dihina karena tidak ada pertanggungan jawab secara logis yang dapat kita berikan. Kemungkinan lain adalah kita memang tidak mengutamakan feeling seperti itu, tetapi kita pun tidak sanggup memberikan penjelasan yang seharusnya karena tidak memperlengkapi diri dengan kebenaran firman Tuhan.
R.C. Sproul mengatakan, “It is irrational to deny the existence of God and unscientific to reject the historic truth claims of Jesus of Nazareth.” Rasio dan penyelidikan empiris/ilmiah adalah “alat pengetahuan” yang Tuhan berikan kepada manusia untuk berpikir, untuk belajar, untuk melakukan pengujian, dan untuk menemukan kebenaran. Jika kita percaya bahwa firman Tuhan adalah kebenaran, seharusnya kita tidak perlu takut atau bahkan asing dengan hal yang rasional. Seharusnya kita bisa berapologetika, menjelaskan apa yang kita percayai dan mengapa kita percaya dengan semua hal yang logis dan bukan feeling saja. Kita tidak perlu takut jika apa yang disampaikan itu diuji atau dipertanyakan oleh orang, karena kebenaran sejati memang untuk didiskusikan dan tidak akan berubah. Maka, hal pertama mengapa kita berapologetika adalah karena iman dan rasio bukanlah hal yang harus dipertentangkan, tidak berkait, dan berbeda. Rasio tidak boleh dan tidak bisa dipisahkan ketika menjelaskan mengenai Tuhan, karena Tuhan pun menciptakan manusia dengan rasio.
Di dalam Theologi Reformed, kita percaya apa yang dikatakan John Calvin, bahwa hati seseorang tidak akan bisa berubah untuk percaya kepada Kristus, sekalipun dengan segala argumen, data, dan fakta yang mendukung, kecuali jikalau Roh Kudus berbelas kasihan dan mengubahkannya. Jika demikian, untuk apa kita berapologetika? Mengapa kita harus mempelajari firman Tuhan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dan tuduhan orang lain mengenai kekristenan jika mereka juga tidak akan berubah kecuali karena Roh Kudus? R.C. Sproul menyimpulkan dari Calvin, yaitu bahwa apologetika adalah mandat bagi orang Kristen, seperti yang diperintahkan dalam 1 Petrus 3:15. Ketika ada keberatan, pertanyaan, ataupun tuduhan terhadap kekristenan, adalah tugas orang Kristen untuk memberikan respons terhadap itu semua, satu demi satu. Maka, hal kedua yang menjadi dasar dari mengapa berapologetika adalah 1 Petrus 3:15 yang mengatakan, “Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat.”
Apologetika dan Kehidupan Kristen
Memberikan klarifikasi dan pembelaan terhadap iman Kristen kepada orang-orang yang terus mempertanyakan adalah hal yang indah bagi orang Kristen karena di sana menjadi satu kesempatan untuk mengabarkan Injil. Dalam melakukan hal tersebut, selalu ada doa dan harapan bahwa orang itu digerakkan oleh Roh Kudus dan menerima Kristus. Ketika kita berdoa dan berharap demikian, tentu itu bukan hanya ucapan di mulut yang kemudian “dilempar” kepada Tuhan dan menjadi urusan Tuhan. Memang benar bahwa hanya Roh Kudus saja yang dapat mengubah hati seseorang. Namun, ketika kita menamakan diri sebagai orang Kristen, pengikut Kristus, tentu kita akan hidup dengan sebaik mungkin karena kita tahu kita hidup di hadapan Allah dan bagi Allah. R.C. Sproul mengutip apa yang dikatakan di zaman Reformasi sebagai coram Deo. “To live coram Deo is to live one’s entire life in the presence of God, under the authority of God, to the glory of God.” Termasuk juga di dalam berapologetika, kita akan melakukannya dengan sebaik mungkin. Bagaimana? Dengan bertanggung jawab di dalam iman kepada Tuhan dan mempelajari firman Tuhan baik-baik agar kekristenan tidak dihina karena kemalasan dan kebodohan kita. Kiranya nama Tuhan dipermuliakan melalui hidup kita.
Sharon Nobel
Pemudi GRII Bandung