Refreshing Yuk!

Hari-hari melelahkan masih saja belum lewat. Rasanya otak sudah tidak mampu lagi untuk menghafal pelajaran yang begitu rumit. Apalagi sejarah yang mempunyai banyak sekali hafalan. Entah nama tempat, tanggal-tanggal, nama-nama tokoh, dan masih banyak lagi. Juga matematika yang sangat memusingkan kepala, khususnya yang namanya logika. Begitu rumitnya matematika ini sehingga banyak sekali anak-anak yang membenci matematika. Meskipun begitu, anak-anak masih bisa saja memikirkan rencana mengisi waktu luang ataupun liburan kenaikan kelas. Masing-masing mempunyai rencana dan jadwal sendiri untuk beristirahat atau dalam bahasa keren-nya ‘refreshing’. Entah ke tempat hiburan seperti bioskop, DuFan, atau ke luar kota maupun ke luar negeri. Siswa-siswi tidak sabar menunggu ‘hari refreshing’ mereka yang akan mereka gunakan untuk bersantai dan untuk melepaskan beban yang ada di dalam otak mereka.

Akhirnya, hari refreshing yang ditunggu-tunggu datang juga. Mereka menghabiskan waktu untuk santai dan istirahat yang tiada habisnya. Anggapannya seperti mereka mau “membalas dendam” karena sudah terlalu letih bekerja keras. Otak harus diistirahatkan terlebih dahulu dan jika ditanya alasannya, maka mereka akan menjawab, “Khan tubuh perlu istirahat, maka otak pun juga perlu istirahat.” Refreshing terus dijalankan, hari demi hari berlalu. Hari refreshing yang sedikit itu lewat begitu cepatnya. Anak-anak begitu menyesal ketika melihat dan baru menyadari bahwa dua hari lagi mereka akan kembali sekolah.

Apa yang ada dalam benak kita tentang refreshing? Apa yang dimaksud dengan istirahat dalam kehidupan orang Kristen? Seringkali kita berpikir bahwa refreshing itu adalah saat-saat di mana kita melakukan apa saja yang kita mau perbuat. Terserah apa saja yang menurut kita itu pantas-pantas saja dilakukan, seperti main game, nonton, jalan-jalan, atau sekedar tidak melakukan apa-apa. Orang tua boleh memberikan pengajaran, orang lain boleh protes tentang apa yang kita perbuat. Tetapi menurut kita halal-halal saja tuh… Boleh-boleh saja tuh… Statement seperti itu menyatakan bahwa kita tidak mau belajar mengikuti Tuhan, menyangkal diri, memikul salib, dan ingin menjalankan keinginan diri sendiri. Atau dalam bahasa lainnya adalah egosentris. Secara tidak sadar kita telah menjadikan diri kita allah. Kita tidak menjadikan Allah itu Allah, tetapi diri kita, keinginan kita, dan kesenangan kita adalah allah kita.

Lebih gawat lagi kita menghabiskan waktu yang Tuhan sudah berikan kepada kita itu dengan percuma dan menghalalkannya dengan istilah-istilah rohani seperti sabat untuk istirahat, mandat budaya untuk nonton, maupun jalan-jalan. Rasul Paulus memperingatkan di Kol. 4:5b dan Ef. 5:16 tentang waktu yang ada, yang diberikan Tuhan kepada kita. Waktu ini lewat cepat sekali dan tidak bisa kembali lagi. Jadi sekali lewat, lewat begitu saja dan kita tidak bisa memperbaikinya. Maka itu, setiap detik yang Tuhan berikan kepada kita, harus kita manfaatkan sebaik-baiknya, harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan sebaik-baiknya. Jangan sampai anugerah itu lewat begitu saja dan disia-siakan. Anugerah Tuhan itu adalah kemurahan Tuhan kepada manusia. Manusia yang tidak bisa ngapa-ngapain diberi Tuhan suatu kemurahan untuk bisa ngapa-ngapain. Ngapa-ngapain itu dalam arti melaksanakan kehendak Tuhan. Kehendak yang Tuhan mau kita hidupi. Tetapi sering kali kita menganggap anugerah itu tidak ada dan kita bisa ngapa-ngapain semau kita. Dan bahkan karena kita sudah sering mendengar firman Tuhan, kita memperalat istilah-istilah rohani untuk membenarkan diri, seperti statement menjalankan hari sabat untuk mengistirahatkan diri. Sebenarnya kita tidak menjalankan hari sabat, kita hanya memperalat statement itu untuk menghalalkan apa yang kita ingini.

Manusia sudah jatuh ke dalam dosa maka segala sesuatu menjadi rusak. Di dalam kerusakan ini kita mempunyai banyak sekali kelemahan. Salah satu contohnya adalah tentang istirahat. Dalam kehidupan orang Kristen tetap ada yang namanya istirahat. Tetapi konteks-nya lain. Istirahat yang orang dunia pikir adalah “memanjakan diri”. Di mana diri atau tubuh itu perlu banyak “perhatian”, dalam arti lebih banyak memikirkan tubuh itu daripada memikirkan pekerjaan Tuhan. Lama kelamaan tubuh tersebut bisa menjadi allahnya dia. Istirahat dalam pikiran orang Kristen adalah istirahat di dalam Tuhan di mana kita menikmati Tuhan. Kita melihat pekerjaan Tuhan, kehendak Tuhan terjadi dalam diri kita dan kita bisa dipakai untuk kemuliaan nama Tuhan. Alangkah indahnya jika setiap kita dipakai Tuhan. Sebaliknya, hidup ini akan mengerikan sekali jika Tuhan sudah tidak mau memakai kita sebagai alat-Nya. Kita harus ingat setiap saat bahwa Tuhan tidak perlu kita tetapi kitalah yang perlu Tuhan. Kita ini hanya ciptaan. Tetapi kita juga sudah diberikan kekuatan oleh Tuhan untuk melakukan pekerjaan-Nya. Dengan tetap rendah hati dan membuka diri untuk terus diperbaiki dalam menggenapkan kehendak-Nya serta berani menerima pengkoreksian dan kesulitan yang ada, niscaya kita akan semakin serupa dengan Kristus.

Di dalam cerita di awal tadi, diceritakan bahwa mereka yang sudah penuh dengan pelajaran yang rumit, seharusnya mereka berpikir bagaimana bisa belajar lebih rajin. Tetapi mereka masih saja sempat-sempatnya memikirkan untuk rencana liburan mereka. Memang tidak salah jika kita memikirkan tentang apa yang mau dikerjakan di masa liburan. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah mereka rela memikirkannya bahkan di masa-masa genting, dan ironisnya, mengapa pekerjaan Tuhan tidak dipikirkan sama sekali? Mengapa bisa begitu? Bukankah seharusnya pikiran kita hanya dan harus terus tertuju untuk memuliakan nama Tuhan saja? Di dalam dosa, pikiran kita telah diputarbalikkan sehingga segala sesuatu hanya untuk diri. Untuk diri kita menjadi lebih “excited” dibanding kita merenungkan dan menggumulkan firman Tuhan. Itu DOSA! Untuk apa manusia dicipta? Jawaban standar kita adalah untuk memuliakan Tuhan. Tetapi, apakah kita telah melaksanakan tujuan kita dicipta? Inilah yang menjadi pertanyaan yang sulit untuk dijawab dan dilaksanakan.

Dosa akan selalu menjadi tantangan bagi kita dalam melaksanakan pekerjaan Tuhan. Tetapi, itu tidak menjadi alasan bagi kita untuk melupakan Tuhan. Tuhan telah memberikan kita kekuatan untuk melawan dosa karena Tuhan telah menang atas dosa. Tuhanlah sumber kekuatan bagi kita untuk mengetahui mana maunya Tuhan dan yang mana maunya manusia. Tanpa Tuhan kita tidak bisa melawan atau maju melewati rintangan tersebut. Kita akan menjadi ikan mati yang diseret arus dunia. Dunia ini dengan arusnya yang melawan Tuhan sangatlah kuat. Tanpa belajar firman Tuhan dan terus menaruh hidup kita dalam tangan Tuhan, kita tidak akan menang melawan arus dunia. Dunia ini selalu ingin menggeser Tuhan dari hidup kita. Kita selalu ditarik untuk menomorsatukan yang lain dan menomorduakan Tuhan. Inilah arus yang harus dilawan dalam keberdosaan kita. Kita harus belajar bahwa segala sesuatu bisa digeser untuk Tuhan, artinya semua bisa kita “nomor-duakan” dan mengutamakan Tuhan dahulu. Seringkali kita secara tidak sadar telah menggeser Tuhan untuk diri. Kita menjadi kurang peka dengan apa yang seharusnya kita lakukan. Apa yang Tuhan mau, kita tidak suka. Kita selalu terjebak pada situasi-situasi antara maunya Tuhan dengan maunya diri.

Dalam cerita di atas dikatakan bahwa mereka menyesal karena liburan mereka yang sudah hampir selesai. Tetapi, mengapa untuk Tuhan mereka tidak menyesal karena belum memikirkan dan melaksanakan pekerjaan Tuhan yang Tuhan mau mereka kerjakan? Ini adalah suatu ironisnya manusia berdosa. Manusia tidak lagi memikirkan Penciptanya yang telah berkorban untuk dia, tidak lagi memikirkan kehendak-Nya, tidak lagi bisa berfokus kepada Tuhannya. Manusia berdosa kalaupun memakai istilah-istilah rohani ini, maka hanyalah untuk membenarkan apa yang dilakukannya, tidak lebih dan tidak kurang dari itu. Jadi, kalau ditanya, inti refreshing itu ada di mana, mengapa kita menyesal, kapan kita menyesal, dan seterusnya, maka ujung-ujungnya adalah diri. Egosentris!

Mari kita sebagai anak-anak Tuhan terus melatih diri untuk berfokus kepada kehendak Tuhan, pekerjaan Tuhan dan kemuliaan nama Tuhan. Dunia ini telah jatuh ke dalam dosa dan pasti akan menekan kita. Lingkungan tidak akan bersahabat dengan kehidupan kita. Tetapi, jangan takut! Jadilah ikan salmon yang hidup terus melawan arus. Demikianlah kehidupan kita, jadilah orang yang terus berpegang pada perintah Tuhan dan lawanlah arus dunia untuk terus memuliakan nama Tuhan.

Sarah Charista

Remaja (Kelas VII) GRII Pusat