Hari-hari berjalan seperti biasa, penuh dengan kegiatan-kegiatan yang melelahkan. Mulai dari hari Senin sampai Minggu. Pada hari Senin sampai Jumat, harus bangun pagi-pagi untuk ke sekolah. Pada sore harinya les, entah les bahasa, musik, pelajaran sekolah, dan lain-lain yang membuat kita menjadi lebih sibuk lagi. Hari Sabtu bangun pagi-pagi untuk mengikuti persekutuan doa pagi di gereja. Kemudian sore sampai malam harinya, adalah waktu berkumpul dengan keluarga, entah jalan-jalan ataupun sekedar di rumah ngobrol-ngobrol dengan sanak saudara dan juga makan bersama. Keesokan harinya yaitu hari Minggu, adalah hari beribadah, artinya bangun pagi-pagi untuk pergi ke gereja mengikuti kebaktian. Di siang harinya latihan paduan suara. Malam-malamnya siap-siap untuk memasuki minggu baru dengan ritme yang sama. Hidup kita berputar terus dengan ritme demikian dari minggu ke minggu. Lalu, kapan pelayanannya? Di manakah kita bisa selipkan pelayanan di dalam jadwal kita yang sudah kita atur dengan sedemikian padatnya? Ehmmm…
Sebagai orang Reformed kita sering atau bahkan pasti merasa “saya sudah Reformed”. Apakah benar? Kita tahu, Reformed mempunyai semboyan “BACK TO THE BIBLE” artinya kembali kepada Alkitab yang adalah firman Tuhan sekaligus dasar hidup manusia. Segala apa yang kita lakukan harus kita pertimbangkan sesuai kebenaran Alkitab. “Apakah yang saya lakukan itu benar menurut Alkitab?” Mengapa harus berdasarkan Alkitab? Karena Alkitablah satu-satunya standar dan otoritas bagi kehidupan manusia di hadapan Allah. Dengan menaklukkan diri di bawahnya, manusia baru dapat melakukan tujuan penciptaan manusia, yaitu memuliakan Allah. Setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa, sebenarnya manusia sudah tidak mampu dan tidak layak untuk memuliakan Tuhan. Manusia berdosa seharusnya dihukum. Tapi Allah telah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia untuk menebus segala dosa manusia. Jadi manusia telah dibebaskan dari hukuman tersebut di dalam penebusan Kristus. Karena itu, kita harus memuji dan mengucap syukur kepada Dia melalui dan di dalam hidup kita, dari kehidupan sehari-hari di rumah, sekolah, serta di lingkungan teman-teman kita tetap harus menunjukkan bahwa “saya ini Kristen, saya ini Reformed.”
Tetapi bagaimana kita dapat menyatakannya dalam hidup kita? Setiap orang pasti percaya dan tahu bahwa ada yang namanya kebenaran. Contohnya di dalam mata pelajaran Matematika. Kita percaya dan tahu bahwa 1+1=2 dan kita akan protes kalau ada orang mengatakan bahwa 1+1=5. Kenapa? Karena yang dikatakan orang itu beda dengan kebenaran artinya tidak benar. Kesimpulannya kalau kita tahu itu adalah kebenaran, maka pasti kita akan memperjuangkannya. Sama seperti firman Tuhan. Kita tahu dan percaya bahwa itu adalah kebenaran. Tapi mengapa kita sering tidak memperjuangkannya, baik dalam hidup kita pribadi maupun dalam masyarakat di mana kita hidup? Kita malahan terseret oleh arus zaman. Apakah itu tandanya bahwa sebenarnya kita tidak sungguh-sungguh mau mengerti kebenaran itu sendiri? Lalu, bagaimana caranya supaya kita bisa dan mau mengerti kebenaran itu? Keinginan dan kesungguhan hati kita untuk benar-benar mau mengerti kebenaran di dalam terang pimpinan dari Roh Kudus. Tanpa gerakan Roh Kudus, tidak ada seorang pun yang dapat mengenal dan mencintai Tuhan. Banyak orang yang hanya “ngomong” percaya dan mencintai Tuhan tetapi sebenarnya tidak mengerti apa yang mereka katakan. Maka, jangan keraskan hati melainkan taat kepada Roh Kudus! Raih kesempatan itu baik-baik dan jangan buang kesempatan itu! Karena kesempatan tidak bisa dikembalikan lagi jika Tuhan telah mencabutnya dari hidup kita. Kesempatan yang paling berharga untuk diubahkan oleh Roh Kudus yang memampukan kita menghidupi kehidupan dalam terang firman Tuhan, kebenaran satu-satunya.
Jadi, jika kita benar-benar percaya akan kebenaran, maka kita pasti akan memperjuangkannya. Hal ini akan dimulai dengan kita berjuang mempraktekkan kebenaran tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita kembali kepada pertanyaan tentang pelayanan. Di dalam Matius 28:19, kita diperintahkan: “Jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.” Di dalam perintah tersebut dikatakan “Jadikanlah semua bangsa murid-Ku”, artinya semua bangsa harus tunduk menjadi murid Tuhan, termasuk kita. Jadi, sebelum kita menjadikan orang lain murid Tuhan, kitalah yang dituntut terlebih dahulu untuk menjadi murid Tuhan. Sebagai seorang murid, kita harus terus mendengar, merenungkan, dan menjalankan apa yang diajarkan oleh Tuhan. Sebagai hamba dari Tuhan kita, maka kita harus taat mutlak pada apa yang Tuhan perintahkan. Inilah artinya menjadi murid Tuhan. Maka dari itu, adalah suatu kewajiban bagi kita orang Kristen untuk melakukan pelayanan. Tapi seringkali kita justru meremehkan pelayanan dengan alasan “malas”, “sibuk”, atau “ngga ada waktu”. Kita merasa pelayanan adalah hal yang merepotkan kita. Tapi jika kita diajak pergi ke tempat yang menyenangkan kita, mengapa tidak males ya?? Jika kita diajak untuk melakukan sesuatu yang sangat menyenangkan bagi kita, mengapa tiba-tiba kita menjadi tidak “malas”, “sibuk”, atau “ngga ada waktu”? Dari situ sebenarnya terlihat jelas bahwa kita hanya ingin melakukan hal-hal yang menyenangkan kita saja. Tapi jika sesuatu yang menurut kita kurang menyenangkan sedikit saja, kita akan mengeluh dan protes. Walaupun seringkali hal tersebut adalah tugas dan tanggung jawab manusia kepada Tuhan, yang merupakan suatu respon atas anugerah yang Tuhan telah berikan kepada kita. Kita sering menolak untuk memuliakan Tuhan dengan berkata, “Sorry Tuhan, yang lain aja ya”. Contohnya seperti cerita awal kita baca di atas tentang kegiatan super-sibuk kita setiap harinya. Di dalam jadwal yang super-sibuk itu, kita sering berpikir bahwa pelayanan itu baru dilakukan jika ada waktu sisa. “Ya… jika besok libur atau jika ada waktu, nanti saya akan ikut pelayanan.” Karena hari sekolah dan les adalah “wilayah yang tidak bisa diganggu gugat.” Kita membuat suatu “wilayah” yang tidak bisa diganggu gugat dalam hidup kita, bahkan sampai firman Tuhan pun tidak boleh mengganggunya. Itu kesalahan besar, itu dosa! Firman Tuhan adalah dasar bagi segala segi kehidupan manusia. Jadi kalau Tuhan mau ubah, maka kita harus taat membiarkan diri kita diubah oleh Tuhan. Pak Tong sering mengatakan bahwa hidup ini adalah dinamika. Maka jangan heran kalau pak Tong sering berubah-berubah dalam keputusannya, bukan untuk menyusahkan orang tapi untuk mengikuti dinamika pimpinan Tuhan. Pertanyaannya sekarang, beranikah kita mengubah pola hidup kita, jadwal kita yang begitu padatnya dan yang sudah kita pikirkan susah-susah demi pekerjaan Tuhan, kehendak Tuhan terlaksana?
Berikutnya, kita juga sering berpikir, “Mengapa saya harus melayani orang lain? Bukankah sudah cukup dengan saya rajin mendengar firman Tuhan, mengikuti STRIJ, seminar, rally doa, dan lain-lain?” Di dalam Markus 10:45a dikatakan: “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani.” Melalui ayat ini, Tuhan Yesus memberikan teladan kepada kita bahwa hidup bukan untuk dilayani tapi untuk melayani. Di dunia ini masih banyak orang yang belum mendengar firman Tuhan. Kita sebagai orang percaya harus mengabarkan berita baik kepada orang lain. Orang yang sudah percaya pasti ingin agar orang lain juga bisa percaya kepada Tuhan. Mengapa demikian? Karena orang percaya seharusnya mempunyai cara pandang yang sesuai dengan Alkitab. Alkitab tidak mengajarkan hidup yang egosentris melainkan hidup yang theosentris, hidup yang seutuhnya untuk Tuhan.
Ada sebuah kesaksian. Dia adalah orang yang sudah bekerja. Dia selalu ikut di dalam pelayanan di Gerakan Reformed Injili, entah itu KKR, retret, maupun yang lainnya. Kita semuanya tahu kalau orang bekerja itu pasti mempunyai waktu yang sangat padat sekali, waktu yang tidak fleksibel dan jumlah hari cuti per tahun yang sudah ditentukan. Jika lewat dari batas ketentuan, maka gajinya akan dipotong. Orang ini karena gerakan hatinya untuk terus melayani, sampai-sampai ia terus cuti untuk melayani di KKR, retret, dan lain-lain. Sampai lewat batas dan gajinya benar-benar dipotong. Tapi orang itu tidak takut gajinya dipotong karena yang terpenting bagi dia adalah hidup untuk memuliakan Tuhan, bukan materi yang diterima. Demikianlah dia mengatur waktu kerjanya sesuai dengan waktu pelayanan, mendekati event dia menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu agar dapat melayani tanpa melepaskan tanggung jawabnya. Di dalam menyusun jadwal cutinya, dia sesuaikan dengan event-event yang ada. Perasaan cinta melayani inilah yang harus kita contoh dari kehidupan orang ini. Ia lebih mementingkan pekerjaan Tuhan, Tuhan adalah pusat dari segalanya. Segala sesuatu harus diatur, disesuaikan, disinkronkan dengan pekerjaan Tuhan, kehendak Tuhan, dan bukan sebaliknya. Pekerjaan dan kehendak Tuhanlah yang menjadi “wilayah yang tidak bisa diganggu gugat”, bukan yang lain. Inilah yang harus kita pelajari sebagai seorang yang mengaku “sudah Reformed”!
Akhirnya, mari kita tetap ingat bahwa kita hidup hanya untuk Tuhan dan jangan pernah sekali-sekali hidup ini disetir oleh diri dan untuk kenyamanan diri. Coba pikirkan sejenak, betapa tidak logisnya jika untuk kenyamanan sementara kita mau berkata yes, mengapa untuk Tuhan Sang Pencipta dan Penebus kita, kita tidak mau untuk berkata yes? Marilah kita sebagai orang Reformed yang selalu kembali kepada otoritas Alkitab, berani berjuang menjalankan kehendak Tuhan dalam hidup kita, rela dan penuh sukacita bersama-sama melayani Tuhan, bersama-sama bersatu hati berjuang dalam gerakan ini sampai kehendak Tuhan terjadi. Soli Deo Gloria.
Sarah Charista
Remaja (SMP Kelas 1) GRII Pusat