Suatu hari saya bertanya pada mama saya apakah boleh berdoa minta kesulitan. Kemudian mama saya bertanya mengapa saya bertanya seperti itu. Yang membuat saya tiba-tiba bertanya seperti itu adalah keinginan saya untuk dapat terus bertumbuh di dalam Tuhan. Pdt. Stephen Tong pernah mengatakan bahwa karunia kedua terbesar yang diterima seorang manusia dalam hidupnya setelah anugerah keselamatan adalah kesulitan atau penderitaan. Memang terdengar lucu jika ada orang yang berdoa minta kesulitan. Pada umumnya orang malahan berusaha supaya dalam hidupnya lancar-lancar, semuanya terjadi seperti apa yang dia inginkan, yang intinya hidup yang tidak ada kesulitan. Tetapi menurut saya, kesulitan adalah salah satu jalan untuk saya dididik bertumbuh berdasarkan firman Tuhan, seperti yang dikatakan pak Tong. Demikian juga mama saya pernah berkata bahwa jika Tuhan mau anak itu bertumbuh, maka Tuhan akan memberikan kesulitan kepadanya untuk memperkuat imannya. Yang menggerakkan saya mulai berpikir tentang hal ini adalah ketika saya berdiskusi dengan mama tentang teman saya yang terlalu dimanjakan. Dalam diskusi tersebut, mama berkata bahwa jika seseorang tidak mempunyai daya juang, maka orang tersebut akan sulit untuk dipakai Tuhan. Inilah awal pergumulan saya.
Ternyata Tuhan memang berkehendak seperti itu. Beberapa hari setelahnya, Tuhan benar-benar mewujudkan permintaan saya tersebut. Saya diberikan masalah dengan seseorang. Masalah yang berintikan tentang ordo dalam hidup melayani Tuhan, pekerjaan Tuhan dahulu atau diri dahulu. Saya mempunyai cara pandang bahwa Tuhan yang lebih penting dan harus diutamakan, meskipun diri “dirugikan”. Tetapi orang tersebut berpendapat bahwa diri tidak boleh dirugikan. Tuhan boleh menunggu tetapi diri tidak. Dari masalah tersebut saya belajar dan bergumul bagaimana saya mengaplikasikannya dalam kehidupan saya bahwa segala sesuatu itu harus bisa digeser untuk Tuhan. Termasuk ketika berurusan dengan orang terdekat kita sekalipun. Dalam hal ini, orang seringkali salah mengerti dan marah karena tidak setuju dengan apa yang kita kerjakan padahal mereka tahu yang kita kerjakan itu memuliakan Tuhan. Mungkin kita akan dianggap tidak tahu diri, tidak peduli, dan lain-lain. Bagaimana sebenarnya hidup mengutamakan Tuhan dan pekerjaan-Nya? Pak Tong memberikan prinsip tentang urutan-urutan dalam kehidupan sehari-hari yang semuanya dapat kita katakan itu untuk kemuliaan Tuhan. Yang pertama adalah Tuhan. Yang kedua adalah kehendak dan pekerjaan Tuhan. Yang ketiga adalah gereja atau jemaat Tuhan. Dan yang terakhir adalah keluarga dan diri.
Di zaman ini banyak ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan firman Tuhan. Di dalam film atau sinetron, seringkali jika ada masalah maka akan terlihat pemerannya mengeluh, bertanya-tanya, “Mengapa ini terjadi pada saya?”, “Mengapa Tuhan begitu kejam?” Tanpa disadari, kita sedang diajar untuk tidak bisa menerima kesulitan, kita diajar untuk menghindar dari kesulitan, lari dari kesulitan, ataupun menyalahkan Tuhan karena kesulitan. Jangan lari! Hadapilah fakta! Di dalam theologi Reformed diajarkan bahwa segala sesuatu terjadi di dalam kedaulatan Tuhan yang baik. Dan pasti ada maksud Tuhan yang baik. Tetapi “baik” tersebut tidak berarti tidak ada kesulitan. Justru kesulitan tersebut menjadi suatu pelajaran berharga bagi kita untuk terus bersandar kepada Tuhan, untuk terus belajar melihat Tuhan yang baik di dalam segala kondisi, termasuk kesulitan, dan untuk belajar melihat kesulitan yang diizinkan Tuhan sebagai anugerah. Di dalam kelancaran hidup, orang sering lupa kepada Sang Pemberi anugerah. Kita sering lupa bahwa segala sesuatu yang ada pada kita adalah anugerah. Nafas hidup, berjalan, air, matahari, waktu, dan lain-lain, adalah anugerah dan belas kasihan dari Tuhan saja. Sebagai orang Kristen, kita diajar untuk mengembalikan semua yang ada pada diri kita (anugerah) kepada Tuhan (Pemberi Anugerah). Contohnya dalam kehidupan sehari-hari, pertama, motivasi hanya untuk Tuhan. Kedua, kita bergumul Tuhan mau kita ada di mana, apa yang menjadi kehendak Tuhan dan bukan kehendak diri. Ketiga, semuanya ini dilihat dari perspektif kerajaan Allah, artinya bagaimana Tuhan dinyatakan di dalam panggilan kita sebagai garam dan terang dunia. Keempat, bagaimana saya menyangkal diri dan memacu diri sampai kehendak Tuhan jadi.
Kembali ke tema awal, yakni tentang doa minta kesulitan. Kita sebagai orang Kristen pasti sering berdoa. Tetapi masalahnya adalah apa isi doa kita? Kita seringkali tidak sadar bahwa doa yang kita panjatkan itu hanya untuk keuntungan diri. Contohnya jika kita mau mengikuti ujian. Sebelum ujian kita berdoa dahulu: “Tuhan, kiranya Tuhan pimpin supaya bisa mengerjakan ujian ini dengan baik, mendapat nilai bagus, dan hanya untuk kemuliaan Tuhan saja. AMIN.” Dengan doa yang demikian, kita menutupi “keberdosaan” kita dengan istilah-istilah rohani. Sebenarnya doa tersebut dipanjatkan supaya bisa dapat nilai bagus. Hanya itu saja. Tetapi keberdosaan itu kemudian ditutupi dengan “untuk kemuliaan Tuhan saja”. Kita memperalat istilah rohani untuk egosentrisnya kita. Itukah doa yang benar?
Di dalam Alkitab dituliskan beberapa kali tentang doa Paulus. Doa Paulus selalu berisikan ucapan syukur kepada Tuhan karena sadar dirinya itu bukan apa-apa. Dia sadar keberadaan dia dan semua yang ada pada dia hanyalah karena anugerah Tuhan. Selain itu, Paulus juga berdoa tentang mengerti akan kasih Kristus (Ef. 3:18). Paulus ingin sekali supaya jemaat-jemaat di Efesus mengerti bahwa Tuhan itu begitu mengasihi kita, sampai-sampai rela mati untuk kita yang hanya ciptaan. Selain doa Paulus, Alkitab juga mencatat Tuhan Yesus mengajarkan doa yang benar dalam Matius 6:9-13, Doa Bapa kami. Doa yang meminta kehendak Tuhan jadi di bumi seperti di sorga. Jadi, bolehkah kita berdoa minta kesulitan?
Doa minta kesulitan adalah doa yang mungkin jarang sekali diminta orang. Orang akan berpikir bahwa “kurang kerjaan kale…” berdoa minta kesulitan. Seperti dikatakan di atas, orang cenderung “mengusahakan” supaya tidak ada kesulitan yang menimpa dirinya. Memang benar, kita harus mengusahakan supaya tidak ada kesulitan misalnya karena kecerobohan kita. Tetapi tidak benar juga jika kita tidak menginginkan satu kesulitan pun hadir dalam kehidupan kita. Kesulitan-kesulitan hadir dalam hidup kita bagaikan ujian-ujian naik kelas di sekolah. Kesulitan-kesulitan hadir dalam hidup kita untuk menantang kita menghidupi pengenalan kita akan firman Tuhan. Jika kita tidak menginginkan atau lari dari kesulitan, maka itu hanya membuktikan bahwa kita adalah orang yang tidak mau belajar dan bertumbuh, seperti orang-orang yang tidak ingin belajar dan naik kelas. Masih adakah harapan bagi orang yang tidak mau belajar? Jika dalam kesulitan, bertanyalah kepada Tuhan apa maksud dan kehendak-Nya, dan tidak seperti orang Israel di padang gurun yang selalu bersungut-sungut. Kita harus terus bergantung pada Tuhan, minta bijaksana dan hikmat dari Tuhan, minta untuk terus dididik di dalam kehendak-Nya. Tidak boleh ada waktu dalam hidup ini yang untuk diri dan untuk kehendak diri. Waktu diberikan Tuhan untuk melakukan kehendak Pemberi Waktu, seluruh hidup adalah untuk Pemberi Hidup, berkat diberikan untuk mengenal dan beribadah kepada Pemberi Berkat. Dalam proses belajar inilah kita bergumul dan belajar memutuskan yang mana yang harus dipilih agar Tuhan dinyatakan melalui keputusan tersebut.
Hidup penuh kenyamanan membuat kita lebih suka menolak kesulitan. Tanpa kesulitan, hidup ini seperti sekolah tanpa ujian. Sehingga kesulitan yang merupakan anugerah terbesar kedua setelah keselamatan, mutlak diperlukan agar iman kita teruji dan bertumbuh. Ujian menuntut kita belajar bergumul untuk sadar senantiasa berpihak kepada Allah, takluk kepada firman-Nya dan terus berjuang menggenapkan kehendak-Nya di dalam segala segi kehidupan kita. Soli Deo Gloria.
Sarah Charista
Remaja (SMP Kelas 2) GRII Pusat