Malu, hina tanpa harga diri, kotor, bau, dan tiada masa depan. Itulah perasaan dan kondisi
seorang wanita yang meninggalkan suami dan anak-anaknya demi kenikmatan sundal.
Demikian juga perasaan yang sama dari seorang muda yang meninggalkan ayahnya pergi
ke tempat jauh demi kenikmatan berfoya-foya. Kedua orang ini berbeda namun mereka
mempunyai banyak kesamaan, mereka adalah buah hati dan kesayangan dari orang
terdekat mereka, mereka sama-sama mempunyai kehidupan yang nyaman dalam keluarga
mereka, mereka sama-sama mempunyai segala sesuatu yang mungkin orang lain hanya
bisa dambakan. Tetapi mereka juga mempunyai kebodohan, keliaran, pemberontakan, dan
ketegaan membuang laut berkat yang mereka nikmati tersebut demi mata air keruh yang
segera kering.
Sang wanita harus berakhir di pasar budak, sang pemuda berakhir di kandang babi.
Tiada akhir yang lebih tragis bagi mereka, tiada posisi yang lebih hina lagi bagi mereka.
Demikianlah nasib mereka … dan juga nasib kita semua, karena mereka tidak lain adalah
representasi semua kita yang terjual dalam perbudakan dosa, helpless dan hopeless.
Apakah Anda dalam situasi ini sekarang?
Untunglah kedua cerita tersebut tidak berakhir tragis, sang wanita dengan wajah tertunduk
malu dibeli kembali dan dibawa pulang oleh sang suami. Sang pemuda dengan langkah
gontai menyeret kakinya mendekati rumah ayahnya, yang kemudian dipeluk dan diterima
kembali oleh sang ayah. Mereka tidak layak diterima kembali, kalaupun diterima kembali,
mereka seharusnya diterima sebagai budak. Namun karena anugerah, mereka diterima
kembali dengan status mereka sebelumnya sebagai istri dan anak.
Bagi kita umat tebusan Kristus, kita telah dibeli dengan harga lunas menjadi milik-Nya,
menjadi anak-anak Allah, menjadi mempelai Kristus. Kita adalah sebagaimana kita ada
sekarang karena Ia memberikan anugerah-Nya menebus dan menyelamatkan kita dari jurang
dosa dan maut. Karena anugerah, sang anak akan taat kepada ayahnya dengan kasih. Karena
anugerah, sang istri akan terus menjaga kesucian hidup bersama dengan suaminya dengan
kasih. Bukankah suatu absurditas bagi Gomer setelah diterima kembali masih memikirkan
untuk melacur lagi? Demikian juga si bungsu terhilang setelah diterima kembali akan
meninggalkan sang ayah lagi? Bukankah absurd bagi kita yang sudah diterima kembali untuk
tetap hidup di dalam dosa?